Mohon tunggu...
Tri Nawdy Sangian
Tri Nawdy Sangian Mohon Tunggu... Pengacara - Penulis

Catatan Tri Nawdy

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemilu Inklusif Menurut Konsep Negara Konstitusional

14 Maret 2023   17:58 Diperbarui: 16 Maret 2023   13:45 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demokrasi merupakan pemerintahan yang berorientasi dasar kepada kepentingan rakyat. Pemerintahan yang meletakkan rakyat sebagai basis espitemologis kekuasaan, sehingga tidak ada kekuasaan tanpa kehadiran rakyat Indonesia. Rakyat yang menentukan kenapa kekuasaan itu ada, beroperasi dan memiliki legitimasi.1

Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (democracy is government from the people, by the people and for the people). Sebuah nalar yang cukup baik, meletakan rakyat dalam tiga spektrum yang bersamaan dan semuanya meletakan tumpuan pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.2

Asumsi demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang paling cocok dengan umat manusia telah diterima oleh banyak kalangan. Karena salah satu faktor penting dari sistem ini adalah memposisikan individu sebagai instrumen tunggal yang bebas, merdeka, dan sebagai subjek. Individu adalah merupakan manifest dari wisdom yang bertindak secara sadar, tidak diarahkan, tidak dimobilisasi apalagi dibayar. Itu adalah hakikat utama demokrasi.3

Konsepsi demokrasi selalu menempatkan rakyat pada posisi yang sangat strategis dalam sistem ketatanegaraan, walaupun pada tataran implementasinya terjadi perbedaan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Karena berbagai

1 Sarifuddin Sudding, Perselingkuhan Hukum dan Politik Dalam Negara Demokrasi, Rangkang Education, Yogyakarta, 2014, halaman 17

2 Ibid halaman 18 3 Ibid

varian implementasi demokrasi tersebut, maka di dalam literatur kenegaraan dikenal beberapa istilah demokrasi yaitu demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, demokrasi nasional, dan lain sebagainya.4

Karena rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam suatu negara demokrasi, maka sudah seharusnya pemerintah atau penyelenggara negara (termasuk badan-badan penyelenggara Pemilu) mengedepankan hak-hak rakyat yang fundamental termasuk hak setiap rakyat ketika berpartisipasi memberikan suara dalam pemilihan umum.

Jika mengacu kepada konstitusi Indonesia (Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945), maka kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.5 Artinya, sekalipun kekuasaan rakyat tersebut ditegaskan memiliki legitimasi terkuat, tetapi dalam pelaksanaannya harus dijalankan menurut Undang-Undang Dasar atau konstitusi.

Sebagai akibat dari implementasi ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, dan lebih lanjut di dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 juga ditegaskan jika Pemilihan Umum dilaksanakan dengan asas Luber dan Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil), maka pelaksanaan pemilu dilaksanakan dengan memperhatikan

4 Ibid halaman 21
5 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

hak-hak rakyat yang dijamin oleh konstitusi sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.6

Makna umum dalam asas penyelenggaraan pemilihan umum tersebut berarti semua warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih dapat memilih tanpa terkecuali.7 Hal ini selaras dengan konsep pemilu inklusif, dimana pemilu diselenggarakan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua warga negara yang telah berhak memilih tanpa memandang suku, ras, agama, jenis kelamin, penyandang disabilitas, status ekonomi dan perbedaan lain.

Pemilihan umum inklusif juga sejalan dengan prinsip negara demokrasi konstitutional, karena konstitusi itu juga mengatur hak-hak dasar dari rakyat serta dijalankan dengan prinsip demokrasi, maka hal tersebut tidak boleh dikesampingkan baik disengaja ataupun tidak, karena jelas pengabaian atas hak-hak konstitutional warga negara yang dijamin oleh konstitusi adalah sebuah pelanggaran terhadap konstitusi.

Pada pengalaman-pengalaman di Indonesia dalam pelaksanaan pemilihan umum dan pemilihan (pemilihan kepala daerah/pemilukada) pelanggaran- pelanggaran atas hak-hak konstitutional warga negara yang bersifat administratif tidak jarang ditemukan, seperti tidak terdaftarnya si pemilih dalam daftar Pemilih Tetap (DPT)8, Formulir C6 tidak disebar9 dan lain sebagainya.

6 Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2022, kriteria Pemilih dalam pemilihan umum adalah warga negara indonesia yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin.

7 Journal.kpu.go.id Wedarini Kartikasari, Menjamin Pemilu Inklusif (Studi Tentang Pemungutan Suara Bagi Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit), KPU Kabupaten Lumajang.

