“Sungguh saya tadinya dan Komandan Wilayah Timur tidak percaya, Bapak ini jadi mata-mata Belanda cukup lama saya menyelidikinya tapi setelah alat bukti dan saksi-saksi sangat kuat, tadi siang saya tangkap di rumah istri mudanya disana ditemukan uang ratusan Golden, peta jalur gerilya dan dokumen lainya. Setelah diinterograsi dia mengakui punya dua teman lagi tinggal di Mersi dan Ledug, maka Bapak ini bawa ke Mersi saya titipkan di gudang Pak Carik. Sore tadi selepas bada Azhar, saya tangkap mereka, terus saya bawa ke sini. Disini tadi sore sudah berkumpul, pemuda-pemuda Mersi. Saya kewalahan menahan kemarahan mereka, tahu sendiri akibatnya babak belur semua untung Pak Lurah datang, selamat mereka” ceritanya terhenti Dia kaget, tiba-tiba Kang Wanto secara reflek menendang muka tahananya.
“Sabar Kang Wanto…” sambil tanganya menahan tubuh Wanto yang mau merangsek maju mau memukul.
“Ini Kang Martoyo…dengan dua anjing-anjing begundal Nica yang didalam melaporkan kakak saya yang jadi Tentara Republik akibatnya rumah orang tua saya dibakar, Ramaku di tahan di kota sampai sekarang tidak diketahu nasibnya” geramnya sambil tangannya menunjuk ke dalam gudang.
“Sudah-sudah bubar sana…” Bentak Pak Silam, menggelegar. tiba-tiba menyeret tubuhnya masuk, sesaat kemudian pintu ditutup di gembok dari luar.
………
Kala bada Magrib tiba, setelah selesai Sholat Berjamaah. Pak Warsilam memberi kode, aku berama tiga orang Pemuda Mersi melangkah keluar. Dia menuju ke arah dapur.
“Bu Carik, tolong siapkan minum kalau ada nasi..singkong rebus juga boleh buat para tahanan” pintanya sambil berjalan mengarah ke gudang, membuka kunci gembok.
“Tolong semuanya jaga disekeliling sumur, tahanan supaya mandi dan sholat Magrib” sambil mengeluar dua pucuk senjata api dari balik bajunya.
“Mas Martoyo, kamu pasti sudah biasa pegang senjata jenis ini, hati-hati sudah terisi penuh pelurunya” sambil menyodorkan satu pucuk senjata api.
Aku langsung mengecek dan membuka kuncinya, senjata siap tembak. Aku berdiri disamping kanan sumur, mengawasi mereka mandi satu persatu. Selesai mandi mereka semua disuruh Sholat dan makan dalam gudang, yang hanya diterangi sentir/lampu dari minyak tanah. Setelah selesai tangan mereka mereka diikat kembali. Demikian juga saat Bada Isya, mereka tetap diberi kesempatan untuk menjalankan Ibadahnya.
“Jangan coba-coba lari, gudang ini diluar dijaga pemuda-pemuda Desa sini” pesan Pak Silam, tegas. Pintu ditutup dan di gembok kembali.