Mohon tunggu...
Salma Khaerunnisa
Salma Khaerunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

There may be no end to our journey of dreams. So let’s take a break for today

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kini Bulan Tak Memerlukan Matahari untuk Bersinar Terang

9 Februari 2021   23:37 Diperbarui: 9 Februari 2021   23:56 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber :  https://twitter.com/lightbodyblues/status/1069704109891166208

Mungkin kau sering mendengar kisah antara matahari dan bulan yang indah, saling melengkapi satu sama lain. Berganti siang-malam saling merindukan. Tetapi berbeda dengan kisah satu ini. Bagaimana jika matahari terlalu sombong dan meremehkan bulan? Hanya karena bulan lebih kecil darinya dan mendapatkan sinar darinya pula. Matahari sampai ingin menggantikan posisi bulan di waktu malam karena orang-orang lebih menyukainya. Tapi, bulan terlalu lelah untuk terus mengalah. Bulan mencoba mempertahankan haknya. Akankah bulan berjuang atau menyerah?

Shenzhen, Guangdong, Tiongkok

5 Januari 22.50

Meski sudah malam, kota ini tidak pernah padam. Gedung-gedung berlombaan menerkam langit, kerlap-kerlip lampu dari dalam pertokoan menguar keluar, orang-orang berlalu-lalang, begitu sibuk seakan tak ada hari esok.

Memasang earphone, memutar musik dan menyetel volume maksimal untuk mengusir kesepianku (tidak untuk ditiru, earphone dengan volume 100% terlalu sering akan merusak telingamu). Salahku sendiri sih, tidak mengabari Mama kapan penerbanganku lepas landas, pada akhirnya aku murung tidak ada yang menyambut kepulanganku.

Aku langsung masuk taksi yang ada didepanku, syukur tak perlu lama untuk menunggu. Pemandangan kaca mobil menarik perhatianku kali ini. Kota ini tak jauh berbeda dari dulu terakhir aku tinggalkan. Nampaknya semakin modern dan semakin padat saja. Tak heran dijuluki sebagai ibukota Teknologi-nya Cina. Bagaimana tidak, banyak perusahaan besar seperti Tencent, dan Huawei bermarkas disini. Kau tahu? Aku masih sangat terkejut ketika semua kendaraan di Shenzhen berbasis listrik. Maklum, aku jarang sekali pulang. Bahkan taksi yang sedang aku tumpangi ini pun menjadi salah satu moda transportasi publik bahan bakar listrik.

" Kita mau kemana ya, Tuan? " Oh astaga, ini akibatnya memasang volume keras-keras dan takjub melihat pemandangan luar, aku tidak fokus dan melupakan tujuanku.

" Ke Distrik Futian, nanti sesudah disana saya tunjukkan lebih jelasnya. Mohon maaf ya membuat bapak bingung, tadi saya tidak menjelaskan dari awal" gesturku membungkuk menunjukan permintaan maaf dan penyesalan apa yang telah aku buat.

"Tidak apa-apa, tenang saja Tuan J. Jangan terlalu banyak melamun, minum yang banyak ya agar tidak dehidrasi dan tidak cepat buyar" Bapak itu tertawa, heran sekali bisa tau nama ku. Padahal aku sedang memakai mode penyamaran, masker hitam, topi menutupi kepala dan jaket tebal menyelimuti badan.

Lalu tiba-tiba bapak itu membalik badan dan menyodorkan air minum kemasan.

" Pak, aku kira siapa, kaget sekali. Kenapa harus pura-pura tidak kenal seperti tadi sih?" Aku menerima air minumnya sambil berseru kepada Pak Hong, supir pribadi keluargaku. Kita memang dekat karena beliau sedari dulu sering mengantarkanku kemana-mana dikala mama sibuk.

"Saya kira kamu sudah lupa sama bapak, habisnya sih  kapan coba terakhir kamu kesini? Udah gitu asal masuk aja ke mobil gak liat siapa supirnya, gimana kalau kamu diculik?"

"Lah aneh aja bapak, mana ada yang mau culik saya. Kalau yang minta tanda tangan sama foto sih mungkin iya"

"Haduh, benar-benar anak ini sama saja seperti dahulu. Garing becandanya" seperti biasa aku mengeluarkan suara tawa khas ku yang seperti kicauan burung gagak.