8 Berdasarkan beberapa perkembangan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Pemilih bisa menggunakan Surat Keterangan Perekaman Elektronik ataupun KTP Sebelumnya (non elektronik). VIDE Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 20/PUU-XVII/2019

9 Undangan untuk memilih di lokasi TPS yang sudah ditentukan. 3

Sekalipun pelanggaran-pelanggaran tersebut bersifat administratif dan pemilih masih bisa menggunakan Kartu identitas (KTP) maupun surat keterangan perekaman KTP elektronik untuk memilih, tetapi kesengajaan terhadap pelanggaran tersebut merupakan bentuk konkrit penyelewengan atas hak memilih warga negara bahkan bisa berujung suatu tindakan kejahatan (pidana).

Menurut Adnan Buyung Nasution, Dalam suatu negara demokrasi konstitutional demokrasi bukan hanya cara, alat atau proses, tetapi adalah nilai-nilai atau norma-norma yang harus menjiwai dan mencerminkan keseluruhan proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Demokrasi bukan hanya kriteria di dalam merumuskan cara atau proses untuk mencapai tujuan, melainkan tujuan itu sendiri pun haruslah mengandung nilai-nilai atau norma-norma demokrasi.10

Pendapat Adnan Buyung Nasution tersebut mencerminkan bagaimana suatu jiwa dalam negara demokrasi konstitutional itu seharusnya berjalan, dengan implementasi pemilu inklusif diharapkan tidak dilakukan hanya semata-mata cara pelaksanaannya melainkan penjiwaannya harus betul-betul berakar pada konsep negara demokrasi konstitutional yang mengedepankan terjaminnya hak-hak dasar rakyat sebagaimana dijamin di dalam konstitusi.

Pelaksanaan demokrasi konstitusi terlihat dalam perwujudan antara lain Pertama, pelaksanaan pemilihan umum (pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, Presiden, Wakil Presiden, dan Kepala Pemerintahan Daerah), Kedua pelaksanaan

10 Adnan Buyung Nasution, Pikiran dan Gagasan Demokrasi Konstitutional, Kompas, Jakarta, 2010, halaman 3

norma-norma konstitusi dalam bentuk Undang-undang, Ketiga pelaksanaan kewenangan lembaga negara.

Karena pemilihan umum merupakan suatu ciri dalam sebuah negara demokrasi konstitutional, karena itu dalam penyelenggaraannya tetap berpedoman pada prinsip demokrasi dan konstitusi itu sendiri. Dengan penyelenggaraan pemilu yang inklusif yang nyatanya selaras dengan jiwa demokrasi itu sendiri, niscaya kedaulatan rakyat sebagaimana dimaksud di dalam konstitusi teraplikasi dengan baik.

Hukum pemilu yang inklusif memiliki ciri tidak mendiskriminasikan suatu golongan pemilih baik disengaja ataupun tidak. Karena apa pun manusia itu, sekalipun dia penyandang disabilitas tetap juga dia adalah warga negara dan dijamin hak-haknya oleh konstitusi untuk ikut dalam penyelenggaraan pemilihan umum.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, penulis membatasi penulisan ini pada ruang lingkup Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden saja, sedangkan pemilihan anggota legislatif dan pemilihan kepala daerah tidak akan penulis uraikan lebih lanjut. Selanjutnya penulis tertarik untuk mengangkat suatu judul dalam penulisan makalah ini dengan judul "Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Pemilu Inklusif Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Secara Langsung di Indonesia Menurut Konsep Negara Demokrasi Konstitusional".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis mengangkat rumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana bentuk pelaksanaan pemilu inklusif menurut konsep negara demokrasi konstitutional?

Apa yang menjadi kendala pelaksanaan pemilu inklusif dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui dan memahami seperti apa bentuk pelaksanaan pemilu yang inklusif menurut konsep negara demokrasi konstitutional.

Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemilu yang inklusif dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Manfaat teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai :

Sebagai bahan kajian untuk menambah wawasan mengenai hukum

tata negara khususnya dalam bidang amandemen pemilu.

Sebagai bentuk penambahan literatur tentang hukum tata negara

yang berhubungan dengan pemilihan umum di indonesia.

Sebagai langkah sosialisasi tentang bagaimana prosedur dan penyelenggaraan pemilu yang inklusif menurut konsep negara demokrasi konstitutional.

Manfaat praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai :

Sebagai kontribusi ilmu hukum terhadap pemangku jabatan legislatif guna sebagai referensi dalam menyususn konsep-konsep pemilu inklusif.

