Permenkominfo No. 20/2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik;
Kepmenkes No. 409/2016 tentang Rumah Sakit Uji Coba Program Pelayanan Telemedicine Berbasis Video Conference dan Teleradiologi;
Kepmenkes No. 650/2017 tentang Rumah Sakit dan Puskesmas Penyelenggara Uji Coba Program Pelayanan Telemedicine;
Kepmenkes No. 4829/2021 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Melalui Telemedicine Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia;
Surat Edaran No. HK.02.01.MENKES/303/2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
E. Peraturan tentang Penggunaan Kecerdasan Buatan di Dunia Kesehatan
Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam bidang kesehatan diatur oleh berbagai peraturan dan pedoman yang bervariasi di setiap negara, dengan tujuan untuk memastikan bahwa teknologi tersebut digunakan secara aman dan efektif. Beberapa peraturan utama yang mengatur penggunaan AI dalam kesehatan meliputi:
1. Regulasi Perangkat Medis Digital:
a. FDA (Food and Drug Administration) di Amerika Serikat : FDA ialah lembaga pengawas obat dan makanan Amerika Serikat yang mengatur regulasi terkait produk yang dipasarkan di negara tersebut. Pengawasan FDA terhadap perangkat medis, termasuk perangkat diagnostik in vitro (IVD atau uji laboratorium), di Amerika Serikat merupakan hasil langsung dari disahkannya Amandemen Perangkat Medis tahun 1976 (Hackett, 2005). AI yang digunakan dalam diagnosis atau pengobatan dianggap sebagai perangkat medis dan harus mendapatkan persetujuan dari FDA. Proses ini mencakup penelitian awal, pengujian pada manusia, dan evaluasi risiko untuk memastikan bahwa produk tersebut memenuhi standar keselamatan dan efektivitas (Hackett,2005).
b. CE Marking di Uni Eropa: Perangkat medis berbasis AI yang dijual di Eropa harus memenuhi standar keselamatan dan efektivitas yang ditetapkan oleh European Medicines Agency (EMA) dan mendapatkan tanda CE. CE marking adalah pernyataan dari produsen bahwa produk mereka memenuhi semua persyaratan peraturan Eropa, khususnya Regulation (EU) 2017/745 tentang perangkat medis (MDR) dan Regulation (EU) 2017/746 tentang perangkat medis in vitro (IVDR). Penandaan CE adalah standar Eropa untuk sertifikasi produk. Istilah ‘CE’ adalah singkatan Prancis untuk “Conformite Europene”, yang dalam bahasa Inggris disebut “European Conformity”. Tanda CE, yang ditempelkan pada suatu produk atau kemasannya, dianggap sebagai bukti bahwa suatu produk telah memenuhi persyaratan standar Eropa yang diselaraskan.
c. BPOM di Indonesia: BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) mengatur perangkat medis dan aplikasi berbasis AI yang digunakan dalam diagnosa atau pengobatan di Indonesia. Peraturan BPOM No. 8 Tahun 2024 menetapkan tata laksana persetujuan pelaksanaan uji klinik untuk berbagai produk kesehatan, termasuk obat dan pangan olahan. BPOM mengadakan seminar dan konsultasi publik pada 10/9/2024 untuk menggali potensi pemanfaatan AI dalam proses pendaftaran produk, terutama pangan olahan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan serta mencari solusi dalam integrasi AI dalam sistem e-registrasi berbasis pendekatan risiko (risk-based approach). Walaupun, tidak secara spesifik menjelaskan terkait kesehatan/medis, namun hal ini menunjukkan BPOM mempertimbangkan penggunaan AI dalam sektor kesehatan.
2. Perlindungan Data Pribadi
a. GDPR (General Data Protection Regulation) di Eropa: General Data Protection Regulation (GDPR) adalah undang-undang privasi yang diberlakukan oleh Uni Eropa pada 25 Mei 2018. Menjamin perlindungan data pribadi pasien yang digunakan dalam sistem berbasis AI, dengan prinsip privasi dan kontrol terhadap data. Data pribadi mengacu pada informasi yang berkaitan dengan alam yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi orang (selanjutnya disebut “subjek data”), orang alami yang dapat diidentifikasi adalah orang yang dapat diidentifikasi, secara langsung atau tidak langsung, melalui cara seperti penugasan pengenal online ( GDPR, 2016). Peraturan GDPR dijelaskan dalam Pasal 24 No. 2 GDPR terkait tanggung jawab pengontrol yang berbunyi “Apabila proporsional dalam kaitannya dengan aktivitas pemrosesan, tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus mencakup penerapan kebijakan perlindungan data yang tepat oleh pengontrol”.
