Mohon tunggu...
Silvia Aprilia
Silvia Aprilia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

for school

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Buku sebagai Pendamping Hatta dalam Perjuangan Kemerdekaan

4 November 2021   16:00 Diperbarui: 4 November 2021   17:30 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Saya sebagai utusan Amerika dari KTN, mempertemukan kedua negara yang berselisih diatas kapal perang Renville ini untuk melakukan gencatan senjata, serta mendesak Belanda supaya mau mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat"

Perundingan diatas kapal perang Renville menghasilkan sejumlah kesepakatan antara lain Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah RI; Indonesia dan Belanda menyetujui sebuah garis yang memisahkan Indonesia dengan Belanda ; serta TNI harus ditarik mundur dari daerah kantongnya di Jawa Barat dan Jawa Timur. Kemudian kedua negara menyepakati isi Renville dan Amir Syarifudin menandatangani naskah perjanjian yang dikenal sebagai perjanjian Renville. Perundingan selesai, kedua belah pihak kembali ke wilayah masing-masing untuk menyelesaikan tugas yang harus dikerjakan.

Amir Syarifudin mengundurkan diri dari jabatan pada 23 Januari 948 setelah menerima banyak kritik atas persetujuannya di perjanjian Renville. "Banyak sekali kritikan yang saya dapatkan, untuk itu saya mengundurkan diri sebagai Menteri", kata Amir Syarifudin. "Sebagai gantinya maka saya putuskan bahwa Mohammad Hatta yang akan menjadi pengganti Amir sebagai Menteri merangkap Menteri Pertahanan untuk mengisi kekosongan", kata Soekarno dihadapan Hatta.  "Saya terima dengan penuh hormat, Bung. Terima kasih", kata Hatta sambil membungkukkan badannya.

Presiden Soekarno berangkat ke Bukittinggi untuk membentuk pemerintahan darurat. Sebelumnya presiden Soekarno terlebih dahulu membuat surat kuasa kepada Menteri Kemakmuran Syarifudin Prawiranegara untuk membuat pemerintahan darurat sementar. Lalu diterimalah surat itu oleh Syarifudin. "Teruntuk Menteri Kemakmuran Syarifudin Prawiranegara. Dengan surat ini saya memerintahkan Anda untuk membentuk suatu pemerintahan darurat yang akan berlokasi di Bukittinggi.....", sempalan kalimat pembuka surat untuk Syarifudin. Beberapa hari kemudian presiden Soekarno dan Hatta pergi ke Bukittinggi ntuk melihat situasi disana. Mengawasi pembentukan pemerintahan darurat sementara.

"Bung bagaimana jika pembentukan pemerintahan darurat ini gagal?", tanya Hatta kepada Soekarno sambil membenarkan kacamatanya. "Saya juga sudah memikirkan rencana lebih lanjut, saya akan membuat surat kepada Duta Besar RI di New Delhi, India yaitu Sudarsono. Lalu kepada Menteri keuangan AA Maramis, serta staf kedutaan RI LN Palar untuk membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi India", kata Soekarno dengan pemikiran matang.

14 Desember 1948, Belanda masuk kembali ke Indonesia tepatnya di Pulau Jawa. Tujuan Belanda untuk melumpuhkan dan menghancurkan semangat militer Indonesia. Belanda tidak menjalankan resolusi DK PBB dan melakukan agresi militer II pada 19 Desember 1948. Belanda pertama kali melancarkan serangannya ke bandar udara Maguwo, Yogyakarta.  Pagi hari pesawat Belanda yakni pesawat Mustang dan Kittyhawk berputar-putar di langit biru Yogyakarta. Pesawat Dakota dari lapangan udara Andir Bandung menebarkan pasukan penerjunnya di langit timur Yogyakarta. Tank-tank kepunyaan Belanda berlalu lalang disepanjang jalan Yogyakarta. Lalu terdengar suara ledakan bom. "Duarrr..." suara bom yang jatuh di kota pelajar ini membuat semua orang terkejut dan keadaan sangat mencekam. Warga di Wonocatur dan Maguwo segera berlari dan berlindung mencari tempat persembunyian yang aman. Para pemerintah Republik Indonesia serta bantuan TNI melakukan serangan balik dengan strategi pertahanan linier dengan menempatkan pasukan di perbatasan musuh atau garis terdepan.

