Ki Ardi bersiap menunggu singa galak itu menerkamnya, tongkatnya telah ia angkat tinggi-tinggi, siap menggebug punggung singa galak itu. Getaran aji Tapak Naga Angkasa juga sudah ia alirkan ke tongkat itu hingga sampai ujungnya.
Seperti mendengar petir menggelegar di siang bolong saat langit tak ada awan, kakek tua yang saat muda bernama Bawana itu terkejut setengah mati, yang ditunggu meloncat untuk menerkamnya tak kunjung datang. Sebaliknya yang ia lihat singa galak itu membalikkan tubuhnya dan berlari kencang menuju kerumunan prajurit dan pengawal yang berdiri di pinggir arena pertempuran.
"Awasss !!!!" Teriak Ki Ardi mengingatkan.
Namun teriakan peringatan kakek tua itu tidak berpengaruh terhadap nasib para pengawal dan prajurit yang tengah berdiri rapat seperti pagar betis di pinggir arena pertempuran dua tokoh sakti itu.Â
Sebentar saja terdengar jeritan menyayat bersautan dari mulut-mulut pengawal dan prajurit yang diterjang oleh serangan Singa Lodhaya. Disusul oleh beberapa tubuh berjatuhan bermandi darah. Mereka yang lolos dari terkaman berlarian ke sana kemari menjauhi arena untuk menyelamatkan nyawa mereka dari dewa maut.
Singa Lodhaya terus bergerak dengan ganasnya. Ia mengamuk menyerang siapa saja yang berada di dekatnya. Korban berjatuhan tak lagi terbilang jumlahnya. Siapapun yang diterkamnya pasti meregang nyawa.
Sembada tak mau tinggal diam. Dengan cambuk Nagageni di tangannya ia segera berlari mendekati medan yang kacau balau itu. Demikian juga Nyai Rukmini, iapun berlari kencang dengan tongkat penjalin di tangan, siap digebugkan ke tubuh singa yang menggila itu. Disusul Sekar Arum yang melayang terbang lewat kepala-kepala prajurit dan pengawal yang panik berlarian. Kedua pedang di tangannya berputar teraliri aji Garuda Sakti sampai puncak.
Sembada melihat Singa Lodhaya dengan ganas dan kejam menyerang pengawal dan prajurit dengan cakar baja tajamnya. Siapapun yang terkena cakarnya pasti terjungkal bermandi darah. Ia bergerak kesana kemari seolah tengah memamerkan tarian maut dewa Yama yang bertugas mencabut nyawa orang.
Segera saja Sembada menukik turun sembari menghantamkan ujung cambuknya ke punggung lawan. Namun Singa Lodhaya dengan gesit dan lincah menghindar. Namun Sembada tidak mau berhenti berusaha menghadang amok singa galak itu. Ujung cambuknya bergerak cepat, benda lentur itu kini dapat membelit leher gembong hutan Lodhaya.
Dengan cepat pula Sembada menarik cambuk dengan seluruh tenaga yang dimilikinya. Bersama dengan gerak tarikan cambuk itu, sebuah bayangan menukik dari udara seperti burung camar yang bermain di samudra, tongkat penjalin di tangan bayangan itu bergerak cepat dan kuat, menghantam dada Singa Lodhaya.
"Heeekkk" terdengar nafas Singa itu terhambat sesaat oleh hantaman tongkat penjalin bayangan orang yang ternyata Nyai Rukmini itu.