Sudah lama sekali Lani tidak bermimpi. Ia merasa seperti terbang, diawang-awang. Ia seperti merasakan sentuhan-sentuhan halus bagai kapas di sekitarnya. Lembut membawanya terus menikmati sensasi terbang. Pikirannya menjadi tenang dan senang. Ia merasa seperti anak kecil yang tidur di tumpukan kapas, Lani terus tersenyum, bahkan sesekali tertawa karena rasa geli yang timbul ketika benda-benda halus itu menyentuh pipinya. Lani bagaikan anak lima tahun, Ia sudah lupa beban hidupnya. Semua terlupakan. Hanya indah dan menyenangkan.
***
Sore itu hujan lebat sekali, sesekali petir menggelegar. Hawa dingin sangat terasa. Angin mengibarkan kain-kain jendela.
Lani melihat wanita itu sesekali memandang keluar jendela. Terkadang tanpa sengaja, terlihat tetesan air mata yang buru-buru diseka.
Pernah suatu ketika mereka beradu pandang, refleks Lani tersenyum dan ingin menyapa
Ada apa? Sakit apa? Kenapa?
Tapi wanita itu barang sedetikpun langsung memalingkan wajah, menunduk, membuang muka.
Pernah Lani memberanikan diri menyapa, wanita itu malah diam seribu bahasa.
Akhh entahlah, semua ini membingungkan Semua yang ada dirumah sakit ini aneh. Dokternya, susternya, siapapun. Lani ingin kabur tapi mengingat kejadian wanita di gedung sebelah membuat la takut. Kamarnya adalah yang paling aman.
Lani sudah sering meminta pulang pada dokter. Kadang hingga histeris dan beradu mulut. Mereka selau saja, sabar... sabar... sabar. Dokter bilang Lani masih sakit. Berbahaya jika pulang apalagi bertemu anaknya. Tapi Lani masih harus diperiksa dan dipastikan. Kata-kata sabar dan tunggu sudah  jadi makanan sehari-hari.
Segala obat harus Ia minum setiap hari. Setiap pagi dokter pasti datang, dan menyuntikkan sesuatu. Semakin lama Ia semakin terbiasa dengan sakitnya. Dokter bilang suntikan menyakitkan itu karena membunuh penyakit di tubuhnya. Jika masih sakit artinya masih ada penyakitnya.