Lohgawe berhati -- hati. Masalah hati adalah masalah paling pelik di muka bumi ini. Salah langkah, lihatlah, kerajaan terpecah belah.
"Kau menginginkan perempuan ini, Ken Arok?"
Sang pemimpin menatap balik Lohgawe, "Demi dewa, tentu saja, Hyang Lohgawe. Siapa yang tidak tertarik dengan wanita seperti itu."
"Kau ini ajudan Tunggul Ametung. Mengapa kau tidak meminta untuk menjadi pengawal di kediaman Dedes?"
Ken Arok menggeleng, "Sudah belasan kali aku memintanya, wahai brahmana. Namun ia tidak mengijinkan. Entah apa yang ada di pikirannya. Ia juga kini sering pergi tanpa sepengetahuanku, entah kemana."
Lohgawe menyadari sesuatu. Ini berbahaya sekali, Lohgawe. Berbahaya sekali. Lebih baik alihkan pembicaraan.
"Sudahlah, kawan. Tidak pantas hati bersedih karena masalah wanita. Dengar, nasib adalah dewa juga yang menentukan. Jika wanita itu akan menjadi milikmu kelak, maka terjadilah seperti itu. Kini fokuskan dirimu kepada pertarungan kelak."
Ken Arok mengangguk.
"Jika aku mati nanti, aku tidak akan menyesal. Di dunia ini hanya ada satu orang yang pernah berbagi perasaan denganku. Umang, seorang anak kandung dari pengasuhku terdahulu, Bango Samparan. Aku masih mengasihinya, walaupun ayah angkatku tidak setuju ketika aku memutuskan menjadi pengawal Tumapel."
Lohgawe mendengarkan dengan seksama. Ken Arok kini mulai membuka dirinya.
"Umang dan aku pun terpaksa berpisah. Namun aku masih berharap suatu saat nanti kita akan kembali bersama. Setidaknya aku menunggu sang bangau mangkat terlebih dahulu."