Sebagai sumbangsih penulis dalam bentuk himbauan dan sharing ilmu bagi lembaga legislatif dalam menyusun konsep pemilu yang inklusif.

Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah, legislator, dan akademisi hukum tata Negara dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memutuskan dan mengambil suatu kebijakan terkait pelaksanaan pemilu di Indonesia kedepannya.

Sebagai bentuk sumbangan pemikiran para pihak yang berkepentingan terutama masyarakat luas tentang bagaimana pemilu inklusif di Indonesia.

3. Manfaat akademis

Penelitian ini dilakukan sebagai wacana dan langkah awal bagi penulis untuk melakukan penulisan-penulisan dalam bidang hukum pemilu berikutnya.

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pemilu Inklusif Menurut Konsep Negara Demokrasi Konstitusional

Pemilihan umum (Pemilu) secara luas telah diakui sebagai metode efektif dalam menerjemahkan pilihan politik warga atas sekelompok orang yang akan mewakilinya duduk di badan perwakilan untuk menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan. Dalam tatanan masyarakat demokratis, wakil rakyat akan menyuarakan aspirasi dan permasalahan para pemilihnya dengan harapan bahwa keputusan yang diambil merupakan keputusan terbaik bagi kemaslahatan bersama.1

Pemilu menjadi mekanisme pemerintahan yang disukai banyak negara karena beberapa alasan. Pertama, Pemilu menawarkan mekanisme rekrutmen kepemimpinan pemerintahan yang didasarkan pada kehendak rakyat bersama. Mendelegasikan pengambilan keputusan politik kepada wakil atau pemimpin dalam suatu masyarakat yang akan berdampak langsung terhadap kepentingan umum, sesuai dengan sistem perwakilan yang bisa dipercaya dan memenuhi kualifikasi atau standar tertentu.2

Kedua, pemilu merupakan salah satu indikator utama dalam menentukan keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan standar kualitas hidup serta pemenuhan hak sipil dan politik masyarakat. Banyak lembaga global dan akademis yang mengakui bahwa pemilu merupakan salah satu indikator diantara beberapa

1 Leonardus H. Simarmata, Pemilukada "Optimalisasi Sentra Gakkumdu dan Peran Polri Dalam Penyelenggaraan Pemilu Yang Efektif dan Demokratis, Gramedia Widiasarana indonesia, Jakarta, 2021, halaman 2

2 Ibid

variabel dalam indeks kesejahteraan sosial-ekonomi. Ketiga, sebagai sarana untuk memobilisasi atau menggalang dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan melalui proses politik di lembaga-lembaga formal. Keempat, tegaknya akuntabilitas dan tanggung jawab pemerintah serta wakil rakyat.3

Kedaulatan menurut Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Melaksanakan kedaulatan itu bagi rakyat adalah dengan cara menentukan atau turut menentukan sesuatu kebijakan kenegaraan tertentu yang dapat dilakukan sewaktu-waktu menurut tata cara tertentu.4

Untuk menentukan siapa yang akan menduduki jabatan presiden dan wakil presiden, serta gubernur, bupati, dan walikota beserta wakilnya masing-masing, maka rakyat sendirilah yang secara langsung harus menentukan melalui pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah yang bersifat langsung. Demikian pula dalam menentukan suatu keputusan yang dinilai sangat penting, rakyat harus dilibatkan.5

Untuk memilih wakil-wakil rakyat dan juga untuk memilih para pejabat publik tertentu yang akan memegang tampuk kepemimpinan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan eksekutif, baik pada tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, diadakan pemilihan umum secara berkala, yaitu setiap lima tahun sekali.

3 Ibid halaman 3

4 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007, halaman 738

5 Ibid halaman 739

Mekanisme pemilihan umum ini merupakan wujud penyaluran aspirasi dan kedaulatan rakyat secara langsung sesuai dengan kalender ketatanegaraan setiap lima tahunan. Di beberapa negara, selain pemilihan umum (general election), dikenal pula adanya referendum dan atau plebisite yang diadakan untuk menentukan pilihan mengenai sesuatu kebijakan tertentu.6

Salah satu pilar pokok dalam setiap sistem demokrasi adalah adanya mekanisme penyaluran pendapat rakyat secara berkala melalui pemilihan umum yang diadakan secara berkala. Pentingnya pemilihan umum diselenggarakan secara berkala dikarenakan oleh beberapa sebab. Pertama, pendapat atau aspirasi rakyat mengenai berbagai aspek kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat dinamis, berkembang dari waktu ke waktu. Dalam jangka waktu tertentu bisa jadi bahwa sebagian besar rakyat sudah berubah pendapatnya mengenai suatu kebijakan.7