"Pak izin tidur, ngantuk sekali. Bayangin pak, dua hari perjalanan, dua kali transit. Badan berasa habis perang, remuk, pegal dimana-mana." Kali ini konteksnya serius, perjalanan London-Shenzhen memakan waktu 45 jam dengan dua kali transit di Frankfruit, Jerman dan di Shanghai. Aku sih sengaja mengambil jadwal menuju Shenzhen langsung, rindu kampung halaman dan Eropa benar-benar menyesakkan. Aku butuh healing time. Tidak hanya itu, aku pun bisa dibilang kabur kesini. Tanpa manager, tanpa bodyguard, tanpa pesawat pribadi, tanpa iming-iming proteksi keamanan, layaknya orang pada umumnya (tapi aku yakin tetap ada yang membuntutiku, alasan keamanan tentunya).

"Ya sudah, tidur saja. Perjalanan masih lama, nanti kalau perlu bapak gendong ke kamarmu langsung. Terlihat kantung matamu sangat dalam, terbayang lelah pekerjaanmu disana."

***

Cahaya matahari menyeruak menusuk mata, badan ku masih terasa pegal seperti kemarin. Tangan berkeliaran menuju nakas untuk mencari benda pipih berwarna hitam. Sukses menggapainya sambil mengumpulkan nyawa melihat arloji yang masih menunjukkan pukul 8.00 pagi. Mengecek handphone lalu aku abaikan pesan-pesan masuk menumpuk, isinya sudah jelas menanyakan keadaanku, dimana dan dengan siapa. Biarkan saja, nanti mereka akan tahu sendiri.

Aroma rebusan kaldu daging tercium sampai sini, membuat perutku mengeluarkan bunyi merengek minta diisi. Aku merencanakan akan turun kelantai bawah untuk makan, tapi aku lebih sadar kalau bau tubuhku tidak sedap, memalukan. Mungkin setelah mandi saja barulah aku sarapan. Tunggu ya perutku sayang, lebih baik kita membersihkan diri dahulu.

Menyalakan keran dan membasuhkan air pada wajah kucal, muram dan tidak terlihat segar. Meratapi cermin dan berterima kasih pada diri sendiri setidaknya masih kuat untuk menghadapi hari yang kian kejam. Kapan ya aku bisa bersinar sendiri, tidak berada dibawah bayang-bayang orang lain. Kapan ya ak-

"Moon, cepat bangun! Kita sarapan bersama dibawah"

"Moon? Dimana kamu? Sudah bangun kah?"

Decitan pintu terbuka dan suara nyaring mama menyadarkan lamunanku.

"iya Mama, kakak sudah bangun. Lagi mandi dulu, nanti kalau udah selesai langsung kebawah, Ma" teriakku dari dalam kamar mandi, takut tak terdengar keluar

"Cepat Moon, makanannya masih hangat, fresh from the oven! Hahaha" Canda mama. Duh suara yang aku rindukan selama ini.

Kenalkan, aku Moon Ji Li-Jun. iya, itu nama lahirku. Mungkin orang-orang lebih tahu dengan nama Jerry atau Jili. Tapi Mama lebih senang memanggilku Moon, soalnya mukaku bulat seperti bulan katanya. Aku tergabung dalam grup band bernama F-NITE dan memegang posisi sebagai keyboardist dan vokalis. Grup ku terlahir dari ajang pencarian bakat terkenal di inggris yaitu X-Factor. Pasti heran kenapa aku bisa jauh kesana? Awalnya pun aku hanya iseng mengirim video menyanyi sambil bermain piano ke audisi online, dua bulan kemudian aku menerima email yang menyatakan aku lolos ke babak selanjutnya. Tahun 2015 aku terbang ke inggris dan memulai kehidupan baru disana, meninggalkan Mama, Papa, Adik, dan Shenzhen tercinta.

