PUTRAKU MENOLAK BERTEMU
Aku menikah 18 September 2005. Tanggal yang sama dengan tanggal wisudaku, sungguh suatu kebetulan. Aku Cuma ijin H-1 sebelum pernikahanku. Aku mengurus sendiri pernikahanku dari resepsi, bridal, souvenir, design panggung, acara, gaun pengantin, foto studio, undangan dll.
Aku bekerja Senin sd Minggu. Kantorku seperti rumahku. Aku kos dekat kantor sehingga aku bisa pulang jam berapa saja. Aku tidak pernah memikirkan bagaimana membagi waktu, aku cuma menjalaninya dengan riang karena ini pilihan hidupku. Satu yang tidak pernah kulupakan senantiasa bersyukur. Semakin besar beban hidupku aku akan bernyanyi dan tertawa.
Setelah menikah, aku memutuskan kuliah S2 Manajemen/Administrasi Pendidikan di Sabtu dan Minggu di Green Garden. Ketika aku kuliah S-2 September 2005 dalam kondisi hamil anak pertama. Pada tahun 2007 diminta atasanku melanjutkan kuliah S-2 di Xiamen University, Tiongkok, karena kedutaan China memberikan beasiswa kuliah S2 kepada dua orang dosen Sastra China BINUS dan tidak ada yang bersedia berangkat.
Aku diminta menjadi pelopor mengingat jika tawaran pertama kali ini ditolak, maka akan berdampak kepada Kerjasama jangka Panjang dengan Kedutaan China. Aku ingat kebaikan institusinya kepadaku. Aku baru bergabung dua minggu diijinkan ke Beijing selama sebulan. Setiap tahun aku bisa ke China untuk training selama sebulan dan tetap digaji. Aku diberikan kebebasan bekerja dan berkarya.
Aku berangkat September 2007 tanpa ada email, sehingga banyak teman kantor berpikir aku keluar dari institusi tempatku bekerja sekarang. Kuliah S2ku di UKI yang tinggal thesis kutinggali karena institusiku memintaku ke China. Untuk itu tidak ada perpisahan dengan teman kantor, karena aku akan balik setelah 3 tahun.
Putraku baru setahun kubawa ke Hawaii untuk menghadiri pernikahan adikku. Aku, suamiku meluangkan waktu selama dua mingggu bersama putraku. Setelah itu, dia dibawa orang tuaku ke Ketapang (Kal-Bar) dan aku ke Xiamen, China.
Putraku banyak trauma waktu kecil, disiksa pembantu, pembantu gonta-ganti dan mau diculik. Putraku hanya bahagia saat aku pulang ke rumah dan raut mukanya selalu cemas saat aku pergi kerja.
Pernah kubawa ke kantor dan jatuh dari meja kantor karena pembantu baru belum terbiasa jaga anak kecil. Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku karena hidup di Jakarta perlu kerja keras. Pembantu ada yang Cuma sebulan, ada yang Cuma 3 bulan. Pembantu yang kucari dari Yayasan selalu pergi setelah 3 bulan. Pembantu yang bawa dari Jawa Tengah tidak mau kerja alasan anak tunggal dan dimanja, jadi kupulangkan dalam seminggu.
Ada pembantu yang jantungan sehari kerja jantung ngos-ngosan langsung kupulangin ke Yayasan. Ada yang janda kembang merayu tukang sayur dan pinjam uang. Ada yang berteman dengan preman mau culik putraku. Aku mengalami banyak pembantu yang aneh-aneh. Untung putraku masih waras karena aku masih selalu ada untuknya.
Putraku shock, ASI diganti susu sapi. Ibunda yang selalu memeluk dia tiap malam, hanya tinggal bayangan. Tidak pernah ada respon disaat dia berteriak dan menangis ketakutan. Atau saat dia kelaparan. Tidak ada ibunda yang dikenalnya. Mengusapi dan membelainya. Membuat perasaannya seperti dicampakkan. Hingga membuat tubuhnya jadi kurus, karena tidak ada nafsu makan dan banyak pikiran. Putraku dijuluki bayi tua karena di usia 1 tahun sudah mandiri.