Tujuan Frans mengadakan upacara pengibaran bendera merah putih di sini, di Papua adalah semata-mata agar rencana pertama nya berhasil. Yaitu untuk membuat masyarakat Papua merasa bahwa mereka adalah bagian Indonesia. Dengan begitu, kekuatan kebersamaan yang dimiliki akan semakin besar. Tinggal menunggu bagaimana takdir nanti nya. Berhasil atau tidakkah, yang jelas Frans siap mati demi mempertahankan tanah kelahirannya. Demi Indonesia yang dengan begitu tanpa menyerahnya, Belanda ingin memecah belah. Karena pada hakikatnya, sampai kapanpun Papua tidak akan pernah membentuk Negara Indonesia Timur. Papua adalah bagian dari negara Indonesia.
"Pak! Pak Frans!"
Frans menoleh lalu sedikit membungkukkan badannya agar sama dengan tinggi anak laki-laki berusia delapan tahun ini. Ia tersenyum seraya mengangkat alis nya, seolah bertanya: "ada apa?"
"Apakah para orang berkulit putih itu tidak akan datang lagi? Mereka jahat, Bapak meninggal karena mereka," ujar nya berapi. Di mata nya seolah terdapat pancaran emosi.Â
Dan tentu saja Frans bisa merasakan apa yang membuat raut wajah tak berdosa itu tertekuk. Hati nya bak tertusuk sebilah pedang kala mendengar rintihan anak kecil di hadapannya ini. Kehilangan seseorang yang paling berharga dalam hidup kita, memang benar-benar terasa menyakitkan. Seolah luka nya tak akan pernah hilang begitu saja tertelan waktu.
Menangkup kedua pipi nya, Frans lagi-lagi tersenyum. "Tidak akan, Pak Frans pasti akan membuat mereka pergi. Maka dari itu juga, di sini-" Frans menjeda ucapannya dengan tangan yang mulai terulur menyentuh dada anak itu. "Kamu harus bisa tanamkan sesuatu yang baik. Kemerdekaan bangsa harus bisa kalian jaga. Karena kalian adalah para penerus bangsa nanti nya. Mengerti?"
Anak laki-laki yang semula terdiam itu kini mengangguk-angguk semangat. Kata-kata yang diberikan Frans sedikit banyak membuat hati kecil nya itu tergerak.Â
"Pak, apakah bertempur itu menyenangkan? Apakah tidak sakit saat tertembak?"
Keduanya kini mulai berjalan, dengan Frans yang menggenggam tangan dingin anak laki-laki di sampingnya ini.
Frans hanya diam dengan senyumnya yang tak luntur sedari tadi. Ia kembali menatap lurus ke depan setelah menoleh pada anak berambut gimbal ini.
***