"Ini bau darah dan api! Kutunggu kau di medan pertarungan!"
Norman Caraka bersama kudanya meninggalkan Lohgawe menuju barisan terdepan. Beberapa bandit di belakang Lohgawe menyusulnya dan memacu kudanya. Rasa penasaran membuat Lohgawe ikut -- ikutan melaju bersama kudanya.
Ini belumlah Kalingga. Ada pertempuran disini?
Tanah melandai naik menandai perjalanan Lohgawe. Kini ia bisa melihat di kejauhan. Beberapa kapal layar terbakar. Tiang -- tiang kapal patah. Beberapa lambung kapal bolong akibat tabrakan kapal lainnya, sehingga menunggu tenggelam. Ratusan mayat bergelimpangan di atas lautan.
Lohgawe memerhatikan lebih seksama lagi. Hampir seluruh kapal rusak memiliki layar putih. Dan kini ia menyadari sesuatu. Barisan kapal layar tiga berwarna kuning memenuhi perbatasan tebing dan Laut Jawa. Tali -- tali pengait hadir di kapal- kapal itu menuju ke atas tebing.
Gila.
Kini bebunyian semakin nyaring di telinga Lohgawe. Ia memang belum melihatnya, namun bunyi teriakan dan dentingan logam menusuk di telinganya. Tidak ingin ketinggalan, Lohgawe memacu kudanya dengan cepat ke atas bukit. Pemandangan mencengangkan muncul di hadapan Lohgawe.
Sebuah suara hadir di belakangnya.
"Brahmana, ternyata mereka tidak menyerang di Kalingga. Mereka menyerang di sini!"
Lohgawe bergeming dan tidak menjawab seruan Ken Arok.
"Lohgawe!"