Sudah ada dua tahun aku tidak berkunjung ke kota kelahiranku ini. Jadwal yang padat ditambah Tur Dunia menjadikan alasan mengapa aku sulit untuk pulang dan aku pun sangat merindukan keluargaku

Suasana meja makan sangat hangat. Aku mengambil tempat disamping Yangyang, adik menyebalkan sekaligus kesayangan. Mama sedang menyajikan beberapa makanan. Papa Feng sedang mengobrol dengan paman dan bibi Jie. Sepertinya mereka belum menyadari keberadaanku.

"Ekhem..." aku berdeham mencoba menarik perhatian orang.

"KAKAK!" suaranya memekikkan telinga. Yangyang sepertinya mencoba membunuhku dengan memeluk sangat erat seperti ini.

"Dek, lepasin. Kakak tau kamu kangen, tapi jangan gini, sakit tau!"

"Maaf, kak. Kakak kok gak kasi tau aku pulang sekarang? Kan aku  jadi tidak bersiap-siap untuk penyambutan kepulangan kakak. Tadinya aku mau buat buket jelly sama permen yang gedeeee banget" Dia tetap lucu hingga sekarang, terlihat sangat menyayangiku. Adik laki-laki ku ini lahir ketika aku berumur 12 tahun. Saat itu aku malu sudah besar tapi memiliki adik bayi. Tapi sekarang aku bersyukur sekali memiliki Yangyang yang imut dan menggemaskan ini.

" Wah benar kamu mau buat itu? Kalau iya, tidak apa-apa kok kalau sehabis ini kamu langsung membuat buket jellynya"

"Kakak ih aku tidak punya bahan-bahannya kalau sekarang" adikku merengek. Lucu sekali menjahili dia.

"Sudah, sudah jangan ribut. Jili, apa kabar kamu? Kenapa tak memberi tahu dahulu mau pulang?" Huh, seram sekali aura Papa kalau sudah seperti ini.

"Terima kasih, Pa. Aku baik-baik saja, mungkin sedikit pegal-pegal, tapi itu tak mengapa. Sengaja sih, aku kesini kan mau kabur. Surprise!"

"Terus bagaimana perjalanan mu? Kalau kabur berarti ini diluar jadwal? Tak ditemani siapa-siapa? Ada apa sampai kamu memutuskan untuk diam-diam pergi?"

"Tenang sayang, Moon baru saja tiba semalam. Jangan terlalu dibom pertanyaan seperti itu" Mama menenangkan Papa, aku tau beliau khawatir padaku, makanya seperti itu.

"Pa, satu-satu ya. Aku pesan semuanya sendiri, dari penerbangan sampai hotel. Sebetulnya ini jadwal kosong, bisa dibilang libur. Aku hanya memberi tahu managerku saja Pa, sisanya pasti mereka semua nanti tau. Sudah berapa kali aku minta ingin pulang kerumah tak tersampaikan, entah kenapa. Jadi ya, aku memutuskan pulang. London menyesakkan, aku butuh waktu healing, ya Ma, Pa"

"Lain kali kabari dulu sebelumnya ya, Moon. Setidaknya Mama bisa bersiap-siap menyambut mu, masa Mama tau kamu pulang dari Pak Hong duluan sih. Kan heran"

"iya Ma, Pa, semuanya Jili minta maaf ya tidak mengabari dahulu. Untuk sekarang yuk makan, kasian loh makanannya dianggurin daritadi jadi dingin deh!"

"Aduh ini anak tidak berubah daridulu ya Kak, tetap iseng dimanapun" Paman Jie mengusap kepalaku. Sudah lama juga aku tidak bertemu Paman dan Bibi.

"Selamat makan!" seru Yangyang yang sepertinya lapar sepertiku. Terlihat dari porsi makan yang ia bawa.

Selesai makan Mama membawa piring kotor kedapur. Kita semua masih berada di meja makan, nyaman untuk mengobrol. Kecuali Yangyang dan Paman pergi keluar, katanya akan membelikan jelly untukku yang banyak. Padahal kan aku hanya bercanda saja.

"Jili, bibi rindu padamu, tahu kamu akan kesini bibi bawa banyak makanan buat kamu!"

"Bibi bagaimana restoranmu? Semakin ramai pastinya ya. Aigoo, aku tidak pernah diajak kesana"

            "Ya begitu, libur tahun baru membawa banyak berkah. Nanti kubawa kamu makan sepuasnya disana. Kamu sendiri bagaimana? Inggris menyenangkan ya pastinya? Ada project baru?"