b. UU Perlindungan Data Pribadi di Indonesia (UU PDP): Mengatur penggunaan data pribadi dalam sektor kesehatan, termasuk penggunaan AI yang memerlukan persetujuan eksplisit dari pasien. UU PDP mendefinisikan data pribadi sebagai informasi yang dapat mengidentifikasi individu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini terdapat pada Undang-Undang nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) bahwa pelindungan data pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia yang merupakan bagian dari pelindungan diri pribadi maka perlu diberikan landasan hukum untuk memberikan keamanan atas data pribadi, berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam konteks kesehatan, UU PDP mengatur bahwa data pribadi mencakup informasi sensitif seperti riwayat kesehatan, hasil tes laboratorium, dan data medis lainnya. Ini menjadikan perlindungan data pribadi di sektor kesehatan sangat penting karena informasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu secara langsung.
3. Standar Kualitas dan Keamanan Teknologi Kesehatan Digital
a. Pedoman World Health Organization (WHO) dan International Medical Device Regulators Forum (IMDRF), mengembangkan pedoman etika dan keamanan untuk penggunaan AI dalam sektor kesehatan, termasuk masalah transparansi, tanggung jawab, dan pengawasan. Untuk WHO sendiri telah mngeluarkan enam prinsip utama untuk penggunaan etis kecerdasan buatan dalam kesehatan. Enam prinsip yang dikemukakan oleh para ahlinya adalah melindungi otonomi, mempromosikan keselamatan dan kesejahteraan manusia, memastikan transparansi, mendorong akuntabilitas, memastikan kesetaraan, dan mempromosikan alat yang responsif dan berkelanjutan. Pedoman etika ini juga berfokus pada pentingnya melibatkan profesional medis dalam proses pengambilan keputusan berbasis AI dan memastikan bahwa AI tidak menggantikan peran dokter atau tenaga medis.
b. ISO/IEC 27001 dan ISO 13485, ISO/IEC 27001 adalah standar internasional untuk Sistem Manajemen Keamanan Informasi (ISMS). Standar ini memberikan kerangka kerja untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengelola risiko keamanan informasi, serta menetapkan kebijakan dan prosedur yang diperlukan untuk melindungi kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi. Sertifikasi ISO 27001 telah diadopsi oleh berbagai platform kesehatan digital, seperti Good Doctor dan SATUSEHAT, untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap perlindungan data pengguna. Misalnya, SATUSEHAT berhasil mendapatkan sertifikasi ini, yang menandakan bahwa pengelolaan data kesehatan di platform tersebut telah memenuhi standar internasional. Langkah-langkah yang diambil termasuk penggunaan teknologi enkripsi dan kontrol akses yang ketat untuk melindungi informasi pasien.
4. Pengawasan dan Regulasi Praktik Medis Digital
a. Telemedicine Regulations : banyak negara, termasuk Indonesia, mulai mengembangkan regulasi untuk telemedicine atau layanan kesehatan jarak jauh, yang memungkinkan pasien berkonsultasi dengan dokter secara virtual. Di Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 20/2019 tentang Telemedicine mengatur praktik telemedicine, termasuk dalam hal penggunaan aplikasi untuk konsultasi medis jarak jauh. Pada Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 20 Tahun 2019 berbunyi Telemedicine adalah pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.
b. Regulasi tentang Konsultasi Online : Aplikasi yang menyediakan layanan konsultasi medis online harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan atau badan regulator lainnya, termasuk aturan tentang sertifikasi tenaga medis dan prosedur klinis yang aman. Hal ini dijelaskan pada Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2024 yang berbunyi “Telemedisin adalah pemberian dan fasilitasi layanan klinis melalui telekomunikasi dan teknologi komunikasi digital”.
5. Regulasi tentang Inovasi dan implementasi Teknologi Kesehatan Digital
a. Pedoman Etika Penggunaan AI dalam Kesehatan: Artificial Intelligence (AI) yang digunakan dalam kesehatan digital telah diatur oleh berbagai badan etika dan teknis. WHO telah menyusun pedoman yang mencakup enam prinsip etis utama dalam penggunaan AI di bidang kesehatan, termasuk perlindungan otonomi pasien, peningkatan kesejahteraan, transparansi, tanggung jawab, inklusivitas, dan pengembangan teknologi yang berkelanjutan. Pedoman ini bertujuan untuk membantu semua pemangku kepentingan mulai dari pasien hingga penyedia layanan untuk mengintegrasikan norma-norma etika dalam setiap aspek pelayanan kesehatan.
