Tubuh Varthasur yang terbagi menjadi dua perlahan tumbuh kembali, dari bagian perut sampai ekornya tumbuh tubuh baru lalu kepala. Tetapi bukan hanya satu kepala, tapi dua kepala.
"Oi yang benar saja." Maheswara dihadapkan dengan siluman ular derik raksasa, Varthasur yang abadi.
"Sshhh khhk shaahh!!" Varthasur mengerang kencang sambil menggerakkan ekornya, membuat badai pasir yang menyerang Maheswara.
"Khhkh." Maheswara menahan badai pasir yang menyerangnya, mengoyak pakaiannya dan menyayat tubuhnya.
"Ughh sakit... Siluman ular sialan. Jangan kira kau sudah mengalahkan ku..." Dyah Asih perlahan bangkit dari tidurnya. "Aku akan... Aku akan menghabisi mu!!" amarah Dyah Asih meluap, kekuatannya bertambah dahsyat.
"Jawablah panggilan ku. Warugeni." bersamaan dengan itu awan hitam tiba-tiba mengelilingi Dyah Asih. Sebuah pedang dengan kekuatan hitam turun dari langit yang diselimuti awan hitam. Pedang itulah Warugeni, pedang yang penuh dengan kekuatan hitam. Ketika Warugeni sampai di genggaman Dyah Asih, segera dia melesat dan mendaratkan serang dahsyat. Dengan sekali tebasan berhasil membelah tubuh Varthasur dan membakarnya sampai habis.
Serangan itu begitu cepat membuat Maheswara masih terdiam, terkejut, otaknya terlalu kecil untuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Yang ia tahu, sekarang Dyah Asih sedang memegang sebuah pedang dengan kekuatan yang begitu gelap.
"Nyai... Kau tidak apa-apa?" Maheswara mendekati Dyah Asih perlahan, namun Dyah Asih hanya diam tak menjawab. "Nyai.."
"Hhh hyahh!" Dyah Asih tiba-tiba menyerang Maheswara, beruntung Maheswara masih bisa menahan serangan itu.
"Nyai! Apa yang kau-- Nyai! Tidak mungkin... Nyai sadarlah!" Maheswara berusaha menyadarkan Dyah Asih yang kini dirasuki kekuatan hitam Warugeni, membuatnya tak sadarkan diri dimakan amarah.
"Apa pedang ini? Warugeni? Bagaimana bisa? Bukankah pedang ini disegel? Yang lebih penting sekarang adalah menyadarkan Nyai." gumam Maheswara.