"  inggris lagi-lagi membawa luka, bi. Tapi mau bagaimana, aku bekerja disana. Harus dibawa senang saja hehe."

"Kenapa lagi Jili? Management mu memperlakukan kamu tidak baik? Tidak mempromosikan kegiatan solo mu lagi? Memotong interview mu? Tidak memberikanmu kesempatan untuk berbicara?" Aduh Bibi Jie ember bocor. Padahal aku sengaja tidak memberi tahu ini kepada siapapun kecuali dirinya. Karena aku sudah nyaman dan percaya bercerita dengannya.

" Biasalah Bi, orang asing tetap orang asing. Aku pun masih belum percaya diri dengan kemampuan bahasa inggrisku."

"Tapi Jili, mau kapan sampai begini terus? Kamu itu  sudah aktif di grup selama 6 tahun dan masih mendapatkan perlakuan seperti ini? Sam sepertinya sangat Xenophobics, alergi terhadap asian dan merasa superior dengan anak asuh se-rasnya sementara kamu terasa seperti bayangan. Padahal kontribusi mu ini loh tidak main-main. Menulis lagu, menjadi MC, dan promosi di Asia. Ekspansi ke Asia katanya, tapi tetap saja merasa jijik dengan kaum kita. Lucunya mereka membutuhkan penghasilan juga dari kita"

Papa yang awalnya bangkit dari kursi mengalihkan perhatiannya kepada ku.

" Apakah benar Jili yang dikatakan bibimu ini?"

Aku merunduk, gusar. Seharusnya Papa tak boleh tahu tentang ini. Papa lah yang mendukungku untuk berkarier di luar negeri, Papa yang setiap saat menyemangatiku. Aku takut Papa merasa kecewa mendengar berita ini.

"Moon, jawab nak. Papa mu bertanya." Mama nampaknya bergabung dalam obrolan ini

"Gimana ya, bingung. Mungkin mereka belum mempercayai aku, Ma. Makanya aku jarang tampil dan berbicara di interview. Bahasa inggris ku pun memang belum lancar, takutnya aku mengucapkan kata-kata yang salah"

"Tapi Jil, kamu itu kan penyanyi, tapi kok part menyanyi mu dikit sekali? Padahal kita semua tau suara kamu sangat indah" Bibi Jie memanaskan suasana, aku pun tau jika apa yang diucapkannya memang benar.

Aku menghela napas dalam-dalam mencoba menahan air mata yang sudah mengaburkan pandanganku.

            "Kau tahu? Jili selama ini mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Ingat waktu ada event di  Malaysia? Jili ditinggalkan di bandara selama seharian karena managementnya tidak becus mengurus dokumen kepergian Jili. Sedangkan teman bandnya lancar saja, tidak ada kendala. Event pun tetap dilaksanakan tanpa kehadiran Jili. Kau masih tetap kuat Jil diperlakukan seperti itu?" Aku tau, aku sangat tau itu. Mendengar kebenaran rasanya semenyakitkan ini.

"Polarsun, bagian dari Red Sun Management yang mengurusi aktivitas artisnya di Asia, bahkan tidak mempromosikan Jili dengan baik. Kulihat postingan social media mereka dipenuhi artis lain, sedangkan Jili yang merupakan dari Asia, lebih tepatnya China, hanya ada belasan postingan yang membahas Jili."

Kulihat Papa dan Mama kaget termenung mendengar kabar ini. Aku memang jarang berkeluh kesah kepada orangtua ku. Aku tidak mau orang-ornag tau kalau aku sedang sulit dan sedih.

            "ingat waktu Jili merilis lagu solo pertamanya? Dia mendikasikan lagu itu untuk penggemar, dia  bahkan menulis lagunya sendiri. Tapi apa yang dilakukan managementnya? Merilis teaser untuk music video band-nya, dan benar-benar tidak mendapatkan update apapun tentang lagu solo kecuali dari akun social media milik Jili. Aku tau kamu tergabung dalam grup, tapi agensimu. untuk mengabarkan bahwa kau merilis lagu saja tidak bisa? Kau tetap kuat Jil? Aku yang hanya bibi mu saja merasa kesal mendengar kabar ini."

