Mohon tunggu...
Muhammad Hidayat
Muhammad Hidayat Mohon Tunggu... -

Lebih kurang empat tahun terakhir hidup di Beijing, melihat dan merasakan kemajuan di negeri Tiongkok ini. Menjadi pelajaran sangat berharga. Banyak hal, yang di negeri sendiri, negeri tercinta, cuma menjadi perdebatan antar kusir, tak ada ujung, di Tiongkok sini sudah dibikin tanpa banyak cing cong. Mungkin bisa sedikit share buat yang lain. Siapa tau bermanfaat. Smoga.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jangan Pidanakan Perdata (6)

12 Juli 2012   16:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:01 1654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaannya adalah siapakah Hotasi Nababan? Masuk kategori manakah ia dari kedua orang itu?

Saya mengenal Hotasi cukup lama. Begitu ia masuk ke BUMN saya menaruh harapan yang sangat besar. Saat itu tidak banyak profesional yang berani masuk ke BUMN seperti saat ini yang sudah memberi ruang yang besar bagi profesionalisme, transparansi, dan peran pasar. Ingatlah saat ia memimpin Merpati, Indonesia baru saja memasuki krisis yang amat memilukan dan dunia airlines terpuruk tajam. PTDI (Dirgantara Indonesia) saja tak bisa tinggal landas. Jelas tak banyak orang yang berani memimpin selain orang-orang yang mencari jabatan dan rasa aman. Sudah begitu, maaf saja, gajinya pun tak begitu memadai. CEO BUMN saat itu benar-benar underpaid, meski diatas gaji PNS tentunya. Maka, kalau ada satu dua CEO pofesional, anda bisa duga apa yang akan terjadi pada dirinya. Tetapi tanpa mereka mana ada transformasi, apalagi reformasi. Tak ada kesejahteraan baru. Tak ada pembaharuan.

Hotasi termasuk CEO yang menurut saya punya keberanian perubahan. Namun, sekali lagi perubahan itu berisiko, apalagi perusahaan yang ia masuki bukanlah perusahaan yang sehat dan memiliki kemampuan keuangan yang memadai. Bahkan business modelnya pun perlu diperbaiki, diubah arahnya. Warisan yang ia terima bukanlah warisan yang sudah baik dari sananya. Maka keberanian sangat dibutuhkan. Beberapa kali saya memuji langkah-langkahnya.

Bagi saya, Hotasi adalah salah satu putra terbaik yang kita miliki. Di antara kawan-kawan dan seniornya dari ITB ia dikenal sebagai orang yang supel, having a clear direction, dan bukan orang yang mudah meng-entertain kekuasaan.

Namun, sesuatu yang saya ramalkan kepada para change maker pun menimpa dirinya. Merpati tertipu oleh pelaku usaha dalam bisnis sewa-menyewa pesawat dari Amerika Serikat. Ibarat pesawat Sukhoi yang bertransformasi dari industri pesawat tempur ke pesawat penumpang, saat permintaan tinggi, ia justru menabrak gunung dan terjerembab.

Tetapi, bukankah ini persoalan biasa dalam bisnis dan penipu bisa dilaporkan kepada polisi dan diseret ke muka pengadilan? Bukankah hampir setiap hari para CEO bank mengalami hal serupa, bahkan puluhan kali dalam sehari, sekalipun mereka telah memagarinya dengan risk management dan dikawal direktur kepatuhan?

Saya hanya berharap para penegak hukum bisa memahami sifat dari dunia bisnis dan tidak hanya menggunakan dalil hukum untuk menyeret oang-orang tak bersalah. Seperti anda, saya pun muak dengan korupsi. Saya muak dengan koruptor dan kekuasaan. Tetapi saya lebih muak lagi melihat ketidakadilan. Kita memang dibesarkan dalam disiplin ilmu, warna pikiran, dan pengalaman yang berbeda-beda sehingga bisa saja melihat dari kacamata yang berbeda pula. Maka, ijinkan saya memberikan apa yang saya lihat, yang menurut saya perlu keberanian dalam melihat dan menguji kebenaran. Bukankah kebenaran hanya bisa ditegakkan melalui keberanian dalam menatap dan mengujinya?

BAB III

REKAM JEJAK SANG PROFESIONAL

... bersambung ...

SALAM KEADILAN!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun