Ia mengambil telapak tangan kiri Melanie seraya berkata,
" Ini memang bukan berlian yang mahal, tapi percayalah....ini ku beli dari hasil keringatku sendiri, semoga kau suka!" ucapnya dengan senyum penuh harap.
Ben berkata demikian sambil menyematkan cincin itu ke jari manis Melanie. Melanie menatap benda berkilau yang melingkari jarinya. Itu memang hanya emas tapi di mata Melanie ini lebih dari sekedar rasa cinta Ruben yang berusaha untuk membahagiakannya. Dan tidak akan bisa di gantikan dengan apapun di dunia.
Melanie menatap Ben dengan penuh cinta, sebutir airmata menggelinding ketika ia berucap,
" Ini sangat cantik, aku suka!" jawabnya, airmatanya kini bertambah deras. " Aku sangat suka!" ucapnya lagi dalam tangis.
Ben menghapus airmata yang mengalir di pipi gadis itu lalu memeluknya erat, mereka berpelukan seolah dunia akan runtuh. Melanie bahkan tak peduli jika pun Ben tak memberinya sebuah cincin sebagai pinangannya, itu tidak penting. Yang penting adalah cinta yang besar dari pria itu, cinta yang tidak terukur oleh berlian paling mahal sekalipun.
Ben juga meneteskan airmata, tapi ia segera menghapusnya karena tak ingin Melanie tahu tentang airmatanya itu.
" Aku sangat mencintaimu!" ucap Melanie.
" Aku juga mencintaimu!" balas Ben mempererat pelukannya.
Mereka berpelukan lama, menangis bersama. Melanie terisak di pundak Ruben, Ben sendiri menangis dalam diam. Ia tak ingin gadis itu tahu kalau dirinya ikut menangis. Perlahan mereka bergerak bersama, detak jam dinding menjadi alunan merdu yang mengiringi langkah kaki mereka dalam dansa kecil.
Melanie mengusap airmatanya, ia mengangkat kepalanya. Kini mereka bertatapan, dalam dan mesra.