"Aku tinggal di Trenggalek. "Â
Tiba-tiba Ki Ageng Sura Menggala datang sambil menenteng dua buah kelapa muda. Ia tertawa senang melihat pemuda itu sudah nampak sehat kembali.
"Buatkan kami minuman yang lezat Pluk. Ini aku bawakan kelapa muda. Pasti segar dan enak jika dibuat serbat. Campurkan madu yang banyak." Katanya.
"Sendika Bapa." Kata Cempluk.Â
Gadis itu bergegas pergi ke dapur untuk membuat minuman kesukaan bapanya. Sementara Ki Sura Menggala menemani pemuda itu duduk-duduk di depan rumah. Sejenak pandangan mereka berdua mengikuti  langkah kaki Cempluk menuju pintu rumah yang cukup besar itu.
"Sejak kecil anak itu telah ditinggal ibunya. Hanya aku temannya di rumah. Meski sahabatnya cukup banyak di desa ini." Tiba-tiba Ki Sura Menggala mencurahkan hatinya.
"Benarkah paman ? Paman berhasil mendidiknya dengan baik. Kecuali pemberani, ia sangat sopan. Juga terampil mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga." Jawab pemuda itu.
Ki Ageng Sura Manggala tersenyum. Namun sebentar kemudian ia memandang serius pemuda itu.
"Siapa sebenarnya dirimu anak muda ? Aku tak pernah melihat pemuda berpakaian bangsawan dan berkuda tegar sepertimu. Kau bukan anak punggawa kadipaten Wengker bukan ?" Tanya Ki Sura Manggala.
"Baiklah paman, aku ingin berterus terang kepada paman. Walau sebenarnya sejak awal aku berniat menyembunyikan jatidiriku sesaat setelah pergi dari rumah.
Namaku Subrata paman. Lengkapnya raden Subrata, putra sulung Ayanhanda Adhipati di Trenggalek. Aku kesasar sampai sini karena melarikan diri, menghindari perjodohan yang diputuskan ayahanda tanpa persetujuanku.Â