Sesaat sampai di pinggir desa, mereka berlindung dalam semak-semak “Kang, lihat di atas bukit sebelah utara sepertinya tentara Republik sedang mengintai juga” kang Nardi sambil menunjuk ke arah bukit.
Saat itu mereka sudah sampai diposisi di sebelah utara timur laut, pada suatu gerumbul di pinggir Desa Kejawar yang cukup rindang disitu mereka berhenti untuk mengamati daerah pinggir desa.
“Bukan, mungkin tentara Nica tapi lihat sepertinya ada tanda merah putih” kata Kang Wage sambil mengendap maju pelan, cukup jauh jaraknya dan situasi dirembang petang sulit melihat dengan jelas.
“Jelas, itu tentara Republik yang sedang mengintai tidak mungkin Tentara Nica” kang Narjo sambil melangkang menguak semak-semak.
Aku posisinya agak di belakang tapi aku merasakan ada keganjilan, aku perhatikan gelagat Tentara diatas sana memandang ke bawah, secara reflek menarik Kang Narjo perintahku tegas “Lari…” Bersamaan dari atas bukit terdengar tembakan, peluru berdesingan. Tanpa melihat kebelangkang terus lari mengarah ke arah Timur, berhenti sejenak sambil mengatur napas di pinggir kali Pelus.
“Kang…nyebrang saja yuu” ajak Martoyo
“Yoo aku tidak bisa renang lihat bagian tengah dalam arusnya deras ” Empat temannya keberatan. Dari kejauhan lamat-lamat terdengar suara kaki berlari, tanpa pikir panjang aku menarik tangan Kang Narjo yang sudah gemetaran ketakutan, turun di tebing yang agak menjorok ke sungai.
Sesaat kemudian langkah kaki terdengar berat semakin dekat, bersamaan terdengar suara gemrutuk gigi Kang Narjo semakin keras.
“Ssssttt….diam…diam…” sambil tangannya mendekap mulut, aku merasakan gigilan tubuh teman-teman yang lainnya. Sesaat tentara Nica berdiri persis di atas tebing, hening suasananya hanya terdengar gemricik air, tercium bau pesing. Satu dua teman-temannya ternyata ada yang terkencing-kencing di celana.
Cukup lama mereka ngumpet di sungai, sampai akhirnya terdengar suara kaki menjauh dan bersamaan terdengar lamat-lamat suara Adzan Magrib.
“Kang, aku ke atas dulu, kamu semua disini dulu tunggu aku yaa…” dengan pelan Martoyo naik ke atas, sesaat kemudian aku turun. Satu persatu teman-temannya dibantu naik, kembali ke pengungsian.