            "Bi, cukup bi." Aku benar-benar sudah tidak kuat mendengar semua ini. Sulit sekali menghadapi realita begitu kejam.

            "Sudah Jil, jangan kau tutup-tutupi terus management bobrok mu itu. Dan, Kak Feng mungkin kau merasa keheranan dengan ini. Kita semua tau kalau Jili adalah actor dimasa kecilnya, dan Red Sun membuat dia berhenti berakting. Padahal Jili sendiri sudah mengatakan di interview beberapa tahun lalu kalau Jili ingin bermain film lagi. Jili sukses dengan penghargaan yang ia bawa karena kemampuan aktingnya dimasa kecil dan Red Sun tetap meragukan dia? Yang hebatnya adalah teman-teman band Jili bahkan sudah ada yang menjadi cameo di drama dan film, apakah Red Sun benar-benar tidak menganggap Jili artisnya?"

            Cukup, aku benar-benar tak kuat lagi. Aku tak kuasa membendung air mataku ini dan pergi meninggalkan meja makan. Menuju kamarku dilantai atas dengan langkah yang terseok-seok.

            "Moon! Moon!" suara Mama memanggilku, tapi aku tetap melanjutkan langkah.

Terdengar dibawah lantai bawah sana suara perdebatan yang sengit. Aku menulikan telingaku, tak mau mendengarkan hal-hal lain yang lebih menyakitkan.

Sebegitunya kah aku tidak diinginkan orang lain? Apakah aku memang tidak pantas untuk tergabung dalam grup itu? Apakah perjuanganku selama ini tidak cukup untuk membuktikan bahwa aku bisa seperti yang lain?

Tanganku bergetar dan badanku menggigil, darah segar tercium, mungkin aku terlalu kuat menggigit bibir. Begini kali ya klimaksnya stress? Karena jujur, aku tak pernah sekacau ini dalam hidup kecuali pada detik ini.

Otak terus memutar kejadian-kejadian masa lampau. Bagai kaset rusak mengulang-ulang terus tiada henti.

Seperti yang dibilang Bibi Jie tadi, aku adalah seorang actor cilik. Aku memulai karirku di China saat berusia dua tahun dengan menjadi bintang iklan. Lalu tawaran bermain drama dan film banyak menghampiriku. Dan aku mendapatkan penghargaan pertama saat berusia 10 tahun sebagai Best New Performer. Dari situ aku mendapatkan tawaran untuk bermain film IP-Man sebagai Ip-man kecil.

Dulu saat bersekolah, sekolahku mewajibkan siswanya untuk mengikuti pelajaran tambahan seni. Tapi hanya tersedia untuk bidang vocal, bela diri dan menari. Tidak ada kelas acting. Lalu aku mengambil kelas vocal dan dari situ aku memiliki ketertarikan untuk menyanyi. Dan begitulah bagaimana akhirnya aku mengambil kesempatan audisi luar negeri dan meninggalkan karir ku di Cina, memulai lagi dari titik nol.

Kembali pada awal latihanku di inggris, ketika awal berkenalan dengan kontestan lain. Aku memang sangat nekat saat itu, dimana kemampuan bahasa inggris ku bisa dibilang sangat kurang dan berkomunikasi sebisanya. Beruntung aku berkenalan dengan Joshua, dia berdarah campuran Amerika dan Jepang, dan pernah tinggal di China beberapa tahun. Dia yang mengajariku bahasa saat itu karena dia multilingual dan salah satu yang dia kuasai adalah Mandarin, dan aku pun merasa kesulitan jika tidak bersama dengannya.

Pagi hingga siang adalah jadwal latihan dan sore hari waktunya evaluasi dengan mentor. Malam dimana waktunya istirahat aku meluangkan waktu untuk mengambil kelas bahasa. Menyisakan jam tidurku yang berkurang. Diawal aku merasa pusing dan sakit kepala, tapi lama kelamaan sudah terbiasa. Ya, ini adalah perjuangan dan resiko yang harus aku ambil untuk mewujudkan impianku.

