"Pergi!" gertakku kepada anak-anak yang berkumpul di pinggir jembatan itu. Aku menggeram. Mataku nyalang menyorot sempurna. Kutampilkan sepasang taring yang benar-benar terlihat seperti taring serigala ini.
Melihat itu, Jelita tertawa menyaksikan gerombolan remaja yang terbirit-birit pergi tanpa perlawanan itu. Kini kota benar-benar milik kami. Jembatan ini sepenuhnya kami kuasai.
Kami duduk di alas kardus yang anak-anak tadi tinggalkan. Dini hari makin turun. Udara malam kian menusuk. Melihatnya tampak menggigil, kututup punggungnya yang separuh terbuka itu dengan jaketku. Ia tersenyum. Terlihat merasa lebih baik.
Saat-saat seperti inilah, aku merasa kami dua orang manusia yang baik-baik saja. Tanpa embel-embel tersisihkan oleh sebagian masyarakat. Gadisku tersenyum manis. Jelita-ku berpipi ranum. Kekasihku berwajah menawan. Aku seolah lupa bahwa kami adalah sepasang manusia yang tak baik-baik saja. Tubuhku dicap seram dan berbeda. Sedang ia perempuan yang telanjur berjibaku di gemerlapnya dunia malam. Kami sama-sama manusia yang hanya memiliki malam sebagai dunia kami. Laiknya serigala yang hanya memiliki waktu malam untuk mengaum, kami pun demikian.
Siang hari adalah waktu yang mengharuskan kami pulang, melesak, ke ruang yang hanya dihuni kami sendiri. Ruang yang sama-sama dipertautkan oleh kesepian. Mungkin, seperti itulah tangan takdir bergerak mempertemukan kami. Ketika selepas malam kudapati dirinya di jembatan ini, kami di bertemu kembali. Dengan 'pakaian' malam melekat di tubuh masing-masing.
"Eh, Ajak, kan?"
Sekonyong ia sudah berdiri di hadapanku. Seorang lelaki merangkul bahunya. Wajah si lelaki sempoyongan. Keduanya baru saja keluar dari ruang pesta yang ingar-bingar.
"Siapa dia, Sayang?" racau lelaki itu. Matanya mengerjap beberapa kali, tubuhnya berdiri tak seimbang.
"Hanya kenalan."
"Oh, ayo pergi. Aku ngantuk sekali." Lelaki itu segera menariknya berjalan. Akan tetapi, sebelum benar-benar meninggalkanku, ia melempar selembar kartu ke arahku. Sebelum pada akhirnya berlalu setelah mengerling dan memberi kode dengan jarinya yang berkata, "Telepon aku."
***