b. Inovasi dan Uji Coba Klinis: Teknologi kesehatan digital telah mengalami perkembangan yang signifikan, membawa inovasi yang meningkatkan efisiensi, aksesibilitas, dan kualitas layanan kesehatan. Beberapa inovasi seperti Telemedicine atau konsultasi jarak jauh antara pasien dan dokter, ada Rekam Medis Elektronik (EMR) yang menggantikan pencatatan manual dengan sistem digital, kemudian Kecerdasan Buatan (AI) yang digunakan untuk menganalisis data medis dan membantu dalam mendiagnosis penyakit, lalu ada Wearable Devices yaitu alat yang dapat dipakai seperti jam tangan pintar yang menghubungkan kondisi kesehatan seperti detak jantung dan tekanan darah, dan Blockchain untuk meningkatkan keamanan data medis dengan memungkinkan penyimpanan dan berbagi informasi secara aman. Teknologi digital biasanya harus menjalani uji coba klinis untuk memastikan bahwa teknologi tersebut aman dan efektif. Proses ini melibatkan beberapa tahap seperti prototipe pengembangan, uji coba awal, uji coba skala lebih besar, analisis data, regulasi dan persetujuan, implementasi dan pemantauan.
6. Regulasi di Indonesia:
a. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 4/2019: Menetapkan Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Permenkes No. 4/2019 bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan dasar di fasilitas kesehatan, dengan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan ini didasarkan pada beberapa undang-undang, yaitu UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, Pasal 36 Ayat(1) yang berbunyi “Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial.” Pasal 36 Ayat(2) berbunyi “Dalam menjamin ketersediaan obat keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan yang berkhasiat obat.” Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal yang berbunyi “SPM ditetapkan dan diterapkan berdasarkan prinsip kesesuaian kewenangan, ketersediaan, keterjangkauan, kesinambungan, keterukuran, dan ketepatan sasaran.”
b. Peraturan lainnya: Regulasi terkait penerapan teknologi kesehatan digital di Indonesia mencakup beberapa peraturan yang mengatur penggunaan dan penyelenggaraan layanan kesehatan berbasis teknologi. Peraturan di Indonesia terkait penerapan teknologi kesehatan digital bertujuan untuk memastikan bahwa penggunaan teknologi dalam pelayanan kesehatan tidak hanya efektif tetapi juga aman dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Dengan adanya kerangka hukum yang jelas, diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan serta memberikan perlindungan bagi pasien dan tenaga medis. Peraturan seperti UU Kesehatan menjadi dasar hukum utama untuk pengaturan layanan kesehatan, termasuk telemedis dan teknologi kesehatan digital. Permenkes No.20 Tahun 2019 yang mengatur penyelenggaraan pelayanan telemedis antar fasilitas pelayanan kesehatan. Peraturan ini menjelaskan definisi telemedis dan menetapkan pedoman untuk penyelenggaraan layanan kesehatan melalui teknologi komunikasi digital, termasuk diagnosis, pengobatan, dan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga medis. Keputusan Menteri Kesehatan tentang Penerapan SPBE yang mengatur transformasi digital dalam pelayanan kesehatan, termasuk penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik untuk meningkatkan kualitas layanan dan transparansi dalam pengelolaan data kesehatan. PP No. 28 Tahun 2024 pengatur pelaksanaan UU Kesehatan yang mencakup teknologi kesehatan, termasuk pengembangan dan evaluasi teknologi kesehatan yang digunakan dalam pelayanan medis.
Secara umum, peraturan yang mengatur AI dalam kesehatan berfokus pada tiga aspek utama: keamanan pasien, perlindungan data pribadi, dan penggunaan teknologi dengan cara yang etis dan akuntabel. Namun, regulasi ini masih terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi AI dalam sektor kesehatan.
STUDI KASUS
Manufaktur Robot Bedah Digugat karena Sebabkan Pasien Kanker Usus Besar Meninggal
Robot bedah da Vinci telah menyebabkan luka bakar di bagian usus kecil seorang pasien kanker usus besar. Gugatan pun dilayangkan ke manufaktur robot. Harvey Sultzer, seorang laki-laki di Amerika Serikat, pada 6 Februari 2024, melayangkan gugatan pada Intuitive Surgical, karena robot bedah buatan manufaktur tersebut, telah menyebabkan lubang terbakar pada organ dalam istrinya Sandra Sultzer, yang sakit kanker usus besar. Kejadian ini telah menyebabkan kematian Sandra.
Sultzer mengatakan istrinya mengalami masalah kesehatan sebagai dampak dari operasi yang dilakukan robot bedah tersebut. Sandra menjalani operasi di rumah sakit Baptist Health Boca Raton Regional pada September 2021 untuk mengobati kanker usus besarnya atau kanker kolon. Operasi dengan robot bedah bernama da Vinci ini, dikendalikan dari jarak jauh.Menurut iklan Intuitive Surgical, robot bedah da Vinci ini memungkinkan tindakan yang presisi melampaui tangan manusia yang dirancang untuk ketangkasan alami bagi dokter bedah hanya dengan sayatan kecil sehingga memungkinkannya prosedur invasif seminimal mungkin.