Selain Joshua yang tertua, dewasa dan baik hati, aku pun memiliki band-mate lain yang keren. Dimulai dari Mike, si jenius produser yang merupakan otak dari lagu-lagu hitnya F-NITE, penggila nasi, dan yang terimut dari kita berlima. Mike adalah definisi dari kecil-kecil cabe rawit, posisi dia adalah drummer tapi hampir semua instrument dia bisa kendalikan, selain menghasilkan lagu untuk band sendiri, dia pun menciptakan lagu untuk grup dan penyanyi lain. Selanjutnya adalah Daniel, moodmaker of the group, mampu mencairkan suasana, pekerjaan sampingannya adalah pelawak mungkin. Daniel memiliki suara yang sangat indah, melengking tinggi, menjadikannya sebagai vokalis utama grup. Lalu Matthew, icon dari grup karena dia yang paling tampan diantara kami. Mungkin hanya di depan layar saja dia seperti itu, padahal kesehariannya 11-12 dengan Daniel. Matt berposisi sebagai bassist bersama dengan Joshua.

Mereka semua adalah alasanku bertahan selama ini, mereka memperlakukanku sangat baik, memberikan kehangatan seperti keluarga, tidak memberi jarak meski aku adalah satu-satunya Asian disana.

Tidak seperti Sir Sam, CEO of Red Sun Management yang sepertinya sangat membenci diriku. Aku melakukan kesalahan kecil seperti salah mengambil nada saat rekaman atau melupakan beberapa potongan lirik atau salah menekan notes di keyboard pun hukumannya tidak main-main. Membentakku didepan orang banyak, tak segan bahkan pernah bermain fisik. Saat aku tidak melakukan kesalahan, berhati-hati dan meminta maaf pun tetap saja diperlakukan tidak adil. Memotong screentime, tidak member kesempatan untuk berbicara di layar dan waktu distribusi ku untuk menyanyi yang sangat sedikit.

Sir Sam hanya memirkan bisnis saja, menelantarkan artisnya dan hanya memperdulikan penghasilan. Sejujurnya bukan hanya aku saja yang tidak diperlakukan baik, member lain pun pernah tetapi sepertinya aku yang paling parah. Beruntung ada Anthony, Vice President Red Sun yang sayang terhadap anak asuhnya. Aku pun sering dilindungi oleh Anthony, tetapi tetap saja Sam yang memegang kuasa, Antohny tak bisa berbuat banyak.

Aku berusaha menjadi pribadi yang ceria dan santai tidak memikirkan hal berlarut-larut. Aku menerapkan itu selama bertahun-tahun dan orang lain menilai aku sebagai pria ceria yang menyenangkan, tanpa tahu dibelakang layar seperti apa. Aku menyimpan kekesalan ini terlalu dalam dan baru terasa sakitnya separah ini. Ketika bahkan disaat selama ini merasa bahwa diri ini adalah sosok yang tangguh, air mata yang berjatuhan di pipi akhirnya akan terus mengalir tanpa pemberitahuan. Tanpa persiapan. Tanpa permisi.

"Nak, Mama masuk ya?"

Aku menyeka air mata yang berjatuhan dan merapikan rambutku. Tetap saja percuma, Mama pasti tau aku tadi sedang menangis dan kacau.

             Mama memelukku sangat erat, terasa rasa kekhawatiran dan kecemasan menyelimuti Mama.

            "Sayang, sudah Mama bilang kan kalau kamu merasa kesulitan cerita ke Mama ya? Mama merasa seperti orang bodoh tidak tau apa-apa tentang anaknya, apa yang dirasakan anaknya. Jangan begitu lagi ya?"

            "Ma? Memang nya aku sangat tidak pantas ya tergabung disana? Memangnya aku anggota yang tidak berguna ya, Ma?"

            "Ma, aku menyerah saja ya, Ma?"

            "My Moon, sayangku, anakku, tidak boleh begitu ya? Kau adalah penyanyi yang hebat! Bisa tergabung dalam band pop-rock, tapi bisa juga menyanyikan lagu ballad, bisa bermain piano, bisa menjadi MC, model, actor. Lihat sayang? Kau begitu berbakat! Jangan terlalu mendengarkan perkataan buruk orang ya? Jangan menyerah dulu. Ingat bagaimana perjuanganmu melewati itu semua. Mama yakin kau makin sukses kedepannya, mungkin ini ujian untuk naik ke tahap itu."

