"Jan!" Ananta berusaha mengagetkan Januar.
"Apasih bikin kaget aja" Januar yang sedang sibuk menghitung segundukan uang dua ribuan itu terlihat kesal.
Dulu saat penjaga Panti menyuruh anak-anak memilih pekerjaan yang akan mereka lakukan, bukannya memilih menjadi pedagang koran, pengamen, atau semacamnya, Januar malah memilih menjadi penjaga toilet umum terminal. Berangkat pagi-pagi, menyikat 5 sekat toilet. Pulang sore-sore. Dasar aneh, padahal Januar bisa saja mengambil jatah lebih dari upahnya yang hanya tiga ribu perak itu perhari.
"Kamu tahu alasan kenapa kamu bisa ada di panti ini?" Ananta memasang wajah serius, matanya menatap Januar menunggu jawaban.
"Hei Nan, Jelas-jelas tiga tahun lalu aku berumur 13 tahun. Mereka benar-benar menitipkan aku disini." Jawaban Januar terlihat santai, tapi jelas terlihat dimatanya menampung sekali kesedihan.
"Ada apa? Serius sekali kamu hari ini" Januar terkekeh kecil, aneh dengan temannya yang tak biasanya menanyakan hal serius.
" Aku cuma penasaran kenapa aku bisa di titipkan disini" Â Ananta menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Lalu kenapa nggak bertanya pada penjaga saja?"
Jangankan untuk bertanya, melihat wajah penjaga panti itu Ananta sudah sangat muak. Terlebih lagi sangat percuma jika dia bertanya, yang ada dia hanya diremehkan. Ketika dia sedang dimarahipun selalu saja kata-kata penyesalan yang sangat menyakitkan bila di dengar karena telah menerima bayi tidak berguna ini.
Ananta merogoh sakunya, menarik potongan koran yang dia lipat kemudian membukanya. Ananta berniat menyodorkan potongan koran itu pada Januar.
"Apa itu? Nggak deh aku tau itu pasti lotre atau kuis tts kan" Januar sama sekali tak berminat, bola matanya berputar, sangat malas.