"Apa katamu dulu jika berhasil bertemu dengan Tunggul Ametung, katakan sekali lagi garudaku." Minta Loh Gawe.
"Hahaha. Akan gedik kepalanya guru, sampai pecah. Manusia laknat keparat penindas rakyat jiwanya bejat tak layak hidup. Ia akan merusak keseimbangan hidup jagat pramudita. Hendak mengangkangi jagat ini untuk diri sendiri." Jawab Arok.
"Yah aku suka jawabanmu. Namun jangan kotori tanganmu dengan darah manusia bejat semacam itu. Garudaku. Carilah jalan yang lebih cerdik. Mahadewa melindungimu. Meditasilah sampai pagi. Selamat malam.
****
Hari itu Ken Arok telah menjadi bagian dari prajurit pengawal di pakuwon Tumapel. Ia masih ingat saat pertama kali ia bertemu dengan Akuwu Tunggul Ametung. Nampak wajah lelaki yang dianggapnya candala itu terlihat masam. Senyum kecut seolah mengejek brahmana mulia mahagurunya.
"Itukah jagoanmu yang kau percaya akan mampu memadamkan kerusuhan di negeri ini Hyang Mulia ?" Tanyanya.
"Benar Akuwu. Ia garudaku yang aku percaya menyelesaikan tugas itu. Sekarang aku serahkan dia bukan kepada Akuwu, namun kepada Gusti Permaisuri Ken Dedes, wanita mulia permata kiriman para dewa yang dicintai kawula." Kata Loh Gawe.
"Hahaha ya ya. Tapi usianya terlalu muda, aku sangsi ia mampu bekerja." Jawab Akuwu.
"Semuanya harus diuji dulu Akuwu. Menduga-duga saja bisa salah melakukan penilaian." Kata Loh Gawe.
"Baik. Jika kau percayakan kepada permaisuri Ken Dedes, sebaiknya ia aku tempatkan sebagai prajurit penjaga keamanan puri. Hartaku yang kuanggap berharga hanya puri dan isinya." Kata Akuwu.
"Lantas kapan ia dipercaya memadamkan kerusuhan negeri ini Akuwu ? Jika setiap hari ia terkungkung menjalankan tugas  dalam puri ini, kerusuhan tak akan pernah padam "