 "Maaf Tuan Nehru, kami secara hormat dan memohon maaf sebesar-besarnya membatalkan keberangkat saya ke India karena hari ini kota Yogyakarta dihantam oleh kekuatan Belanda", kata Soekarno sedang menelpon Nehru memberitahu rencananya tertunda untuk pergi ke India. Siang hari tepat pukul satu siang, kekuasaan Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.

Pada hari itu juga, Presiden Soekarno, Mohammad Hatta, dan juga Agus Salim ditangkap oleh Belanda di ibukota Yogyakarta lalu diasingkan ke pulau Bangka, Sumatera. Siang hari pada 22 desember 1948 atas perintah kolonel Dirk Reinhard Adelbert van Langen selaku penguasa perang Belanda, pesawat pengebom B-25 milik Angkatan Udara Belanda mengangkut para pemimpin republik Indonesia untuk diasingkan. Pesawat pun terbang ke pulau Bangka. Didalam pesawat mereka bertiga hanya duduk terdiam membatu. Saat pesawat mendarat, mereka turun dipimpin oleh kapten van Langen. Ternyata mereka akan berpisah di sini, presiden Soekarno, Syahrir, dan Agus Salim diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara lalu berakhir di Brastagi dan Parapat. Sementara itu Mohammad Hatta, Assaat, dan Abdul Gaffar dibawa ke Bukit Menumbing, Muntok sambil dikawal oleh truk Belanda dan berada di pengawalan pasukan khusus Belanda yang disebut Corps Speciale Troepen.

"Tuan Soekarno, Tuan Syahrir, dan Tuan Agus Salim mereka bertiga dialihkan ke tempat lain. Dan kita dialhikan ke Bukit Menumbing. Tapi saya selalu merindukan mereka, dimana saat kebersamaan, kita selalu berdiskusi mengenai siasat yang akan dilakukan pada Belanda", kata Hatta dengan wajah letih. Dengan semangat nasionalisme, disana dia gemar berbagi ilmu dan menyerukan semangat kemerdekaan yang berkobar.

Presiden Soekarno memilih perdamaian jalur diplomasi, sementara Jenderal Soedirman memilih jalur perang. Jenderal Soedirman bersama kawan-kawannya menggencarkan taktik perang Gerilya. Perang Gerilya adalah perang sembunyi-sembunyi dalam artian menghindari perang terbuka. Mereka melakukan gerakan secara tiba-tiba dan menghilang lagi untuk sembunyi. Hebatnya perang ini dipimpin oleh seorang Jenderal Soedirman yang sedang sakit paru-paru. "Kalian berempat berlari kesana dan serang pos Belanda dekat pohon rindang itu. Sementara saya dan yang lain akan menghancurkan pos Belanda sebelah utara", kata Jenderal Soedirman. "Siap Jenderal", kata anak buahnya dengan gerakan tangan hormat. Perang ini sangat berat karena harus memiliki sikap cepat tanggap dan juga berlari keluar masuk hutan juga naik turun gunung untuk menghindari Belanda.

Serangan utama terjadi pada 1 Maret 1949 yang dinamakan Serangan Umum 1 Maret. Serangan itu terjadi serentak di seluruh Indonesia. Lokasi utamanya bertempat di Yogyakarta. Suara sirine mulai berbunyi pada pukul 6 pagi yaitu tanda serangan akan dimulai. Gencarnya serangan yang dilakukan membuahkan hasil optimal. Belanda berhasil dipukul mundur oleh Jenderal Indonesia itu. Itu menandakan bahwa dia berhasil memepertahankan kemerdekaan Indonesia lewat jalur perang. Sementara Soekarno dan Mohammad Hatta sedang memperjuangkan lewat jalur diplomasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun