"Sukurlah, atas karunia Hyang Widhi kami berhasil mengumpul kan kerang-kerang hijau itu banyak sekali. Cukup untuk obat luka puluhan bahkan ratusan orang."
"Kalau begitu, maukah bapa menolong kami ?. Baru saja teman-teman kami terluka oleh senjata. Karena perang yang baru selesai pagi tadi." Tanya pengawal itu.Â
"Tentu. Kami dengan senang hati akan membantu. Di manakah teman-temanmu yang terluka itu ?" Jawab lelaki itu.
"Mereka dikumpulkan di balai kademangan, bapa. Jika bapa bersedia akan kami antar bapa bersama teman-teman bapa ke balai kademangan. Sekaligus akan aku laporkan kepada pimpinan kami. Maaf, siapakah nama bapa ?"
"Saya Barada tuan. Pemimpin padepokan Tunggarana. Anak-anak muda ini adalah murid-muridku."
"Baiklah. Mari ikut kami bapa. Kami antar kalian Ke balai kademangan agar bapa bisa segera mengobati luka teman-teman kami."
Pendeta suci itu menganggukkan kepala. Mereka segera berjalan menuju balai kademangan Maja Dhuwur. Â Ketika sampai segera prajurit bergegas mendahului masuk balai kademangan, mencari senopati untuk melaporkan kedatangan pendeta suci bernama Barada yang memiliki keahlian tentang obat-obatan.
Senopati Wira Manggala Pati dan demang Sentika bersama para pimpinan prajurit dan Pengawal Maja Dhuwur baru selesai makan siang. Mereka duduk di ruang tengah rumah ki demang. Prajurit itu segera menghampirinya.
"Ampun tuan senopati. Kami melaporkan kedatangan empat orang tamu para pendeta suci dari padepokan Tunggarana. Mereka punya keahlian mengobati luka akibat senjata tajam."
"Dari padepokan Tunggarana ? Apakah namanya Mpu Barada ?" Tanya Senopati.
"Beliau hanya menyebut namanya Barada saja tuan. Tidak memakai embel-embel kata Mpu." Jawab pengawal itu.