Sore itu hujan lebat sekali, sesekali petir menggelegar. Hawa dingin sangat terasa. Angin mengibarkan kain-kain jendela.
Lani melihat wanita itu sesekali memandang keluar jendela. Terkadang tanpa sengaja, terlihat tetesan air mata yang buru-buru diseka.
Pernah suatu ketika mereka beradu pandang, refleks Lani tersenyum dan ingin menyapa
Ada apa? Sakit apa? Kenapa?
Tapi wanita itu barang sedetikpun langsung memalingkan wajah, menunduk, membuang muka.
Pernah Lani memberanikan diri menyapa, wanita itu malah diam seribu bahasa.
Akhh entahlah, semua ini membingungkan Semua yang ada dirumah sakit ini aneh. Dokternya, susternya, siapapun. Lani ingin kabur tapi mengingat kejadian wanita di gedung sebelah membuat la takut. Kamarnya adalah yang paling aman.
Lani sudah sering meminta pulang pada dokter. Kadang hingga histeris dan beradu mulut. Mereka selau saja, sabar... sabar... sabar. Dokter bilang Lani masih sakit. Berbahaya jika pulang apalagi bertemu anaknya. Tapi Lani masih harus diperiksa dan dipastikan. Kata-kata sabar dan tunggu sudah  jadi makanan sehari-hari.
Segala obat harus Ia minum setiap hari. Setiap pagi dokter pasti datang, dan menyuntikkan sesuatu. Semakin lama Ia semakin terbiasa dengan sakitnya. Dokter bilang suntikan menyakitkan itu karena membunuh penyakit di tubuhnya. Jika masih sakit artinya masih ada penyakitnya.
Setan lah ini semua. Apa yang terjadi. Mana sekamar sama orang bisu pula.
Pernah payudara Lani sakit sekali. Sepertinya asi sudah menumpuk. Sudah berapa lama susunya tak dikeluarkan pikirnya. Rasanya sungguh tidak nyaman. Kadang bajunya basah. Rasa sakitnya bahkan menjalar linu hingga ke punggung dan leher.