            "Ma, tapi..."

            "Tapi kenapa lagi? Coba sekarang ceritakan kepada Mama, kenapa kau tiba-tiba memutuskan pulang?"

            "Ma, aku difitnah telah berkencan dengan wanita di hotel. Entah siapa yang menyebarkan rumor itu. Saat aku membuka weibo, aku kaget mengapa namaku banyak dibicarakan, ternyata isinya sangat menyakitkan. Padahal Ma, saat itu aku bertemu dengan promotor, tidak sendiri pula, band-mate ku ikut."

            Mama lalu memelukku dan mengelus rambutku. Entahlah, setidaknya aku aman berada disini.

            "Maaf ya Moon, Mama tidak bisa menjagamu, tidak bisa melindungimu. Lalu bagaimana dengan pihak Management mu? Sudah diatasi?"

            Aku menggeleng pelan "Belum Ma, belum ada info lebih lanjut. Padahal ini sudah ada bulan kedua sejak kasus itu dilaporkan. Aku malu, Ma. Aku sepertinya merusak reputasi band-ku sendiri"

            "Ma,aku sangat lelah. Aku menyerah saja ya?"

"Lelah itu wajar, itu menandakan kamu adalah manusia yang masih bisa merasakan emosi. Kalau lelah itu beristirahat, bukan menyerah. Jadi tolong ya, lanjutkan pekerjaan mu. Mama yakin kamu akan semakin bersinar, Moon. Mama tau kamu anak yang kuat."

Mama berjalan menuju lemari ku, sepertinya kelihatan mengambil sesuatu.

"Kamu lihat foto ini? Ini adalah fotomu tepat selesai syuting pertama. Kalau tidak salah kamu berumur dua tahun saat itu. Ada adegan dimana kamu mencari papa yang hilang, kamu berlarian, berkeliling, berteriak dan menangis. Padahal saat itu suhu mencapai 40o. Mama tidak tega melihat kamu seperti itu, tetapi selesai syuting kamu bertanya "Aktingku bagus kan Ma?" langsung Mama peluk kamu saat itu."

"Saat itu Mama sibuk kerja dikantor, tetapi Mama tak mau meninggalkan mu ditempat syuting sendirian. Akhirnya Mama resign dan kamu menjadi tulang punggung keluarga diumurmu sekecil itu. Mama bangga sekali denganmu, sungguh."

Mungkin tak banyak yang tau, aku hidup dengan Mama berdua sejak kecil. Mama dan Ayah sudah bercerai dari usiaku yang belum genap setahun, aku ikut dengan Mama. Papa Feng adalah papaku yang sekaligus menjadi tim kru film yang aku bintangi waktu itu. Mama dan Papa dekat berkatku, hihi.

"Dan Yangyang, adik mu itu yang kau ajari acting sejak kecil. Dia berhasil jadi bintang iklan di usianya yang bahkan masih dua bulan. Sekarang dia berumur 12 tahun sudah main di banyak drama dan film. Kau tahu sayang? Ini semua berkatmu, kamu sangat berharga bagi kami."

"ingat bagaimana awal perjuanganmu. Bagaimana kamu sangat bersemangat untuk mewujudkan impian mu menjadi penyanyi. Bagaimana kerja keras mu berlatih selama ini. Jangan menyerah ya? Mama yakin setelah hujan badai akan ada pelangi yang indah. Kamu hanya perlu bersabar dan tetap kuat."

"Ma, aku minta maaf ya..? Aku, aku hanya ketakutan" suaraku terdengar menyedihkan.Sungguh aku benar-benar tak kuat mendengar ucapan Mama, sangat terharu. Bersyukur sekali mempunyai ibu yang sangat menyayangiku.

"Jangan meminta maaf, jangan takut, jangan terlalu khawatir, sudah ya jangan menangis lagi. Kamu benar-benar berharga bagi kami. Cobalah untuk tidak berlebihan memikirkan perkataan buruk orang tentangmu. Dan berceritalah kepada Mama jika kamu mengalami kesulitan"

"Ma, aku mau bicara, dan meluruskan hal tadi. Mama, aku sungguh tak iri kepada band-mate ku, yang bibi Jie bilang kalau mereka mendapatkan lebih banyak spotlight dibanding aku. Tapi ma, aku pun ingin bersinar juga, aku tak mau hanya dikenal sebagai bayang-bayang saja. Aku juga mau menghasilkan karya sendiri. Boleh aku egois ma? Aku janji tidak akan menyerah!"

