***
Sore itu Ken Arok dan lima anak buahnya mendapat giliran 'tungguk kemit' di istana. Tugas rutin setiap beberapa saat mereka harus melakukan patroli berkeliling melihat keadaan. Seluruh lorong di istana sudah diketahuinya, tempat-tempat penting juga sudah dikenalnya.
Saat itu ketika matahari sebentar lagi tenggelam, ia serombongan berjalan di lorong sisi luar tembok tamansari keputren. Tembok itu cukup tinggi, semua orang yang lewat jalan itu tak dapat melihat apa isi tamansari itu. Siapapun tak berani melihat meskipun sekedar ingin tahu. Hukumannya terlalu berat bagi siapa saja yang berani mengintip.
Tiba-tiba langkah mereka berpapasan dengan prajurit pengawal yang baru pulang mengiringi Gusti Putri Permaisuri Tumapel pulang dari tetirah di taman larangan, taman indah hadiah khusus dari Akuwu untuk Ken Dedes.
Terpaksa Ken Arok dan kawan-kawannya menghentikan langkah, dan berdiri diam dengan takjim menunggu Permaisuri keluar dari tandu dan melangkahkan kaki masuk pintu butulan taman sari keputren.
Daun pintu butulan telah terbuka, dua emban menunggu di samping daun pintu itu, jika permaisuri sudah masuk demikian pula emban pengiringnya, dua emban penjaga pintu akan segera menutupnya.
Syahdan saat Ken Dedes keluar dari tandu, dan pintu butulan telah terbuka, tiba-tiba datanglah angin yang bertiup kencang. Hembusan angin yang banyak membawa debu itu menerpa setiap orang yang berdiri di situ. Dengan spontan semua orang menoleh menghindari debu yang berterbangan agar tidak memasuki mata. Bahkan hampir semua orang memejamkan mata. Kecuali Arok seorang.
Ken Dedes sudah terlanjur keluar dari tandu, iapun memejamkan mata pula. Namun angin kencang itu tak peduli apapun yang diterjangnya. Tiba-tiba kain sutra penutup tubuh bagian bawah Ken Dedes tersingkap. Ken Arok terpana sejenak melihat kejadian itu. Namun sebentar kemudian ia terkejut, dari balik cawat yang dikenakan Ken Dedes memancar sinar terang benderang yang menyilaukan.
Arok mampu bertahan menatap sinar itu. Getaran energi kundalininya bekerja, merambat dengan cepat menuju kedua bola matanya. Mata itupun lantas bersinar seperti mata kucing candramawa.
Ken Dedes yang menyadari kain sutra penutup tubuhnya tersingkap hingga memperlihatkan bagian tubuh yang dirahasiakan, bergegas membenahi pakaiannya. Setelah itu matanya jelalatan memandang setiap orang di sana. Hampir semua ia yakini tak melihat keadaannya barusan. Kecuali seorang pemuda yang dengan berani membuka mata menatapnya.
Dengan marah ia menatap balik mata pemuda itu. Namun sebentar saja ia tak mampu melanjutkan tatapannya. Mata pemuda yang tak dikenal yang kini berdiri di depannya itu sangatlah tajamnya. Â