Cucu-cucu Ki Narto Celeng nampak gembira Adik-adik Ranti kemudian membantu neneknya memetik sayur. Â Alangkah riang hati mereka, seolah tidak merasakan kesedihan apapun meski ayah ibunya tidak pernah merawatnya. Â Bagi mereka kakek nenek mereka adalah segalanya, pelindung dan perawat hidup mereka. Demikian batin Sembada.
Setibanya dari pategalan Kakek Narto segera mengambil sebuah jala yang bergantung di dinding rumahnya. Â Sebuah kepis ia gantungkan di pinggang, terikat oleh tali yang melingkar di perutnya. Â Ketika keluar pintu ia pamit kepada Sembada hendak mencari ikan di sungai.
"Aku akan mencari ikan di sungai dulu Ngger. Â Kamu istirahat saja di rumah."
"Saya ikut kakek. Â Saya juga sering mencari ikan di sungai, tapi kami menangkapnya dengan tombak."
"Kalau begitu silahkan ngger. Â Agar kita tidak kesorean nanti pulangnya. Â Karena harus mengantar cucu-cucuku menonton tari kuda kepang di halaman balai desa"
Sembada mengikuti Kakek Narto ke sungai. Â Ia sangat terharu dengan apa saja yang dilakukan demi membesarkan cucunya. Â Ia yakin ikan-ikan yang didapat tidak sekedar dimakan sendiri sekeluarga, namun sisanya pasti akan dijual untuk memenuhi kebutuhannya yang lain.
Sungai tempat berburu ikan kakek itu bukanlah sungai yang besar. Â Namun ikannya banyak sekali. Â Beberapa kali lemparan jala sudah mendapatkan beberapa ikan. Â Ikan kecil-kecil dikembalikan ke sungai lagi, hanya ikan-ikan besar yang dimasukkan kepis.
"Kenapa dikembalikan kek ikan yang kecil-kecil. Â Dibotok tentu enak itu."
"Hidup jangan terlalu serakah Ngger. Â Biarlah ikan-ikan itu besar dulu. Â Nanti juga akan tertangkap jala kakek."
"Apa pencari ikan di sini tidak banyak Kek ?"
"Kayaknya hanya kakek yang rajin menjala ikan. Â Lainnya lebih senang berburu kijang atau babi di hutan."