Mohon tunggu...
wulan sybil
wulan sybil Mohon Tunggu... profesional -

Saya adalah anak Adam yang menurut orang-orang bilang, anak gak jelas. karna ayahnya orang Jogja, ibunya orang Surabaya, tapi aku dilahirkan dan besar di Sulawesi. hmm.. mungkin aneh juga sih, tapi coba berpikir realistis, gak salah kan kalo orang tuaku siapa tau aja dulu tinggal di Jakarta, trus rumahnya kebanjiran terus, ya.. jadinya pindah aja ke Sulawesi yang banyak pegunungannya. dan sebentar lagi Sulawesi juga pohonnya dah banyak yang nebang, pindah ke mana lagi ya...?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Patonah

18 November 2011   07:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:30 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

dia sudah bisa pulang ke rumah dengan membawa sayur yang akan dimakan siang ini. Jika dia belum

pulang, berarti di rumah belum ada makanan dong. Hmm… salahku juga, tadi aku tak sarapan, jadi

siang ini aku harus puasa. Aku tak bisa mengharapkan akan cepat makan siang ini, karna aku yakin

perempaun itu tak akan pulang sebelum jualannya habis terjual.  Aku tau betul sifatnya, pekerja keras

yang sangat pantang menyerah.
Dan karna sifatnya itulah aku sangat bangga kepadanya. Walaupun dia hanya penjual jamu,

aku tau itu pekerjaan yang halal. Sudah lebih dari dua puluh tahun dia menekuni pekerjaanya sebagai

tukang jamu. Mungkin sudah bermil-mil jarak yang ditempuh jika saja dikumpulkan dari waktu ke waktu

sejak aku kecil dulu. Tapi, betis perempuan itu mungkin betis ciptaan Tuhan yang sangat spesial,

sehingga masih mampu menopang badan ibu selama bertahun-tahun. Walaupun badannya kian ringkih,

keriput-keriput di wajahnya kian rapat, matanya kian sayu, dan tak sedikit mulai ditumbuhi katarak yang

berseliweran di kelopak matanya. Namun ia tetap tersenyum bangga kepaku, menyunggingkan senyum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun