Mohon tunggu...
Singgih Swasono
Singgih Swasono Mohon Tunggu... wiraswasta -

saya usaha di bidang Kuliner, dan pendiri sanggar Seni Kriya 3D Banyumas 'SEKAR'. 08562616989 - 089673740109 satejamur@yahoo.com - indrisekar@gmail.com https://twitter.com/aaltaer7

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kabut Berdarah di Tapal Batas

1 Januari 2012   16:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:28 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesaat sampai di pinggir desa, mereka berlindung dalam semak-semak “Kang, lihat di atas bukit sebelah utara sepertinya tentara Republik sedang mengintai juga” kang Nardi sambil menunjuk ke arah bukit.

Saat itu mereka sudah sampai diposisi di sebelah utara timur laut, pada suatu gerumbul di pinggir Desa Kejawar yang cukup rindang disitu mereka berhenti untuk mengamati daerah pinggir desa.

Bukan, mungkin tentara Nica tapi lihat sepertinya ada tanda merah putih” kata Kang Wage sambil mengendap maju pelan, cukup jauh jaraknya dan situasi dirembang petang sulit melihat  dengan jelas.

Jelas, itu tentara Republik yang sedang mengintai tidak mungkin Tentara Nica” kang Narjo sambil melangkang menguak semak-semak.

Aku posisinya agak di belakang tapi aku merasakan ada keganjilan, aku perhatikan gelagat Tentara diatas sana memandang ke bawah, secara reflek menarik Kang Narjo perintahku tegas “Lari…” Bersamaan dari atas bukit terdengar tembakan, peluru berdesingan. Tanpa melihat kebelangkang terus lari mengarah ke arah Timur, berhenti sejenak sambil mengatur napas di pinggir kali Pelus.

“Kang…nyebrang saja yuu” ajak Martoyo

Yoo aku tidak bisa renang lihat bagian tengah dalam arusnya deras ” Empat temannya keberatan. Dari kejauhan lamat-lamat terdengar suara kaki berlari, tanpa pikir panjang  aku menarik tangan Kang Narjo yang sudah gemetaran ketakutan, turun di tebing yang agak menjorok ke sungai.

Sesaat kemudian langkah kaki terdengar berat semakin dekat, bersamaan terdengar suara gemrutuk gigi Kang Narjo semakin keras.

Ssssttt….diam…diam…” sambil tangannya mendekap mulut, aku merasakan gigilan tubuh teman-teman yang lainnya. Sesaat tentara Nica berdiri persis di atas tebing, hening suasananya hanya terdengar gemricik air, tercium bau pesing. Satu dua teman-temannya ternyata ada yang terkencing-kencing di celana.

Cukup lama mereka ngumpet di sungai, sampai akhirnya terdengar suara kaki menjauh dan bersamaan terdengar lamat-lamat suara Adzan Magrib.

Kang, aku ke atas dulu, kamu semua disini dulu tunggu aku yaa…” dengan pelan Martoyo naik ke atas, sesaat kemudian aku turun. Satu persatu teman-temannya dibantu naik, kembali ke pengungsian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun