"tidak apa kok bu Lani, kami sedang melakukan pemeriksaan lebih lanjut, mohon bersabar ya bu jika hasilnya sudah ada ibu akan dikabari"
Dokter seperti sedang menyiapkan obat suntik, Lani justru semakin gelisah membayangkan sakitnya pasca suntikan seperti kemarin itu
"Dok tolong jangan disuntik dok, sakit sekali sesudahnya, tolong dok jangan!!!"
***
Hari ini sungguh aneh, tidak ada yang yang datang ke kamar Lani, tidak dokter, tidak suster, tidak petugas bersih-bersih. Pelan-pelan Lani mencoba meraih gagang pintu, membukanya, terdengar suara pintu reyot sangat nyaring mulai terbuka. Lani melihat-lihat lorong rumah sakit tetapi tidak ada tanda-tanda hadirnya orang. Perlahan Lani menyusuri lorong demi lorong.
Bangunan rumah sakit ini sangat terkesan gaya kolonialnya, tiang-tiang tinggi nan kokoh menunjang tiap sudutnya. Daun pintu teramat lebar dan megah seolah setiap pasiennya adalah raksasa. Lani tidak ingat pernah melihat kemegahan rumah sakit ini. Aneh pikirnya, Lani bahkan tidak ingat bagaimana ia masuk rumah sakit. Pikirannya mulai melayang mencari berkas-berkas ingatan yang tak kunjung Ia temukan.
"Apa mungkin aku pingsan dirumah" celetuk Lani, tapi ah sudahlah dia harus tau dimana semua orang yang biasa membantunya. Lani merasa sehat, Ia ingin pulang.
Jika diingat mengapa ya Lani ingin terus pulang.
"ah anakku!!!"
Lani ingat bayinya yang senantiasa Ia beri asi. Jika Lani disini bagaimana dengan bayinya. Tidak mungkin Lani meninggalkannya. Mulai terpikir apakah Ia kecelakaan? Apakah Ia terjatuh dijalan? Apakah keluarganya tahu? Tunggu dulu!
Lani tidak memiliki siapapun disini, suaminya Herman telah meninggalkannya. Lebih tepatnya Lani yang mengiklaskan Herman pada si pemandu karaoke itu.