Mohon tunggu...
Sayyidah Ilman Nisa
Sayyidah Ilman Nisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

If there is a will, there is a way

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Serambi Mekkah dalam Rekam Jejak Pertukaran Mahasiswa Merdeka 2 Universitas Syiah Kuala (Modul Nusantara)

22 Oktober 2022   03:43 Diperbarui: 22 Oktober 2022   04:06 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Telah dipaparkan tadi, 73 tahun masyaskat aceh hilang, tidak mudah tentang itu semua. Jadi tidak semuanya sempurna. Tentu aceh sebagai daerah syariat islam. Adanya sistem syariat islam, adanya Lembaga syariat islam, sertifikat alam dengan syariat, mereka sudah mensyukuri daripada bebas. Artinya apa yang ada dulu, mereka bisa dan mampu untuk melaksanakan secara kaffah memang sulit untuk dilaksanakan. Namanya pemerintah sudah menyetujui tentang qanun syariat islam di aceh ini, sudah luar biasa bersyukur. 

Pertanyaannya: Apa yang bisa memperkuat saya tentang syariat Islam di Aceh? Banyak sekali contohnya adalah Mushaf Al-Qur'an, ada Sirat Al-Mustaqim yang di tulis oleh Syaikh Nuruddin Ar-Raniry , ada Tarjuman al-Mustafid yang di tulis oleh Syaikh Abdurrouf As Aingkili, ada bustanus salatim yang di tulis oleh nururddin ar raniry, Mir'at al- Thullab oleh abdur-rauf as singkili yang merupakan fiqh kontemporer ekonimi islam dan semua tentang masyarakat islam pada waktu itu untuk dititipkan kepada kita di nusantara ini, untuk melaksanakan ini. Kenyataanya, baru satu yang ada yaitu bank syariat Indonesia (BSI) yang berlaku. 

Ada juga eknomi moneter, bagaimana cara dagang orang aceh terdahulu, bgmn masjidnya, bgmn pengajiannya, dan lain sebagainya bgmn nilai-nilai syariat islam di aceh sebelum aceh seperti saat ini. Ketika ini terjadi, terjadi suatu gejolak-gejolak yang terjadi di aceh ini, seperti sebaliknya jadi mereka menuntut ada sesuatu yang hilang, bahkan kembali dari sekarang seperti semula, itu yang di tuntut. Itu yang terus terjadi konflik yang ada di Aceh. Kertas manuskrip itu harus dibersihkan dengan sarung tangan, karena mengandung zat asam karena kertasnya sangat sensitive dan umurnya sudah 400 tahun, di kumpulkan dari kompensasi yang beliau byrkan ke masyarakat. Di beli semua, beliau menjalankam ini sudah 25 tahun, beliau koleksi. Semua pakai uang pribadi dari keluarga dan lain-lain. Jadi begitu penting keilmuan ini untuk bisa kita membuktikan. 

Kita buktikan referensi dengan peninggalan para ulama dimasa lalu. Kemudia tidak begitu saja, beliau menjadi kolektor manuskrip ini kadang-kadang orang datang membawa dan mengatakan yang ada hanya ini (Sebagian saja) bagaimana, Ada namanya tempat sirih, bahasanya batee ranup terbuat dari kuningan asli. Orang dulu sudah bisa mengukir seperti ini, asli. Kemudian alat bantu penerang dulu tidak ada seperti kit aini, masih dlm gelap, tapi beliau-beliau ini sdh bs membuktikan karya hebatnya lewat manuskrip. Lampunya seperti yang beliau contohkan, di gantung.. dengan sumbu, ada aceh, ada minyak. 

Mereka menulis manuskrip seperti itu penerangnya. Yang jadi tanda tanya beliau sekarang, kita dengan berbagai macam teknologi sekarang, komputer dsb kenapa tidak mampu untuk menyelaraskan keilmuan orang dulu dengan orang sekarang? Pertanyaan :  Sempat bapak jelaskan zaman dulu itu, terkait peran perempuan, yang mana bapak juga sudah jelaskan disana kesetaraan gender tidak ada, jadi semua merata baik dalam rumpun keilmuan dan sebagainya. 