Kedua, disamping pendapat rakyat berubah dari waktu ke waktu, kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat juga dapat berubah, baik karena dinamika dunia internasional atau karena faktor dalam negeri sendiri. Ketiga, perubahan- perubahan aspirasi dan pendapat rakyat juga dimungkinkan terjadi karena pertambahan penduduk dewasa. Mereka itu terutama para pemilih baru (new voters) atau pemilih pemula belum tentu memiliki sikap yang sama dengan orang tua mereka. Keempat, pemilihan umum perlu diadakan secara teratur untuk menjamin terjadinya proses pergantian kepemimpinan negara juga secara teratur.8

6 Ibid halaman 741 7 Ibid halaman 752 8 Ibid

Untuk menjamin siklus kekuasaan yang bersifat teratur itu diperlukan mekanisme pemilihan umum yang diselenggarakan secara periodik atau berkala, sehingga demokrasi dapat terjamin teratur dan berkesinambungan. Di samping itu, pemerintahan yang sungguh-sungguh mengabdi kepada kepentingan seluruh rakyat juga diharapkan dapat bekerja efektif dan efisien. Dengan adanya sistem demokrasi yang teratur itulah kesejahteraan dan keadilan dapat dijamin perwujudannya secara tahap demi tahap dengan sebaik-baiknya.

Kegiatan pemilihan umum (general election) juga merupakan salah satu sarana penyaluran hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karena itu, dalam rangka pelaksanaan hak asasi warga negara adalah keharusan bagi pemerintah untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemilihan umum sesuai dengan jadwal ketatanegaraan yang telah ditentukan.9

Sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat dimana rakyatlah yang berdaulat, maka semua aspek penyelenggaraan pemilihan umum itu juga harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah pelanggaran terhadap hak asasi jika pemerintah tidak menjamin terselenggaranya pemilihan umum, memperlambat penyelenggaraan pemilihan umum, atau tidak melakukan apa-apa sehingga pemilihan umum tidak terselenggara sebagaimana mestinya.

Dalam sistem demokrasi moderen, bagaimanapun legalitas dan legitimasi pemerintahan merupakan faktor yang sangat penting. Suatu pemerintahan di satu pihak harus terbentuk berdasarkan ketentuan hukum dan konstitusi, sehingga dapat

9 Ibid

dikatakan memiliki legalitas. Di pihak, pemerintah itu juga harus legitimate, dalam arti bahwa di samping legal, ia juga harus dipercaya.10

Menurut Taufiqurrohman Syahuri, demokrasi di indonesia adalah demokrasi yang dibingkai dengan norma-norma konstitusi (UUD Pasal 1 ayat 2). Karena itu agar derap demokrasi dapat berputar sesuai sumbu konstitusi, maka demokrasi itu harus dijaga. Pelaksanaan demokrasi konstitusi terlihat dalam kegiatan pemilihan umum, pembentukan aturan dan pelaksanaan kewenangan lembaga negara.11

Pemilihan umum adalah bagian dari pelaksanaan prinsip demokrasi yang disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 22E. Oleh karenanya negara yang menyatakan diri sebagai negara demokrasi dalam konstitusinya, pasti melaksanakan kegiatan pemilu untuk memilih pemimpin negara atau pejabat publik yang baru.12

Tepat sekali rumusan yang menyebutkan "kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang dasar" sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Atau dengan kalimat lain, demokrasi yang dijalankan di indonesia adalah demokrasi yang dikawal atau dijaga oleh norma hukum dasar (konstitusi), bukan demokrasi atas dasar semata-mata suara mayoritas.13

Pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi konstitusional dalam praktiknya sering kali menimbulkan perselisihan hasil penghitungan pemilu antara

10 Ibid halaman 753

11 Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Prenada Media Grup, Jakarta, 2011, halaman 155

12 Ibid halaman 156 13 Ibid halaman 158

KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum dengan peserta pemilu. Perselisihan itu dapat terjadi karena kesalahan prosedural baik disengaja atau tidak dan dapat juga terjadi karena penghitungan yang keliru.14

Karena konstitusi Indonesia mengandung amanat daulat rakyat dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan menurut Undang- Undang Dasar, maka dipastikan konsep pemilu yang berakar dari norma dasar (UUD NRI 1945) adalah konsep demokrasi konstitusional atau suatu konsep demokrasi yang dijalankan dengan rambu-rambu konstitusi sebagai hukum tertinggi.

