Aku rawat inap di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta. Saat itu tanggal 14 Februari 1998. Karena masih terbaring di rumah sakit, aku batal ke Beijing .Mama ke rumah sakit minta aku pulang, supaya ada yang rawat. Aku menolak, karena yakin bisa rawat diri. Pasalnya sejak SMP aku selalu merawat diri sendiri saat sakit. Mama pulang dengan tangan kosong dan diganti papa.
Papa menyuruhku mengemasi baju. Sekalian keluar rumah sakit dan pulang besok, karena tiket pesawat sudah beli. Tiap minggu harus cek darah. Hingga aku sudah agak sembuh, baru diijinkan ke Beijing pada bulan September 1998. Biya kuliahku di Beijing dibantu oleh Ciciku yang bekerja sebagai penerjemah radio NHK (Jepang).
Ciciku adalah lulusan terbaik Sastra Jepang UI pada tahun 1997 dan masuk koran kompas. Pada saat kuliah, ciciku mendapatkan beasiswa kuliah setahun di Jepang, sehingga kelulusannya di UI tertunda setahun.
Saat itu ramai yang ke Beijing. Aku bertemu kenalan di bandara yaang kemudian jadi sahabat baik hingga hari ini. Ketika tiba di Beijing pada saat itu musim.dingin. Penyakitku kumat dan tidak tahu sakit yang diderita.
Aku terbaring selama 2 minggu. Tidak sanggup berdiri dan berjalan, karena badanku lemah sekali. Sahabatku dari Indonesia serta teman sekelasku orang Jepang setiap hari membawakan aku makanan, hingga aku sembuh dan tubuhku kembali normal.
Setelah itu aku pindah asrama sampai empat kali, karena ingin mencari yang murah agar aku bisa 2 tahun di Tiongkok dari rencana 1 tahun. Aku bisa traveling keliling Tiongkok, karena aku menginap di stasiun kereta api, di lorong bawah tanah. Di sana ada banyak tikus ketika aku jalan ke kamarku. Semalam tarifnya hanya Rp.15.000,- hingga Rp.25.000,- . Aku merasa happy karena fokusnya traveling. Kondisi kamar tidak kupikirkan.
Saat itu Tuhan luar biasa. Aku selalu dijaga. Padahal aku wanita sendirian traveling selama 2 minggu di Yunnan. Aku sekamar dengan 3 orang yang tidak dikenal. Aku backpacker.
Akhirnya bertemu teman Indonesia di stasiun kereta api di Hangzhou. Kami menjelajah ke Huang Shan, Shanghai, Ningpo, Suzhou, Wuxi, Hangzhou, Putuo Shan dan Xiamen. Temanku akhirnya sakit dan berhenti di Xiamen, aku melanjutkan sendirian ke Guangzhou. Aku tidak tahu ada uang dari mana untuk traveling selama sebulan. Aku cuma ingat dikasih uang oleh Papa dan Cici sebelum ke Beijing. Aku dipesan untuk berhemat sebelum berangkat untuk kuliah, asrama dan hidup di Beijing untuk selama satu tahun.
Tapi karena aku membawa USD. Jadi aku tukar uang di black market. Selisih kursnya sangat jauh. Jadi duitnya buat jalan-jalan. Sebanyak 4 kali pindah asrama juga membantu, dari asrama mewah sampai paling kumuh. Aku cuek karena hidupku di luar kamar. Belajar di luar kamar. Malam baru balik kamar untuk tidur. Kamar mandi di lantai 1, sedangkan kamarku di lantai 4. Mana mungkin bisa gemuk, karena tiap hari olahraga.
PERJALANAN KARIR SETELAH S1
Aku dirayu Ciciku untuk ikut ke Lombok 17 Agustus 2000 supaya aku mau kembali ke Indonesia. Keluargaku sudah kangen padaku dan tau kelemahanku adalah travelling. Aku segera pesan tiket pesawat ke Jakarta dan meninggalkan lukisanku yang kubawa saat pameran di Beijing di atas lemari kamarku.