"Tangkap dan penjarakan orang sialan ini!" Lanjut Mr. Van menatap beberapa orang di belakang nya, memberi komando.
Gerakan Frans yang hendak berdiri terlalu lambat hingga gerakan cepat yang dilakukan beberapa orang Belanda ini sudah berhasil menahan kedua lengan Frans.
Hingga beberapa tahun Frans di penjara, nasib Irian bahkan masih terombang-ambing. Entah apa dan bagaimana.
Namun keberanian Frans memang tak diragukan lagi. Ia akan melakukan apapun demi menggagalkan rencana Belanda yang selalu ingin memecah belah persatuan Indonesia. Yang selalu berusaha membuat Irian agar terlepas dan membuat negara nya sendiri.
Perjuangan Frans Kaisiepo, tentu nya tidak berakhir sampai di situ. Tidak, tentu tidak karena dalam diri Frans sudah tertanam rasa nasionalisme yang tinggi. Jiwa pejuang dalam diri nya, juga usaha nya seumur hidup dalam mempersatukan Indonesia, membawa ia di anugerahi gelar sebagai pahlawan integrasi bangsa.Kala itu tahun 1921 di Pulau Biak, seorang yang nanti nya menjadi pejuang pemersatu bangsa lahir. Seorang politikus Papua, yang juga merupakan seorang nasionalis bangsa, Frans Kaisiepo. Kegigihannya mempertahankan Irian Barat yang mana sebelum nya bernama Papua, agar bisa tetap menjadi wilayah Indonesia begitu sungguh-sungguh.
Frans kecil kini telah beranjak dewasa. Ia tak gentar, otaknya terus berputar, berpikir bagaimana cara nya agar tanah kelahirannya ini bisa terlepas dari cengkraman Belanda yang saat itu tengah menguasai. Agar wilayah Papua bisa tetap menjadi bagian wilayah negara Indonesia.Â
Raut cemas mendominasi. Ketegangan seolah tak henti membayangi hidup mereka. Namun semangat nasionalisme semakin berkobar dalam dada kala Soegoro yang mana merupakan seorang pengajar di sana itu menguatkan keyakinan kepada anak didiknya bahwa Papua adalah bagian Indonesia dan selama nya akan tetap seperti itu.
Frans tentu tak bisa tinggal diam begitu saja saat tanah kelahirannya ini masih dikuasi Belanda, juga terancam terlepas dari bagian Indonesia. Bersama Soegoro, pertemuan rahasia mulai sering diadakan.
Frans yang tengah mengepalkan tangan di depan wajahnya itu menghela napas. Termenung lah yang ia lakukan. Permasalahan ini harus segera diselesaikan, pikirnya.
Lalu seakan mengerti, Silas Papare ikut mendudukkan dirinya di samping Frans. Menepuk pundak agar pemuda itu tersadar dari lamunannya.
"Ada apa, Frans? Nampaknya ada suatu hal yang mengganggu pikiranmu," tanya Silas sedikit tersenyum. Walau ia tahu dalam diri Frans ada sesuatu yang tengah gelisah. Sebenarnya, begitu juga dengan dirinya.