Hukum Pemilu yang inklusif memiliki ciri tidak mendiskriminasikan suatu golongan pemilih baik disengaja maupun tidak. Apabila terdapat suatu prosedur yang dapat menyebabkan seseorang dapat kehilangan kesempatan untuk memilih, hukum pemilu yang inklusif dapat memberikan solusi-solusi yang fleksibel. Misalnya pada seseorang yang memiliki keterbatasan fisik yang tidak sanggup meninggalkan rumah atau ruangan perawatan pada hari pemungutan suara, dalam pengaturan pemilu yang inklusif, prosedur seperti mengadakan early voting atau dengan mobile voting station menjadi langkah solutif yang dapat mengakomodasi keperluan pemilih tersebut.15

Begitu pula bagi pemilih yang memiliki halangan karena perbedaan bahasa seperti yang umumnya terjadi di kalangan imigran. Para Imigran umumnya memiliki hambatan dalam memilih dikarenakan bahasa pada surat suara berbeda

14 Ibid halaman 159

15 Wedarini Kartikasari, Op.Cit, Menjamin Pemilu Inklusif (Studi Tentang Pemungutan Suara Bagi Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit), KPU Kabupaten Lumajang, halaman 66

dari bahasa yang dipakai sehari-hari. Pengaturan pemilu yang inklusif memberikan solusi kepada masalah tersebut misalnya dengan membuat petunjuk teknis dalam berbagai bahasa atau membuat surat suara dengan berbagai bahasa. Pemilih dengan kebutuhan khusus juga dilindungi oleh hukum pemilu yang inklusif untuk dapat memberikan suaranya secara rahasia, atau dengan menunjuk pendamping yang dipercaya untuk membantunya memberikan suara di TPS. Penunjukan pendamping tersebut dapat mengurangi terjadinya potensi intimidasi kepada pemilih berkebutuhan khusus

Seperti halnya demokrasi secara umum, pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia juga berpijak pada prinsip konstitusionalisme. Pemilihan umum yang pada hakikatnya merupakan saluran bagi rakyat untuk menyuarakan aspirasi dan hak politik mereka dalam mewujudkan sirkulasi kepemimpinan bagi wakil- wakilnya yang akan duduk di level eksekutif maupun yudikatif dilaksanakan dengan merujuk pada prinsip demokrasi dan daulat rakyat.16

Rakyat bertindak langsung sebagai direct voters di semua level pemilihan, baik pemilihan umum presiden, pemilihan umum kepala daerah, hingga pemilihan umum legislatif; nasional maupun daerah. Untuk memperkokoh penyelenggaraan pemilihan umum yang berbasis konstitusi, lembaga-lembaga pemilihan umum, seperti KPU, Bawaslu, juga diperkuat fungsi dan peranannya agar mendukung penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional dan demokratis.17

16 https://mpr.go.id/berita/Meletakkan-Konstitusi-Dalam-Proses-Demokrasi-dan-Pemilu- di-Indonesia, diakses pada hari Senin 13 Maret 2023, Pukul 12.08 WITA

17 Ibid

Pemilihan umum atau pemilu merupakan sarana berdemokrasi bagi warga negara dan merupakan hak warga negara yang dijamin oleh konsitusi, yaitu hak atas kesempatan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 yang berbunyi "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya", dan "Setiap orang berhak atas pengakuanjaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum" serta prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle).18

Terkait penyelenggaraan negara yang demokratis dan konstitusional, Menurut K.C Wheare pemerintahan yang konstitusional berarti lebih dari sekedar pemerintahan menurut ketentuan-ketentuan konstitusi. Menurut aturan, ia berarti pemerintahan yang merupakan kebalikan dari pemerintahan sewenang-wenang, ia berarti pemerintahan yang dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, bukan pemerintahan yang hanya dibatasi oleh keinginan dan kemampuan orang-orang yang memegang kekuasaan.19

Dengan hilangnya hak memilih sebagian besar warga Negara, secara tidak lansung Negara telah melanggar hak-hak asasi manusia yang pada saat ini sedang gencar-gencarnya didengungkan oleh sebagian besar Negara-negara di dunia berupa hak untuk dipilih dan hak untuk memilih. Di sisi lain hal tersebut juga

18 Andi Yuliani, http://jdih.sukabumikab.go.id/v1/artikel/detail/5/hak-konstitusional- warga-negara/ diakses hari Senin 13 Maret 2023, Pukul 12.37 WITA

19 K.C Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern (Modern Constitutions), Diterjemahkan Dari Karya K.C Wheare, Modern Constitutions (Oxford University Press 1996 dan diterbitkan Oleh Nusa Media, Bandung, halaman 208

merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi dalam suatu negara demokrasi konstitusional seperti Indonesia.

