“Dari maling, garong yang mencari kesempatan saat rumah-rumah ditinggal mengungsi. Disamping itu kamu semua diminta membantu tentara Republik dengan mengamati pergerakan patroli tentara Nica dari kejauhan seperti yang sudah diajarkan oleh Mas Martoyo, Nak…ayo disambi minum itu ambil saja rebusan singkongnya” tawaran itu mencairkan suasana di malam itu.
Sambungnya, sambil melihat ke Martoyo “Nak Martoyo, Kapten Sungkono sudah tahu kamu bekas Tentara Peta dan sebenarnya mau ketemu kamu, tapi waktu tidak memungkinkan, hanya titip pesan kamu di beri tugas untuk mengintai setiap gerakan tentara Nica termasuk jenis senjatanya apa saja, setiap siang malam bila ada Tentara Republik melintas di Desa Kejawar kamu lapor pada mereka, latih pemuda-pemuda lain Desa juga untuk mengamankan Desanya masing-masing”
Sampai tengah malam, akhirnya para pemuda ini pamitan pulang dengan harap-harap cemas dan beribu tanda tanya, bagaimana nanti nasibnya bila Tentara Nica masuk Purwokerto.
Namun dugaan berita ternyata meleset, pagi jelang siang Purwokerto di gempur dari batas kota, ketika siang jelang sore Tentara Nica sudah di dalam Kota tanpa perlawan dari Tentara Republik yang sudah mundur ke daerah aman. Di dalam Kota yang tinggal orang Tionghoa, kepulan asap yang masih membumbung tinggi.
Disinilah peran pemuda-pemuda Desa yang sudah dilatih tehnik dasar militer ala tentara Peta, diuji. Minggu pertama, siang malam mereka bergiliran mengintai gerakan tentara Nica dari pinggiran Kota.
…..
Ketika senja tiba diiringi kabut misterius menyeruak dari semak-semak belukar pinggir Desa, menutup langit Desa kejawar. tiada terlihat sinar Rembulan, apalagi kerlip bintang. Hari ketiga kota Purwokerto diduduki Tentara Nica. Terdengar dari surau, anak-anak sedang mengaji dengan suara takzim.
Tanpa diterangi senter aku bersama enam pemuda desa bertongkat bambu runcing, melangkah pelan menuju ke tempat pengintaian di batas desa dengan kota Purwokerto yang gelap gulita, sedang diberlakukan jam malam jadi tak tertembus oleh mata telanjang disamping jaraknya cukup jauh.
Mata awas, Kang Wanto menangkap gerakan di sebelah Barat “Kang Darsim, lihat itu di sebelah Barat sepertinya ada gerakan orang sedang menuju kota” sambil tangannya menunjuk ke arah Barat.
“Oo…itu tadi siang aku dapat informasi dari Pak Carik, Tentara Republik mau menyerang Kota…lihat dari arah Selatan juga ada” telunjuk kang Darsim mengarah ke Selatan.
Kala mereka bicara bisik-bisik terdengar dari kejauhan, rentetan tembakan dan ledakan. Telihat seleret api beterbangan saling berbalasan, dan sinar lampu sorot terang sekali dari pos penjagaan tentara Nica, menembus kabut malam. setelah itu hening.