Aku mengurung diri di dalam kamar. Ibu dan ayah terus membujukku untuk keluar kamar. Awalnya aku tidak akan keluar dari kamarku ini. Akan tetapi, aku merasa kasihan karena mereka terus membujukku.Â
Saat aku keluar ibu memelukku dengan erat
" Nak, sudah dulu ya. Ibu ingin ngomong sama kamu."
Aku hanya mengangguk sambil menangis.
" Eva, kamu gak boleh ngurung diri di kamar gini. Kalo kamu sedih kamu bisa cerita. Ada ayah sama ibu di sini."
" Kami gak marah, mau kamu gagal. Yang terpenting itu, bagaimana kamu menghadapi dunia perkuliahan yang nantinya akan berbeda saat kamu masih SMA. Kamu serius ngejalaninnya, gak setengah-setengah."
Ayah mengelus kepalaku dan hangatnya pelukan ibu membuatku menjadi tenang.
Mereka menawariku untuk mengikuti ujian mandiri salah satu universitas, yaitu universitas yang aku tuju setelah aku gagal kemarin. Awalnya aku ragu karena aku masih takut jika kegagalan itu datang kembali menghampiri dan keberuntungan masih tidak berpihak kepadaku.
Berkali-kali aku diyakinkan oleh keduanya. Hingga aku memilih untuk mengikuti ujian mandiri tersebut. Aku menceritakan hal ini kepada Putri, Hasan, dan Anton.
" Wah kami seneng dengar kabar kamu masih semangat gini, Va. Tetap semangat belajar ya!"
 Aku tersenyum." Makasih ya, San. Terima kasih banyak kalian udah tetep nemenin aku bahkan kalian tetep nyemangatin di saat aku gagal,"