B. Kendala Pelaksanaan Pemilu Inklusif Dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Secara Langsung di Indonesia

Ketentuan konstitusi tentang pemilihan umum secara langsung Presiden dan Wakil Presiden sudah final sebagai keputusan politik nasional dan telah dimasukkan di dalam perubahan ketiga dan keempat UUD 1945. Bahkan ketentuan itu sudah dilaksanakan secara sukses pada tahun 2004 dan telah melahirkan presiden dan wakil presiden pilihan rakyat pertama.

Menurut Moh. Mahfud MD, Secara umum dikatakan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung bersifat lebih demokratis. Tetapi secara khusus untuk pengalaman indonesia, paling tidak ada dua alasan mengapa gagasan pemilihan langsung dianggap perlu. Pertama, pemilihan langsung lebih membuka pintu bagi tampilnya presiden dan wakil presiden yang sesuai dengan kehendak mayoritas rakyat sendiri.20

Alasan tersebut muncul karena berdasarkan hasil pemilihan presiden tahun 1999, ternyata konfigurasi dukungan politik rakyat terhadap calon presiden yang diajukan oleh Partai Politik berbeda dengan konfigurasi kehendak wakil-wakilnya di MPR yang memiliki hak formal konstitusional untuk memilih presiden atas nama rakyat.21

20 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, halaman 138

21 Ibid

Alasan Kedua, perlunya pemilihan Presiden secara langsung adalah untuk menjaga stabilitas pemerintahan agar tidak mudah dijatuhkan di tengah jalan sesuai dengan yang berlaku di dalam sistem presidensial. Sistem presidensial semu yang berlaku di indonesia di masa lalu melalui cara pemilihan presiden secara tidak langsung ternyata telah menimbulkan masalah yang dilematis. Pada masa orde baru Presiden menjadi terlalu kuat dan sulit dijatuhkan. Pada era reformasi justru DPR dan MPR lah yang terlalu kuat.22

Basis legitimasi presiden dalam sistem presidensial secara politik berasal dari rakyat. Basis legitimasi ini diperoleh presiden melalui mekanisme pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat dengan masa jabatan bersifat tetap (fixed term). Karena itu, secara politik presiden bertanggungjawab kepada rakyat bukan kepada parlemen. Konsekuensi dari masa jabatan yang bersifat tetap adalah presiden dan wakil presiden tidak dapat diberhentikan di tengah masa jabatannya karena alasan politik.23

Ada dua varian model pelembagaan mekanisme pemilihan presiden secara langsung yang biasa diterapkan beberapa negara di dunia. Pertama, sistem pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, yang artinya dalam pemilihan rakyat secara langsung memilih nama presiden, dan yang dihitung adalah jumlah suara rakyat (popular vote). Kedua, sistem pemilihan secara langsung melalui mekanisme perantara yang tidak bersifat permanen, contohnya Amerika Serikat.

22 Ibid halaman 139

23 Hanta Yuda AR, Presidensialisme Setengah Hati Dari Dilema ke Kompromi (Studi Tentang Kombinasi Sistem Presidensial dan Multipartai di Indonesia Era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, halaman 17

Sistem pemilihan presiden Amerika Serikat ini biasa disebut dengan istilah electoral college system.

Secara normatif, adanya perundang-undangan tentang pilpres memberi gambaran bahwa Indonesia telah berupaya mewujudkan pengisian jabatan presiden dan wakil presiden secara lebih demokratis melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat (pemilih). Nilai demokrasi tercermin melalui kebebasan dan keterlibatan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Namun, dalam praktik pilpres 2004 dan 2009, ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya masih ada warga negara yang tidak terdaftar dan tidak dapat mengikuti pilpres, proses penjaringan dan penyaringan bakal calon presiden dan wakil presiden masih bersifat elitis dan belum partisipatif dan terbuka, masih adanya warga negara yang belum menjalankan hak pilihnya, pilihan rakyat (pemilih) belum aspiratif, dan penyelenggara pemilu yang belum sepenuhnya mandiri dalam menjalankan tugasnya.24

Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Arief Budiman mengatakan, terdapat sejumlah kendala dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia yang berpotensi menghambat demokrasi. Kendala itu adalah regulasi,

24 Umbu Rauta, Menggagas Pemilihan Presiden Yang Demokratis dan Aspiratif, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP -- Semarang, Journal Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), Volume 11 Nomor 3 Tahun 2014

anggaran, sumber daya manusia atau personel, partisipasi dan kepercayaan publik serta kondisi geografis dan infrastruktur.25

Lebih lanjut Arief Budiman mengatakan bahwa kendalah tersebut belum memperhatikan keragaman wilayah di indonesia, yang memiliki infrastruktur yang minim dan koindisi geografis yang sangat sulit seperti Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Anggaran seperti belanja rutin jika di sama ratakan dengan daerah lain akan menimbulkan persoalan serius.

