Rakyat Surabaya hentak, dan menolak keras, menggelegak- bergolak, terlebih setelah diketahui, bahwa ternyata ada tentara Belanda yang ikut membonceng dibelakang gelora gejolaknya tentara Sekutu waktu itu.
Dan dengan hanya bersenjatakan seadanya, bambu runjing, parang, golok, keris, katapel, pentungan, rakyat Surabaya dengan semangat tinggi serta gagah berani, tetap pantang menyerah.
Tetap tegar dengan tekad baja menghadapi dan menghadang musuh yang berusaha menghempaskan lagi harga diri bangsa Indonesia.
Pertarungan yang samasekali tidak seimbang ini, juga samasekali tidak membuat gentar serta ciut nyali pada rakyat Surabaya.
Memaklumi bahwa Inggris dan Sekutu  memang jagonya dalam Perang Dunia kedua waktu itu, tetapi rakyat Surabaya tetap membusungkan dada dengan hanya satu tekad bulat : " Rawe rawe rantas, malang -malang putung, ... ayo maju -  Amerika kita setrika, Inggris kita linggis, ...  maju terus  !!!"
Dan dijawab dengan 20 pesawat tempur dari Batavia penuh dengan bom, juga kapal kapal perang dengan meriam raksasanya, yang lego jangkar dipesisir pantai  Surabaya.
Sedang didarat tank-tank menggeradak menyeruak membahana siap mengepung menerjang dan melumat Surabaya.
Rumah mertua dekat dengan pantai, daerah yang amat rawan, merupakan perlintasan jalan saling silang,  karena kapal- kapal perang armada Sekutu yang selalu merapat  dan siap memutahkan peluru2-nya, dari situ.
Surabaya membara, dibumi hanguskan dengan dahsyat, dari laut udara dan darat.
Korban berjatuhan, bergelimpangan, mengerikan, harta benda berhamburan - semua tumpang tindih, bertumpuk, tercecer disetiap jalan dan sudut kota.
 Rakyat semburat, pontang panting mengungsi berbondong- bondong,  menyingkir keluar kota, semua menghindar dari Surabaya yang tengah berkobar.