Entah dapat wangsit darimana dia jadi segera tahu buku apa sebenarnya diincar Lolie. Kakak kelas yang Lolie sangat kagumi. Semua bermula pada saat orientasi penerimaan murid baru. Diantara semua kegiatan, murid-murid diwajibkan mengirim surat kepada kakak kelas mereka. Dari sepucuk surat yang dilontarkan lebih dari setengah tahun lalu itu masih bertengger di hati Lolie. Isi beserta bau-bau wangi di amplop itu masih teringat oleh Lolie. “Kak Hardi, lucu kalau pakai topi.” Tak lama Kak Hardi pun datang ke kelas Lolie. Dia ingin tahu bagaimanakah rupawati si pengkritik itu?
Setelah itu tiada kelanjutan perkembangan. Lolie berharap Kak Hardi bertanya-tanya lebih kepadanya. Tapi sebaliknya. Doi cuman numpang muka di depan kelas atau pengen tahu tampilan Lolie.
“Bahasa Inggris.”
“Kamu anak kelas berapa?”
“X-B.”
“Gimana, Kak, boleh?”
“Boleh. Lagian aku bisa flashback pelajaran lalu. Kalau kamu mau kuajari. Jadinya simbiosis mutualisme. Dan... asal dibalikin. Kalau enggak, kutagih. Aku ngoprek dulu di rumah. Masih ada apa nggak. Kadang ada yang minjam.”
“Baik.”
Hardi menelengkan kepala. “Lolie, kau juga ke sini?”
“Iya, Kak.” Lolie senyum malu-malu. Hatinya berbunga. Hardi masih mengingat namanya.
Lalu Rara berkata, “Makasih, kak.”