Kendala-kendala tersebut beberapa diantaranya sudah mulai bisa teratasi oleh lembaga-lembaga penyelenggara pemilu, dengan adanya kerjasama dan koordinasi dengan pemerintah pusat maupun daerah, mengenai persoalan anggaran dan infrastruktur bisa dikatakan sudah bisa disiasati oleh pemerintah. Tetapi yang masih menjadi kendala yang masih sering terjadi adalah kondisi geografis yang ekstrim (Contoh: Papua) dan masalah keamanan pada penyelenggaraan pemilu.

Menerapkan konsep pemilu inklusif memang tidak gampang, ada banyak kendala-kendala yang dialami dalam pelaksanaannya, selain pada pengalaman- pengalaman bangsa indonesia sebelumnya yaitu pada pilpres tahun 2004 dan 2009, kendala teknis, infrastruktur dan kondisi geografis diatas, termasuk juga warga negara dengan halangan-halangan seperti karena pekerjaan, sakit, dan lain-lainnya akhir-akhir ini sudah bisa di berikan solusi melalui strategi-strategi dari penyelenggara pemilu melalui strategi pemilu inklusif.

https://kpu-pontianakkota.go.id/berita/lima-kendala-penyelenggaraan-pemilu-di-

25
indonesia, diakses hari Senin tanggal 13 Maret 2023, Pukul 14.28 WITA

Strategi pemilu inklusif yang lain, yakni pengaturan pemungutan suara yang aman dan nyaman lebih mengedepankan pada layanan di tempat pemungutan suara dimana semua jenis pemilih dimudahkan dan dapat merasa aman untuk memberikan suaranya di TPS tersebut. Standar minimum pembuatan TPS dalam ACE Electoral Network disebutkan harus memperhatikan hal-hal antara lain: kondisi bangunan, aksesibilitas, keamanan, listrik dan pencahayaan, komunikasi, meja kursi dan perabotan lain, dan fasilitas untuk penyelenggara dan pemilih.26

Tempat Pemungutan Suara yang aman dan nyaman memperhatikan kebutuhan seluruh golongan pemilih, misalnya lokasi yang tidak terlalu tinggi sehingga memudahkan pemilih berkebutuhan khusus, bebas antrian, pencahayaan yang cukup sehingga surat suara tampak jelas, fasilitas makan, minum dan toilet bagi penyelenggara, dan perabotan yang kokoh dan stabil. Selain itu, bantuan bagi pemilih berkebutuhan khusus juga merupakan fasilitas dalam pengaturan pemungutan suara yang aman dan nyaman.

Kedua strategi pemilu inklusif yang telah disebutkan sebelumnya, telah diadopsi oleh KPU dalam peraturan KPU yang menjelaskan tata Kompilasi Ringkasan Tesis Tata Kelola Pemilu Edisi I Tahun 2019 cara dan syarat-syarat pengaturan pemungutan suara. Namun pada prakteknya, masih ditemukan irregularity pada proses dan unsur-unsur dalam pemungutan suara.

Contoh irregularity yakni pembuatan TPS di tempat kurang representatif dan hanya dibatasi oleh tali dan spanduk, menumpuknya antrian, tempat yang

26 Wedarini Kartikasari, Op.Cit, Menjamin Pemilu Inklusif (Studi Tentang Pemungutan Suara Bagi Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit), KPU Kabupaten Lumajang,

gelap, lokasi bilik yang terbuka sehingga orang lain dapat melihat pemilih sedang memberikan suaranya, dan lain-lain. Begitu pula dengan irregularity yang terjadi pada pemungutan suara di Rumah Sakit. Tidak semua pasien pemilih di rumah sakit dapat dilayani, meskipun dalam peraturan KPU, para pasien difasilitasi untuk dapat memberikan suaranya dengan TPS bergerak yang berkunjung dari kamar ke kamar.27

