Mertua juga surprise mendengar kabar bahwa dengan tak disangka, kita telah menemukan pak Bakri kembali.
Agak malam, mungkin setelah tutup toko, suami dan pak Bakri datang, perjumpaan yang mengharukan, menyentuh, setelah 25 tahun berpisah.
Sejak itu persahabatan lama kembali terjalin, bahkan beberapa kali mereka nostalgia masa lalu, sempat mancing di tepian sungai Musi, dengan ikan belidanya yang super gurih.
Ternyata pak Bakri memang pribadi yang baik, sifatnya tidak berubah, tetap ramah seperti dahulu, santun, sopan, bersahabat, sabar dan sederhana.
Kita juga berkenalan dengan keluarganya, seorang isteri dengan anaknya - mereka berdiam disebuah rumah panggung kecil yang sederhana.
Pekerjaan harian bersama isteri dan anaknya mengelola sebuah warung lapak aneka keperluan sehari- hari dipasar 16 ilir, tidak jauh dari rumahnya.
Pak Bakri kemudian berceritera, bahwa sebetulnya kemarin itu  dia hanya menggantikan tugas kemenakannya yang sakit, menjadi tukang parkir ditoko buku,  dan tanpa disangka kita ditemukan kembali setelah berpisah begitu lama.
Ternyata juga, yang punya lapak, dan berjualan ikan dipasar 16 ilir yang selalu ada diingatan, itu adalah adiknya, jadi kadang saja dia membantu disana.
Kemudian ketika diberitahu bahwa para pejuang veteran berhak mendapat santunan dari pemerintah, pak Bakri menggeleng, dia menolak.
Sepertinya peristiwa besar di Surabaya, perjuangan antara hidup dan mati, memang merupakan dharma baktinya pada negara, dengan tidak mengharapkan balasan.
Pak Bakri hanya mengharapkan , agar generasi sekarang tidak men- sia-siakan perjuangan para pahlawan yang telah gugur dalam membela perjuangan waktu itu.