Aku mengangguk.
Tawanya seketika pecah. Keras. Serak. Kemudian berganti batuk-batuk hebat. Keras. Serak.
"Nama yang konyol. Sesuai penampilan, hmm."
Aku terdiam.
"Ah, maaf. Bukan maksudku menyinggung." Ia mengulurkan tangan. "Jelita. J-E-L-I-T-A. Sesuai penampilan, hmm."
***
"Hey!"
Aku menoleh. Ia datang. Memeluk. Mengecup sekilas bibirku.
"Whoa, sialan!" decaknya ketika pandangannya mengarah ke pojokkan, ke tempat sejoli muda keparat itu masih melenguh dan bermandikan keringat.
 "Pantas kau betah di sini."
Aku menggeleng. "Tidak, aku hanya menunggumu."
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!