Kendala faktual akhir-akhir ini yang serius menjadi ancaman pemilu (pilpres) adalah kondisi keamanan di Papua. Selain kendala-kendala yang sudah di uraikan diatas, kendala ini juga tidak kalah penting untuk di atasi karena menyangkut keselamatan nyawa manusia. Dengan pemberitaan akhir-akhir ini melalui media elektronik dan media massa, kondisi di Papua khususnya di daerah basis Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) masih menjadi ancaman serius.28

Untuk menentukan jalannya negara, rakyatlah yang harus mengambil keputusan melalui mekanisme pemilihan umum. Hak-hak politik rakyat untuk menentukan jalannya pemerintahan dan fungsi-fungsi negara dengan benar menurut UUD adalah hak rakyat yang sangat fundamental. Karena itu, penyelenggaraan pemilihan umum, disamping sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, juga merupakan pelaksanaan hak asasi warga negara.

Walaupun dalam menyelenggarakan pemilu yang inklusif itu akan banyak menghadapi hambatan-hambatan atau kendala, tetapi satu hal yang sangat penting yang harus diingat adalah bahwa pentingnya pemilu (pilpres) juga dapat dikaitkan

27 Wedarini Kartikasari, Op.Cit, Menjamin Pemilu Inklusif (Studi Tentang Pemungutan Suara Bagi Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit), KPU Kabupaten Lumajang, halaman 67

https://www.merdeka.com/peristiwa/jelang-pemilu-2024-kapolri-bentuk-struktur- keamanan-di-4-daerah-otonom-baru-papua.html

dengan kenyataan bahwa setiap jabatan pada pokoknya berisi tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh manusia yang mempunyai kemampuan terbatas.

Karena itu, pada prinsipnya setiap jabatan (Presiden) harus dipahami sebagai amanah yang bersifat sementara. Jabatan bukan sesuatu yang harus dinikmati untuk selama-lamanya, maka seseorang tidak boleh duduk di suatu jabatan tanpa batas yang pasti mengenai waktu penggantiannya. Tanpa siklus kekuasaan yang dinamis, kekuasaan dapat mengeras menjadi sumber malapetaka sesuai dengan adagium yang pernah dikemukakan oleh Lord Acton, "Power tend to corrupt, absolute power corrupt absolutely".29 Karena dalam setiap jabatan selalu ada kekuasaan yang cenderung berkembang menjadi sumber kesewenang- wenangan.

29 Asshiddiqie, Op.Cit, halaman 755

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Karena konstitusi Indonesia mengandung amanat daulat rakyat dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan menurut Undang-Undang Dasar, maka dipastikan konsep pemilu yang berakar dari norma dasar (UUD NRI 1945) adalah konsep demokrasi konstitusional atau suatu konsep demokrasi yang dijalankan dengan rambu-rambu konstitusi sebagai hukum tertinggi. Dengan dilakukannya pemilihan umum secara langsung oleh rakyat (kehendak rakyat) dan pelaksanaan hak-hak warga negara dalam pemilu dijamin oleh konstitusi, maka pemilu inklusif selaras dengan konsep negara demokrasi konstitusional seperti indonesia, atau idealnya Indonesia dapat dikatakan sebagai negara demokrasi konstitusional yang menjamin pelaksanaan pemilu inklusif.
 

Kendala-kendala menjalankan pemilu inklusif dalam pemilihan umum memilih presiden dan wakil presiden di indonesia bervariasi, mulai dari persoalan anggaran, teknis, kondisi geografis, infrastruktur serta faktor keamanan menjadi perhatian yang serius bagi penyelenggara pemilu di indonesia (KPU dan Bawaslu). Dengan berbagai strategi dari pengalaman- pengalaman yang pernah dialami, beberapa persoalan yang menjadi kendala-kendala tersebut bisa teratasi, hanya saja dengan kondisi faktual di lapangan seperti keadaan geografis negara indonesia dan faktor keamanan masih terus kendala serius dalam pelaksanaan pemilu di indonesia, yang khususnya dalam mengedepankan pemilu yang inklusif.

B. Saran

Sebaiknya sosialisasi kepada masyarakat luas dengan memanfaatkan fasilitas yang ada mengenai tahapan pemilu, hak-hak warga negara dalam pemilu, serta hal-hal lainnya terkait penyelenggaraan pemilu dilakukan secara luas dan terbuka.

Sebaiknya tidak diberlakukan penyamarataan anggaran (budgeting) pemilu di berbagai daerah yang berpotensi menimbulkan kendala-kendala dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia. Karena setiap daerah tidak mungkin sama persoalannya, artinya ada daerah yang kondusif ada juga daerah yang berpotensi membawa kendala, terhadap hal tersebut pemerintah sebaiknya memperhatikan kondisi masing-masing daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun