Jurnal Studia Islamika bukan sekadar publikasi akademik, melainkan bentuk jurnalisme Islam intelektual yang mencerminkan pemikiran kritis tentang Islam di Indonesia dan dunia. Melalui jurnal ini, Azra memfasilitasi dialog lintas batas yang memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pusat kajian Islam dunia. Ia juga membuka ruang bagi akademisi dan intelektual Muslim dari berbagai negara untuk berkolaborasi dalam membangun wacana Islam yang progresif dan dinamis.
4. Memperjuangkan Kebebasan Pers dengan Tanggung Jawab
Sebagai Ketua Dewan Pers, Azra berperan dalam memperjuangkan kebebasan pers di Indonesia, termasuk dalam konteks jurnalisme Islam. Ia sangat mendukung kebebasan media, tetapi dengan catatan bahwa kebebasan ini harus diiringi oleh tanggung jawab etis dan moral. Ia berulang kali menegaskan bahwa kebebasan pers bukanlah kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab terhadap kebenaran dan keadilan.
Kebebasan pers dalam pandangan Azra juga termasuk kebebasan dari tekanan politik dan ekonomi. Ia mengingatkan bahwa media tidak boleh tunduk pada kepentingan sempit penguasa atau kelompok-kelompok tertentu. Dalam jurnalisme Islam, kebebasan pers harus tetap berpijak pada prinsip-prinsip kebenaran yang diajarkan oleh Islam, termasuk menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan kemaslahatan umat.
5. Membangun Jurnalisme yang Berbasis Ilmu Pengetahuan
Azra percaya bahwa jurnalisme Islam harus didasarkan pada ilmu pengetahuan yang mendalam, tidak sekadar menyajikan berita atau opini. Ia mendorong jurnalis Muslim untuk memperkuat keahlian mereka dalam memahami isu-isu agama, sosial, dan politik yang mereka liput, dengan pendekatan yang berbasis penelitian dan analisis kritis. Menurutnya, media yang baik adalah media yang dapat memberikan informasi yang valid dan kontekstual, bukan hanya menyoroti permukaan peristiwa.
Dalam mendirikan Studia Islamika, Azra mencontohkan bagaimana jurnalisme Islam bisa berperan sebagai alat penyebaran ilmu pengetahuan. Jurnal ini tidak hanya mencakup diskusi akademik, tetapi juga menjadi platform bagi pemikiran-pemikiran baru tentang Islam yang dapat mempengaruhi kebijakan sosial dan politik di tingkat nasional dan internasional. Azra ingin agar jurnalisme Islam lebih dari sekadar penyampai berita, tetapi juga menjadi instrumen untuk memperdalam pemahaman masyarakat tentang kompleksitas dunia Islam.
6. Memperkuat Peran Media dalam Dakwah Islam
Jurnalisme Islam menurut Azra bukan hanya soal penyampaian informasi, tetapi juga sebagai sarana dakwah. Namun, dakwah melalui media harus bersifat moderat dan terbuka, tidak bersifat dogmatis atau memaksa. Media Islam, dalam pandangannya, harus mampu mengkomunikasikan pesan-pesan keagamaan dengan cara yang bijak, santun, dan relevan dengan kehidupan masyarakat modern.
Dalam konteks ini, Azra menekankan pentingnya komunikasi Islam yang menyentuh hati masyarakat luas tanpa harus menimbulkan perpecahan. Ia percaya bahwa dakwah melalui media harus didasarkan pada cinta kasih, dialog, dan pengertian, bukan pada kebencian atau polarisasi. Melalui tulisan dan pidatonya, Azra memberikan teladan tentang bagaimana jurnalis Muslim bisa berperan dalam menyebarkan ajaran Islam yang damai dan inklusif.
7. Mendidik Generasi Muda Jurnalis Muslim