Mohon tunggu...
Sayyidah Ilman Nisa
Sayyidah Ilman Nisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

If there is a will, there is a way

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Serambi Mekkah dalam Rekam Jejak Pertukaran Mahasiswa Merdeka 2 Universitas Syiah Kuala (Modul Nusantara)

22 Oktober 2022   03:43 Diperbarui: 22 Oktober 2022   04:06 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 - Rumat adat orang aceh adalah Krong Bade

 - Tari sambutan aceh yang ditarikan secara bersama-sama adalah tari saman Selain itu, kami juga dijelaskan kembali terkait kuis-kuis yang diberikan. 

Sehingga menambawah wawasan cakrawala kami lebih dalam terkait keberagaman budaya, seni, maupun adat istiadat yang ada di Indonesia. Serta pentingnya nilai-nilai toleransi, Pancasila sebagai ideologi negara, maupun kebudayaan dan adat Aceh. 

- Kebinekaan 6 (Festival Saman) : Festival saman yang ada di Taman Budaya Aceh malam itu sangat meriah dan dihadiri hampir secara keseluruhan oleh mahasiswa. Dalam festival panggung tersebut ditampilkan layaknya seperti drama musikal sebelum penampilan tari saman. Di mana ada scene yang memberi pesan dan dakwah, khususnya kepada anak muda yang mengajarkan kita terkait pentingnya pendidikan, kemudian kebersamaan, keagmaan melalui scene lantunan adzan yang merdu dalam cerita tersebut, sopan santun yang digambarkan dengan anak-anak yang sopan dan santun terhadap orang yang lebih dewasa, kepahlawanan maupun kekompakan. Sehingga tradisi melalui tari saman inilah sebagai salah satu ikonik Aceh yang harus di pupuk dan di rawat dari generasi ke generasi dengan nilai-nilai yang baik. 

 - Kebinekaan 7 (Kenduri Maulid Nabi SAW) : Di kampung Blang Krueng kami sangat terasa nilai kebersamaan dan kemasyarakatan karena langsung berbaur dengan masyarakat di sana. Tentunya juga kita sebagai tamu dan pendatang harus memahami tradisi dan adat istiadat yang ada di sana, datang beretika, dan juga mereka sangat welcome dan menyambut kami dengan ramah. Sesampainya kami di tempat kami melihat dan menemukan hampir semua bapak-bapak dan sebagain pemuda memotong daging, mengolah, serta membagikannya kepada masyarakat. 

Dengan sangat antusias, mereka membuat kuah blangong yang dipadukan dengan nangka muda. Setiba kami di pagi hari, awalnya masih heran kenapa yang kerja semua adalah lelaki. Tapi mungkin kami masih maklumi dikarenakan mungkin pemotongan daging lumayan sulit jika dikerjakan oleh ibu-ibu. Tapi kemudian, yang memasak pun adalah para bapak-bapak. Ternyata setelah berdiskusi sebentar dengan teman, konon bahwa tradisi mereka dari dulu sudah sangat membudaya hingga saat ini. Di mana dulu ketika zaman penjajahan Aceh selama 30 tahun lamanya, para perempuan takut untuk keluar dari rumah dikarenakan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan lain-lain. 

Sehingga hal tersebutlah yang membudaya di masyarakat bahwa perempuan cuman dapur, kasur, dan sumur saja. Kemudian kami juga ikut melihat proses pembagian daging. Hal yang paling mengesankan bagi kami, bahwa dalam pembagian tersebut masyarakat sangat antusias, tapi mereka pun tertib dan rapi. Mereka di bagi per RW, lalu wadah mereka di jejer dan mereka pun menunggu pembagian, pembagian daging beserta kuah blangongnya pun merata. Kami juga sangat senang karena bisa bercerita dengan salah satu masyarakat Aceh dan berdiskusi terkait Aceh dan nusantara termasuk asal kami, dan lain sebagainya. Selanjutnya kami di bagi perkelompok, untuk berkungjung ke rumah-rumah yang menyediakan santapan di hari raya maulid ini. 

Sekedar informasi, jadi di Aceh itu perayaan maulid nabi bisa sampai 3 bulan dalam kalender Hijriyah yaitu pada bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Ula. Mengapa demikian? Karena mereka merayakannya seperti layakanya seperti hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha, bagi keluaraga yang berkecukupan, mereka menyediakan makanan, minuma, aneka ragam kue untuk masyarakat setempat. Jadi siapa saja boleh berkunjung. Selanjtunya, karena saya kelompok 1, maka kami di bagi untuk pergi ke rumah pak kacik (kepala desa). 

Namun sebelum itu, kami ada breafing dari bapak koordinator acara maulid nabi di desa tersebut. Beliau juga menuturkan bahwa ketika kita berkunjung, kita juga sebagai tamu harus memuliakan orang yang telah menjamu kita semisal dengan membawakan atau oleh-oleh tangan. Hal sebagai indikasi saran, walaupun sebenanrnya orang rumah tidak memaksa untu dibawakan oleh-oleh tangan. Sama seperti ketika lamaran, pihak lelaki membeli wanita dengan membawa hantaran sebagai bentuk kehormatan kepada keluarga wanita. 

Jadi nanti menu yang disediakan bermacam-macam, dan kami tidak boleh pulang sebelum kenyang. Ada kuah beulangong, kue timpan, serabi, semua boleh di makan. Nanti datang ke rumah , biasa aja,mereka langsung mempersilahkan dan kami di suruh makan langsung. Jadi oleh-olehnya di kasih sbeleum makan, balik jangan lupa pamit. Kenduri memiliki arti seperti walimah, kenduri Bahasa Acehnya. Macam-macam kenduri seperti kenduri pesat, kenduri khitan, kenduri maulid, walimatul urusy, kenduri 1 muharrom itu ada buat dakwah, rajab yang buat kanji/bubur di 27 rajab, asyura juga ada. Para pemuda dan bapak-bapak di kampung tersebut juga saling bergotong-royong untuk membuat danmengadakan panggung sebagai tempat ceramah maulid pada malam hari. Mereka juga mempersiapkan daging serta kuah beulangong sebagai salah satu khas makanan Aceh. 

Di samping itu, di rumah, parah ibu-ibu membuat kue kecil khas Aceh seperti timphan. Lalu setelah semua makanan telah siap disajikan, makan tersebut akan dikemas menjadi satu dalam sebuah talam besar dan ditutup dengan menggunakan sanget berbentuk kerucut. Talam tersebut kemudian dibawa ke lapangan dan dinikmati bersama-sama dengan warga. Makanan tersebut disajikan di depan lapangan yang sudah digelari tikar yang sudah di beri nama dari kampungnya tersebut. Jadi setiap masyarakat akan duduk sesuai dengan nama kampung mereka masing- masing. Kami pun demikian, kami sangat senang bisa berbaur dan mengetahui adat istiadata daerah setempat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun