"oh ia, ini bukunya anak muda. Itu buku-buku pelajaran ku dulu, mudah-mudahan bisa bergunana ya, salam untuk adik-adik dipondok baca kalian, mudah-mudahan suatu saat aku bisa bermain kesana" sembari Eka menyerahkan sekardus buku yang disusun nya rapi
"terimakasih nona, salam akan aku sampaikan" balas Linggom sembari menerima buku-buku tersebut.
Tak terasa, mereka telah duduk bersama kurang lebih 3 jam di tempat itu. Linggom yang memang dari awal telah menaruh hati pada Eka memang berencana menyampaikan langsung perasaan itu kepada Eka. Namun sayangnya, Linggom adalah seorang aktivis yang ketika aksi saja bersuara lantang dan berani menantang siapa saja akan tetapi nyalinya akan ciut ketika dihadapkan dengan dialektika romantisme. Memang itu adalah kebanyakan problematika para aktivis.
"Apa aku sampaikan saja apa yang kurasakan ya, berhubung sekarang tanggal yang cantik" gumam Linggom dalam hati yang kebetulan saat itu adalah tanggal 14 Februari 2019. "bukankah ini adalah tanggal dimana para anak muda merasakan indahnya cinta? Dan apakah pertemuan ini juga sebagai penanda bahwa alam juga mendukung dan setuju dengan apa yang aku rasakan?" kembali Linggom bertengkar dengan perasaan dan logikanya. "ah sudahlah, mungkin ini bukan waktu yang tepat, barangkali aku harus mengumpulkan keberanian dulu untuk bisa menyampaikannya" gumam Linggom.
"baiklah nona, kita bergerak saja, adalagi yang masih harus aku kerjakan, kebetulan kami hari ini pemilihan ketua" cetus Linggom memecah keheningan sore itu. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 18.58 Wib. Dan sore itu, cuaca agak mendung. Dan ketika akan beranjak, tiba-tiba guyuran gerimis menemani sore itu menemui malam. Dan mereka batal untuk beranjak dari tempatnya masing-masing.
"ah,sial hujan lagi. Pesan kembali kopimu nona sepertinya ini akan hujan." gerutu Linggom sembari meletakkan kembali kardus yang berisi buku-buku tadi.
"aku lemontea hangat aja" sahut Eka
Sembari menunggu hujan reda, pikiran dan bayang-bayang soal perasaan itu kembali menghantui Linggom. Kondisi alam itu juga memaksa Linggom untuk menterjemahkan sendiri kenapa tiba-tiba bisa turun hujan. "apakah alam juga memaksaku untuk berani mengatakan ini?" gumam Linggom. "Ah sial, sepertinya aku harus menyelesaikan ini semua, apapun hasilnya dan bagaimanapun tanggapannya,aku harus berani mengungkapkan ini"
"hey nona, sepertinya aku sukalah samamu" ucap Linggom tiba-tiba memecah keheningan sore itu.
Dengan perasaan heran dan penuh tanya, Eka dengan muka nya yang merah malah tertawa sembari merapatkan jidatnya ke meja. Wajahnya seolah-olah ingin mengatakan "wow,ternyata kamu berani juga mengatakan itu". Dan seketika Linggom bingung, antara perasaanya yang dicampur adukan atau menyesal telah mengungkapkan hal tersebut. Dan benar saja dugaannya, Eka merespon hanya dengan santai dan mengagumi keberanian Linggom untuk mengatakan hal tersebut.
"hahahaha, salut samamu anak muda. Ternyata kau berani juga untuk mengatakan itu ya" balas Eka menanggapi apa yang diutarakan oleh Linggom.