Mohon tunggu...
Silvia Aprilia
Silvia Aprilia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

for school

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Buku sebagai Pendamping Hatta dalam Perjuangan Kemerdekaan

4 November 2021   16:00 Diperbarui: 4 November 2021   17:30 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya tidak setuju dengan penggunaan konsep vrije staat (negara merdeka) untuk Indonesia. Saya usulkan untuk menggunakan kata souvereigne staat (negara berdaulat)", usul Syahrir. Akhirnya persetujuan linggarjati dicapai dengan tuntas karena keputusan yang diambil Soekarno-Hatta dalam perundingan informal dengan delegasi Belanda yang di pimpin Prof. Schermerhon pada 12 November 1946. Mereka semua menyepakati konsep terakhir persetujuan Indonesia-Belanda dengan mempertaruhkan kekuasaan, jabatan dan martabat untuk mengesahkan hasil perundingan Linggarjati.

"Kami berdua memutuskan agar tentara Inggris pergi meninggalkan wilayah Jawa dan Sumatera paling lambat tanggal 30 November 1946", kata Soekarno didampingi Hatta.

"Kami pihak Belanda akan menyerbu Yogyakarta jika sampai 30 November 1946 tidak tercapai kesepakan politik",  para militer Belanda memasuki luar Jawa dan Sumatera dengan diam-diam dan berkelanjutan. Dan juga ada tentara Belanda di Irian Jaya, Malaka, serta Australia. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa hal ini sangat tidak menguntungkan. Sutan Syahrir menyampaikan pidato penutupnya pada perundingan Linggarjati.

"Dunia penuh dengn pertentangan, penuh dengan bahaya perjuangan, dunia gelap. Di Indonesia kita menyalakan obor kecil, obor kemanusiaan, obor akal yang sehat, yang hendak meninggalkan suasana gelap, suasana pertentangan yang menjadi akibat daripada, serta pula mengakibatkan pembinasaan, suasana sesak gelap. Marilah kita pelihara obor ini supaya dapat menyala terus serta menjadi lebih terang. Mudah-mudahan ia merupakan permulaan terang diseluruh dunia", pidato singkat Syharir.

Akhirnya pada Maret 1947, Indonesia dan Belanda menandatangani perjanjian Linggarjati dimana pihak Belanda mengakui kedaulatan RI hanya sebatas pulau Jawa, Sumatera, dan Madura. "Sesuai perjanjian Linggarjati, kami Belanda hanya mengakui kedaulatan RI meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera. Selebihnya milik Belanda"

Negara kedua yaitu Mesir kemudian mengakui kedaulatan Indonesia sebagai negara yang merdeka. Mesir diwakili oleh Abdul Mounem menyampaikan dihadapan khalayak ramai. "Setelah saya mendengar pidato Mohhamad Hatta di Jakarta bahwa Indonesia sudah merdeka maka dengan ini kami pemerintah Mesir dan masyarakat Mesir mengakui kedaulatan Indonesia", kata Abdul Mounem. "Bung, dengar ini, negara Mesir telah mengakui kemerdekaan Indonesia"

"Mesir menjadi negara kedua yang mengakui kemerdekaan kita, untuk itu kita harus meningkatkan perjuangan kita agar Indonesia diakui negara merdeka oleh semua negara di belahan dunia", kata Hatta.

Disamping itu, persetujuan Linggarjati mengalami kegagalan, dampaknya terhadap Indonesia adalah serangan Belanda ke Indonesia pada 21 Juli 1947 atau lebih dikenal dengan Agresi Militer I. Pihak Belanda mengaku masih mengikuti isi perjanjian Linggarjati, tapi Belanda menggunakan persetujuan yang di tandatangani di Belanda bukan kesepakatan yang ditanda tangani di Linggarjati pada 15 November 1946. Perundingan lanjutan dilaksanakan pada 14 April 1947. Situasi politik saat itu sangat membara panas baik dari pihak Belanda maupun Indonesia.

"Persetujuan Linggarjati sangat merugikan pihak Belanda, ini pasti gara-gara Van Mook. Saya pastikan bahwa dia akan turun jabatan, tidak lagi sebagai Gubernur Jenderal Indonesia", tuduhan Belanda itu menuding bahwa Van Mook lah penyebabnya. Dengan nada meninggi marah tadi, seisi ruangan hening. Posisi Van Mook yang disudutkan ditambah dengan keadaan saat itu keuangan Belanda krisis, ini memunculkan ultimatum pada tanggal 23 Juni 1947 supaya Indonesia mengikuti nota yang disampaikan pada 27 Mei 1947. "Nota ini saya sampaikan dengan berisikan membentuk bersama pemerintah peralihan, mengeluarkan uang bersama dalam mendirikan lembaga devisa bersama, memberikan beras untuk rakyat di daerah penduduk Belanda, menyelenggarakan ketertiban dan keamanan bersama serta menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor"

Beralih lagi ke peristiwa Agresi militer Belanda I, Australia memberi simpatisannya kepada negara Indonesia. Australia mengakui bahwa Belanda telah melanggar perjanjian Linggarjati. Kabar tersebut tersebar setelah seorang anggota CENKIM (Central Komite Indonesia Merdeka) menulis pada sebuah pers Australia."Dengan ini saya menyatakan bahwa di Indonesia telah terjadi agresi Militer Belanda I....", setengah dari untaian bait kalimat tulisan anggota CENKIM. Lalu dikirim ke pihak Australia dan sampai pada pemerintahan. Setelah membaca tulisan yang dimuat oleh anggota CENKIM itu, Australia menghubungi India lalu mereka bersama-sama membawa kasus tersebut ke hadapan PBB. Dalam sebuah ruangan perundingan antara PBB, India, dan Austraia, Australia mengecam keras agar PBB bisa menghentikan aksi Belanda terhadap Indonesia.  Oktober 1947, dibentuklah sebuah Komisi Tiga Negara yang mengemban mandat Dewan Keamanan PBB untuk mengatasi sengketa Indonesia-Belanda. KTN beranggotakan dari tiga negara maju dan berkembang yaitu Hakim Richard C. Kirby dari Australia, mantan Perdana Menteri Paul van Zeeland dari Belgia, dan Rektor University of North Carolina Dr. Frank B. Graham dari Amerika Serikat.  Berkat kepercayaan Indonesia terhadap Australia, maka dari itu Indonesia pun mempersilahkan Australia untuk menjadi wakilnya di KTN.

Komisi Tiga Negara datang ke Indonesia, lalu disambut baik oleh pemerintah Indonesia. "Silahkan duduk Tuan- tuan", kata Hatta sambil menunjukkan tangan ke arah kursi. "Terimakasih Tuan Hatta", kata Richard Kirby. Setelah kedatangan Komisi Tiga Negara ke Indonesia, Amerika pun langsung mempertemukan Indonesia dan Belanda pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal perang USS Renville yang berlabuh di Jakarta. Delegasi Indonesia terdiri dari perdana Menteri Amir Syarifudin, Mr. Ali Sastroadmidjojo, Agus Salim, Dr. Leimena, Mr. Latuharhary, dan kolonel TB. Simatupang. Dan Belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmidjo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun