Ken Arok menarik nafas dalam. Meredakan sedikit amarahnya karena Bana meninggalkan padepokan. Ingkar atas tugas menggantikan dirinya melayani Dahyang Loh Gawe, guru mereka.
"Apakah ada pesan penting dari beliau ?" Tanya Ken Arok.
"Hanya itu pesannya. Segera pulang ke padepokan, temui aku sekarang. Begitu." Jawab Bana.
Ken Arok menatap wajah teman-temannya. Dengan isyarat matanya seolah minta pertimbangan, tidak akan ikut rencana operasi pencegatan prajurit Tumapel yang akan pergi ke Kediri, membawa upeti untuk Prabu Kertajaya.Â
"Tinggalkan saja Arok. Temui gurumu, barangkali sangat penting. Lusa kami akan mencegat pembawa upeti itu di hutan Sanggariti. Meski terasa kurang asyik tanpa kau bersama kami, tapi percayalah kami sanggup tunaikan tugas." Kata pemuda pendek itu.
"Baiklah Hayam. Aku titipkan teman-teman dalam pimpinanmu. Jika selesai simpan hasilnya di tempat yang sudah kita sepakati. Kelak harta itu akan berguna bagi kita. Aku ingin menemui Mahaguru Loh Gawe."
Di depan pintu hutan Karautan itu mereka berpisah. Hayam bersama lima orang temannya segera masuk hutan yang menjadi sarang mereka sejak mereka jadi buron prajurit Tumapel. Sementara Ken Arok segera mengayun langkah ke kapedokan Dahyang Loh Gawe.
******
"Saya datang guru. Ada tugas yang akan engkau berikan padaku ? . Mohon sampaikan saja" kata Arok.
"Dari mana saja kamu. Hampir saja aku putus asa menunggu kedatanganmu. Janjiku kepada Akuwu Tunggul Ametung hampir habis waktunya, besok pasti ia akan datang menagihnya. Untuk mencarikan ksatria yang mampu memadamkan kerusuhan di negeri ini. Jika ingkar leherku akan dipenggalnya." Kata gurunya.
"Kenapa guru mencariku ? Bukankah tinggal guru katakan, jika Akuwu mampu mengendalikan prajuritnya untuk tidak menindas rakyat, maka para perusuh yang menyatroni pembawa upetinya akan berhenti dengan sendirinya." Â Kata Arok.