Dimana perempuan juga bisa mengambil peran maupun dlm keilmuan dan sebagainya contohnya Cut Malahayat. Tapi kemarin sempat dengar beberapa penjelasan dari salah satu dosen modul nusantar terkait sistem patriartki yang masih kental sampai saat ini. Di mana saya mihat contoh langsung ketika acara kenduri maulid nabi kemarin. Dimana yang lebih banyka berkontirbusi itu adalah kau madam. Dengan stigma sistem patriarki marajalela dan sangat kental sampai saat ini. Itu tanggapan bapak bagimana? Soalnya agak kontradiksi dengan yang bapak bilang tadi, di mana peran kesetaraan gender zaman dulu, merata? Bagus kearifan local, kekayaan dari kelokalan itu sangat bagus pertanyannya. Artinya kita harus lihat. Ada dua era sekarang yang berbeda. Kalau era dulu seperti laksamana malahayati dia tidak sekolah akademi militer, tidak sekolah akademi kepolisian, tapi dia laksamana. 

Dia menghunus pedang di tengah laut untuk mencincang para portugis itu, dia singa laut yang paling ditakuti, seorang perempuan. Kemudian cut nyak dien, membalas dendamnya terhadap suaminya Teuku Umar, dia seorang pahlawan. Pahlawan srikandi nasional yang paling ditakuti oleh penjajah. Ada juga cut meutiah, dan perempuan-peremuan lainnya semua yang memang gagah sekali, istilah orang aceh singa betina, tidak mengenal rasa takut sedikitpun pada masa lalu. Apakah gender seperti itu dulu? Tidak. Karena mereka turun di medan perang lebih banyak daripada perempuan. Kalau istilah di aceh sekarang adalah inang balee, untuk menuntut terbunuhnya para suami, itu dalam perang, baik perang dengan belanda, portugus, inggris, itu jelas. Para kaum hawa lebih banyak berkecimpung di garis depan. Kemudian ratu safiatuddin memegang langsung kerajaanya. 

Presidennya langsung. Ada ratu camalia dan 4 ratu lainnya. Cumin karena dalam sistem islam, hukum islam, syariat islam para ulama di aceh tentu tidak membenarkan seorang perempuan menjadi pemimpin di Aceh di daerah syariat islam. Disinilah peran abdur rauf yang luar biasa. Dia tidak boleh menjadi pemipin di bidang agamanya, tidak boleh. 

Tapi karena dia dari keturunanny, ayahnya seorang raja, turun-temurun yang mewakili dari kerajaan aceh Darussalam menjadi ratu di situ. Tapi dia tidak bisa memutuskan kebijakan pada agama, tidak boleh. Di aceh ada Qadhi Malikul Adil sendiri. Kemduian untuk saat ini, mungkin lain lagi masalahnya. Kalau di aceh lebih banyak pintar orang laki-laki memasak daripada perempuan contohnya uah blangong, bebek, dan sebagainya. Karena mungkin seorang ibu lagi mengurus anak, lagi di rumah, urusan keluarga di bantu sama suami dan sebagainya. 

Jadi beda zaman seperti saat ini. Tapi gender semisla untuk ke sawah, jadi gender juga kadang-kadang uturn ke sawah. Cuan klu maulid di tempat masjid semua itu memang jarang perempuan yang datang. Karena mungkin ada kebijakan tertentu. Apakah orang perempuan tidak boleh makan maulidid masjid? Boleh saja. 

Tapi mungkin ada sesuatu aturan di kampung sendiri karena yang datang banyak lelaki darikampung tetenagga. Jadi perempuan agak sedikit jangan ada arah, kecuali ada para ummi-ummi atau ustadzah yang khusus untuk membuat maulid dikelompok masing-masing. Yang jelas beliau katakana dalam kerajaan Aceh Darussalam, itu tidak ada sistem dari penyekatan dari kreativitas perempuan dan laki-laki tidak ada. Sekarang mau calon wali kota banda aceh perempuan juga boleh, tergnatung siapa yang memilihnya terserh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun