Salah satu alasan mengapa Ananta masih tetap tinggal disini adalah untuk tetap tinggal bersama dengan Aruni. Ananta jelas sangat menyayanginya. Walaupun tidak ada ikatan darah daging diantara keduanya, Ananta berusaha sebagaimana menjadi seorang kakak yang baik bagi Aruni.
Maka dia urungkan ide buruk untuk hidup di jalanan itu jauh-jauh. Kemudian pelan-pelan dia jatuh tertidur.
BAB 3Â
Kepingan Harapan
Pagi yang cerah ketika matahari memancarkan sinarnya dari timur dunia. Membangunkan Ananta yang tidur dengan posisi duduk bergelung. Bajunya lembab, sisa terkena kebocoran atap di teras semalaman. Matanya merah karena berkali-kali terbangun karena suara petir.
Disaat semua anak-anak pergi bekerja. Terlihat mereka sudah menghilang bersama para penjaga dikelokan jalan. Kesempatan bagi Ananta untuk masuk kedalam kamarnya. Harap-harap menemukan makanan yang disimpan oleh Januar.
Benar saja, Januar lagi-lagi seperti lazimnya berbaik hati menyisakan setengah porsi sarapannya untuk Ananta. Hanya beberapa potong lontong dan setengah telur di piring itu dengan kuah yang sudah tak tersisa lagi. Dengan lahap, dia habiskan makanan itu sampai piring itu menjadi bersih.
Ananta berjalan menyusuri lorong panti. Sangat sepi, selain anak-anak sedang bekerja, para penjaga itu pasti sedang berbelanja ke pasar atau sekedar mencari hiburan? Ah entahlah, lagipula Ananta tidak peduli.
Tujuan pertamanya adalah kamar Aruni. Karena hanya Aruni yang tidak ikut bekerja, jelas saja dilarang olehnya. Anak sekecil ini disuruh mengamen di perempatan lampu merah? Sungguh tega jika Ananta membiarkannya seperti itu. Ananta mengajarkan Aruni untuk selalu bersembunyi, cukup berdiam diri dikamar saja dibawah kolong kasur yang tidak terlalu sempit bagi tubuh mungil Aruni.
"Hai Aruni cantik, kakak ganteng datang nih" Senyuman merekah pada wajah Ananta.
"Hari ini, kamu mau hadiah apa? maaf ya kemarin aku nggak dateng nih lagi ada urusan" Ucap Ananta menyesal.