Apakah setuju di batus? Ya setuju, karena di barus itu memang bagian dari aceh. Tapi kita sepakat sebagai pengkajian, penelitian, observasi dari nilai-nilai sejarah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Boleh di barus dengan bukti ada batu nisan, ada Bahasa, ada mata uang, ada yang diwariskan yang menjadi pedoman bahwasanya itu adalah islam tertua di situ. Kalau di pasai semua ada. Batu nisan ada, mata uang emas, dsb. Makanya professor sedunia, asia sepakat awal lahirnya islam di nusantara adalah pasai. Selanjutnya mengenai Sultan Hamid, hubungan aceh dengan Turkyie.
Diplomasi sangat tinggi, istilah orang aceh untuk melakukan diplomasi itu adalah dengan laga si cupang. Menawarkan jasa, membawa rempah untuk minta bantu turkiye memperkuat persenjataan di aceh untuk mengusir Portugis. Karena waktu itu aceh harus membuat hubungan dengan Turkiye utsmaniyah. Kenapa? Karena Turkiye pada saat itu terkuat setelah Portugis, Kalau sekarang Amerika setelah Rusia. Jadi masing-masing mencari packy/peki, karena ada gangguan perjanjian rempah di maritim di selat malaka. Kemudian aceh terus meneruys setelah memulai berbuat hubungan dengan persenjataan dengan Turkiye, Aceh menjadi kuat. Di saat itulah aceh runtuh mulai surut kekuatannya setelah sultan Iskandar muda tidak ada lagi.Â
Jadi runtuhnya aceh/ melemahnya aceh ketika dia tidak melanjutkam lagi hubungan dengan Turkiye. Dulu melalui hubungna turkiye adalah untuk mengamankan jalur malaka dari sebaran rempah, mengamankan dari monopoli rempah yang dilakukan oleh Portugis, mengamankan supaya kebebasan ornag muslim dalam perniagaan di laut.Â
Jadi kalau ada portugis, mulim ini tidak bebas melakukan perniagaan rempah di laut, karena selalu di halani oleh Portugis, tujuan orang aceh melakukan hubunguna dengan Turkiye terutama pada masa Abdul Hamid masih ada gudungan sekarang di banda Aceh, rempah hubungnan itu untuk mengamankan jalur internsional, bgtu hebat masa lalu. Artinya, dalam keterbatsan tidak punya apa-apa, teknologi, mereka sudah bisa melakukanm diplomasi dagang.Â
Artinya kalau negara kita sekarang mempunya modal yang snagat kuat di bidang pertanian dan sumber daya alam, jangan kita di dikte oleh luar. Kita harus dikte mereka, jangan kita didikte oleh china. Kalau bisa begini ya boleh, klu tdk bisa begini yah tidak boleh, karena di negara mereka tidak punya apa-apa, kita punya semua. Jadi hubungan dengan turkiye jelas adaa. Turkey juga jelas ulama yang besar di aceh juga bayak salah staunya mohammad baba aroumi yang berkarya dalam kitab dalilul khiarta atau masailah mubtadi'.Â
Kemudian yang dilakukan turkiye oleh aceh adalah menyuplai senjata berat seperti Meriam, dsb pertukarannya dengan lada hitam, lada putih dsb, jadi aceh dengan turkiye, jadi aceh dan turkite ibarat adej=k dan abang, kapan mereka lupa, kapan mereka tidak berhubungan, ketika aceh sudah kuat, disitulah kelemahan klu kita sudah jaya. Lupa kepada dasar, tapi tujuannya adala untuk mengamankan jalur rempah dari selat malaka dari orang portugis.Â
Jika kita ingin melahirkan keilmuan yang baru, tentunya kita lebih banyak berdiskusi dimanapun. Memang benar, bermacam-macam gaya, cara yang dibuat oleh kerajaan aceh Darussalam pada zaman itu tentang syariat islamnya, ada yang menyatakan sangat radikal, ada yang mengatakan tidak mau dijajah, itu catatan-catatan dari Inggris, Prancis yang memang Prancis itu yang jendralnya laksamana malahayati itu di atas kapal dan sebagainya. Itu memang yang di buat oleh para orientalis, mereka pada masa-masa itu memang tidak di terima di aceh.Â
Jadi menurut catatan dari sejarawan aceh sendiri. Tidak diterima di aceh, tidak mencukupi membawa saran-saran dalam melakukan berbagai kegiatan di Aceh terutama kegiatan masalah maritim, masalah dagang. Itulah yang di tulis oleh para orientalis, pedagang-pedagsng Eropa yang datang Aceh macam-macam. Malah yang sangat kita sayangkan kalau di tulis dalam buku-buku sejarah yang di buat oleh orang belanda tentang di aceh ini mungkin di bidang syariat islam ada sedikit di singgung itu. Yang paling banyak di singgung itu adalah masalah-masalah dari kekejaman orang sultan dalam menegakkan hukum-hukum islam itu. Memang iya, kalau kita memang sudah konsisten dengan hukum-hukum islam memang seperti itu, karena dia efek jerah pada orang lain, pada orang yang menyaksikan rajam, di cambuk di Aceh, memang tidak bisa tertutup, harus di lapangan terbuka.Â
Untuk apa? Apakah meremehkan seseorang manusia atau sedang Allah sendiri sangat menghormati? itu bukan dengan maksud apa, agar menjadi suatu pelajaran agar mendapatkan efek jerah terhadap yang melakukan. Jadi disaksikan dengan ribuan orang yang menjadi pelajaran bagi dia sendiri. Itu sangat adil bagi masyarakat aceh dalam menerapkan syariat islam.Â
Kenapa? China-china saja di Aceh yang non-muslim, penjual non-muslim di Aceh, orang-orang India juga, orang-orang Malaysia juga yang di cegat di Banda Aceh melakukan pelanggaran syariat islam. Ketika ditanyakan oleh wilayatul hibah di aceh ini para polisi, mereka lebih memilih kepada hukum yang ada di aceh, hukum syariat islam. Mereka rela dicambuk 100 kali daripada masuk penjara, menghukum istrinya, menghukum anaknya yang sedang sekolah dan nama baiknya. Kalau setelah di cambuk 100 kali, dia Kembali lagi kepada masyarakat. Artinya sudah dipulihkan dan sangat-sangat adil. Kalau masalah masuk penjara 5 tahun, bagaimana anak istrinya, bagaimana anaknya sekolah, bagaimana alasan yang lain.Â
Menyangkut ini, memang ketegasan dari syariat islam setelah di buat qanun itu dan kitab-kitab semua adalah pada abad 17 masa sultan Iskandar muda. Walaupun jika di pahami secara betul dalam hukum islam ini, hukum yang ada tidak begitu kontan, tidak bgtu kejam. Artinya sdah sesuai, ini bukan di buat oleh manusia, tapi allah yang memerintahkan hukum yang dilakukan tersebut. Jadi orang-orang di aceh dalam melaksanakan syariat islam ini, orang-orang aceh meminta keadilan dalam hukum ini sampai sekarang. Menurut penuturan beliau juga, semaksimal apapun, tidak sempurna sekali.