Mohon tunggu...
Salma Khaerunnisa
Salma Khaerunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

There may be no end to our journey of dreams. So let’s take a break for today

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kini Bulan Tak Memerlukan Matahari untuk Bersinar Terang

9 Februari 2021   23:37 Diperbarui: 9 Februari 2021   23:56 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya kira kamu sudah lupa sama bapak, habisnya sih  kapan coba terakhir kamu kesini? Udah gitu asal masuk aja ke mobil gak liat siapa supirnya, gimana kalau kamu diculik?"

"Lah aneh aja bapak, mana ada yang mau culik saya. Kalau yang minta tanda tangan sama foto sih mungkin iya"

"Haduh, benar-benar anak ini sama saja seperti dahulu. Garing becandanya" seperti biasa aku mengeluarkan suara tawa khas ku yang seperti kicauan burung gagak.

"Pak izin tidur, ngantuk sekali. Bayangin pak, dua hari perjalanan, dua kali transit. Badan berasa habis perang, remuk, pegal dimana-mana." Kali ini konteksnya serius, perjalanan London-Shenzhen memakan waktu 45 jam dengan dua kali transit di Frankfruit, Jerman dan di Shanghai. Aku sih sengaja mengambil jadwal menuju Shenzhen langsung, rindu kampung halaman dan Eropa benar-benar menyesakkan. Aku butuh healing time. Tidak hanya itu, aku pun bisa dibilang kabur kesini. Tanpa manager, tanpa bodyguard, tanpa pesawat pribadi, tanpa iming-iming proteksi keamanan, layaknya orang pada umumnya (tapi aku yakin tetap ada yang membuntutiku, alasan keamanan tentunya).

"Ya sudah, tidur saja. Perjalanan masih lama, nanti kalau perlu bapak gendong ke kamarmu langsung. Terlihat kantung matamu sangat dalam, terbayang lelah pekerjaanmu disana."

***

Cahaya matahari menyeruak menusuk mata, badan ku masih terasa pegal seperti kemarin. Tangan berkeliaran menuju nakas untuk mencari benda pipih berwarna hitam. Sukses menggapainya sambil mengumpulkan nyawa melihat arloji yang masih menunjukkan pukul 8.00 pagi. Mengecek handphone lalu aku abaikan pesan-pesan masuk menumpuk, isinya sudah jelas menanyakan keadaanku, dimana dan dengan siapa. Biarkan saja, nanti mereka akan tahu sendiri.

Aroma rebusan kaldu daging tercium sampai sini, membuat perutku mengeluarkan bunyi merengek minta diisi. Aku merencanakan akan turun kelantai bawah untuk makan, tapi aku lebih sadar kalau bau tubuhku tidak sedap, memalukan. Mungkin setelah mandi saja barulah aku sarapan. Tunggu ya perutku sayang, lebih baik kita membersihkan diri dahulu.

Menyalakan keran dan membasuhkan air pada wajah kucal, muram dan tidak terlihat segar. Meratapi cermin dan berterima kasih pada diri sendiri setidaknya masih kuat untuk menghadapi hari yang kian kejam. Kapan ya aku bisa bersinar sendiri, tidak berada dibawah bayang-bayang orang lain. Kapan ya ak-

"Moon, cepat bangun! Kita sarapan bersama dibawah"

"Moon? Dimana kamu? Sudah bangun kah?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun