Surabaya dan sekitarnya kembali digedor, dibumi hanguskan dan diratakan dengan tanah tanpa ampun.
Keluarga suami berpisah - cerai berai - suami tetap bertahan dibelantara puing Surabaya, ibu dan kakak mengungsi dengan jalan kaki ke Mojokerto dan pak Bakri konon lari kearah Sidoarjo.
Sesudah keadaan aman, mertua, kakak dan suami bisa bertemu kembali, tetapi pak Bakri seolah hilang tertelan bumi.
Keluarga sudah menanyakan kemana-mana, tiada yang tau.
Mereka hanya menemukan beberapa sepeda para kurir yang berserakan dipinggir sungai, sudah hancur berkeping terkena tembakan peluru musuh.
************
Sudah beberapa bulan kita sekeluarga jadi pindah ke Palembang.
Suami mendapat rumah dinas yang jauh dari kota, didaerah Pak Jo yang lengang dan sepi.
Ditahun 1978 hape, internet belum ada, telpon juga belum masuk didaerah itu.
Meskipun fasilitas rumah komplit, tapi kita seperti  terpencil, terasing, jauh dari peradaban yang ramai dikota.
Begitulah - apa boleh buat, kita jalani semua dengan semangat tinggi.