"Kamu begitu membelanya, Rocky. Apa kamu mencintainya?"
Rocky diam menatap calon mertuanya dengan geram, "ya, aku mencintainya!" jawabannya membuat Hardi melotot. Hardi mengepalkan tinjunya, ingin sekali ia meninju pemuda di depannya itu. Tapi untuk saat ini ia tetap berusaha menahan emosinya, dan sorot mata yang Rocky perlihatakan. Tak ada rasa bersalah di sana, tak ada rasa takut.
Hardi menyunggingkan senyum sinis di bibirnya, "itu bukan cinta Rocky, itu hanya napsu sesaat. Gadis itu menggodamu, dan ku pastikan..., dia akan menjauh darimu!" tekannya, Rocky melebarkan mata. Ia tahu itu sebuah ancaman, "om, aku nggak akan membiarkan om menyakitinya. Sonia tidak pernah menggodaku, dan apa yang aku rasakan padanya..., itu adalah cinta. Om juga tahu bahwa selama ini aku nggak pernah mencintai Nancy!"
"Berani sekali kamu berbicara seperti itu, ingat Rocky. Suka tidak suka, kamu tidak bisa menikahi gadis lain selain Nancy!" tegasnya. Â
"Maaf om, sebaiknya om persiapkan pria lain untuk Nancy. Yang lebih bisa mencintainya!" sahut Rocky seraya berdiri, "dan aku juga minta maaf, sudah mengecewakan om Hardi!" sambungnya lalu pergi.
Begitu keluar dari ruang kerja Hardi, Nancy yang duduk di ruang tamu langsung menghampirinya, "papa ngomong apaan?" tanyanya, Rocky menghentikan langkah dengan sedikit kesal. Melihat ekspresi Rocky yang seperti itu, Nancy tahu pasti telah terjadi sesuatu di dalam tadi.
"Kamu..., berantem sama papa ya. Ada masalah apa?"
Rocky diam mengingat kata-kata Hardi yang memintanya agar Nancy tidak tahu dulu tentang Sonia, "nggak ada apa-apa, cuma urusan kerjaan!" dalihnya.
"Ouh..., ehm..., abis ini..., kamu punya waktu kan?" harap Nancy, "Nancy, aku...!"
"Dia mau mengajakmu pergi keluar!" suara Hardi memotong kalimatnya. Rocky melotot kesal sementara Nancy tersenyum girang, "benarkah?"
Hardi sudah berdiri tak jauh dari mereka, Rocky menoleh padanya. Dan Hardi membalasnya dengan tatapan ancaman, mungkin ancaman itu di tujukan pada Sonia.