"Apapun lakukan hal yang buatmu senang. Asal jangan mundur ya, sayang? Beri kesempatan pada diri sendiri, buktikan bahwa karyamu sangat indah. Jangan lupa kabari management dan pihak lain. Ingat kamu masih terikat kontrak lho."

"Mama.. aku sayang banget sama Mama!"

"Mama juga, nak. Dan banyak orang yang sangat menyayangimu. Lihat? Handphone Mama dipenuhi pesan dari kawan band mu. Coba kau kabari mereka dulu ya?

"Aku juga sayang kakak! Lihat, aku membawakan jelly kesukaanmu yang banyaaak!" tiba-tiba adikku bersama papa juga paman bibi masuk kedalam kamarku.

"Papa juga sayang kamu, nak. Maafkan sikap Papa yang tadi ya, Papa benar-benar mengkhawatirkanmu. Dan, oh, untuk urusan mu dengan agensi dan management sudah Papa urus, kamu tenang saja disini ya." Aku langsung membukakan tangan lebar-lebar untuk memeluk papa.

"Kita semua sayang kamu, Jil. Kamu anak yang baik. Paman meminta maaf atas sikap bibi yang tadi, kalau saja ada paman disana menenangkan bibimu mungkin tidak akan terjadi seperti ini."

"Sudah paman, aku tidak mengapa kok atas kejadian tadi. Bibi mungkin terlalu mencemaskan ku, bibi juga berkata jujur, tidak apa-apa." Bibi menarik bibirnya memunculkan senyuman cantik

Semuanya lalu tergabung dalam pelukan besar. Merayakan kembalinya Jili kerumah, katanya.

***

Waktu adalah obat memang benar adanya. Aku merasa lebih baik seiring berjalannya waktu. Perkataan Mama selalu terbukti. Kalau kau merasa lelah, beristirahatlah. Jangan menyerah. Dan lihat aku sekarang, masih bertahan.

Masalahku dengan management berakhir. Sir Sam mengakui kesalahannya dan meminta permohonan maaf kepadaku. Entah apa yang dilakukan papa sampai menjadi seperti ini, tapi aku benar-benar bersyukur dan berharap Sir Sam menjadi lebih baik kedepannya.

Akhir-akhir ini aku sedang sibuk menyiapkan album solo ku. Iya, ini solo. Aku menjadi anggota band pertama yang memiliki album solo. Aku sangat-sangat berterima kasih kepada agensi yang mengizinkanku merilis karya ciptaanku. Juga ucapan hangat dan dukungan terus berdatangan dari berbagai kalangan.

Contohnya saat ini, keempat sahabat sekaligus rekan kerjaku mendatangi Shenzhen, rindu katanya. Sudah ada lima hari mereka tinggal disini, berlibur, menemaniku untuk merampungkan album. Hal ke 899 ternekat yang mereka lakukan. Kurasa lama-lama mereka ingin tinggal disini...

Oh sebelum merilis album, aku memberikan kejutan dengan merilis single pre-release. Single ini berjudul Crow dan akan ku jadikan lagu utama dalam album.

 "Jerry! Lihat single solo mu berada di nomor 1 tangga musik 80 negara. Wow, benar-benar lagu mu sangat hit!" suara Matthew merusak keheningan diantara kami

"Selamat Jerry! Kamu memang berhak mendapatkan semua ini!" aku yang sedang menikmati cemilan hamper tersedak karena Daniel tiba-tiba memelukku erat. Oke, lalu ditambah tiga orang lainnya membuat group hug dilatari sinar bulan diatas rooftop rumahku.  Terdengar lebay tapi aku terharu.

Ngomong-ngomong soal lagu ku, aku benar-benar tak menyangka akan banyak yang menyukainya. Aku hanya menumpahkan apa yang aku alami saat itu dan membawa pesan untuk selalu bisa menerima dan mencintai diri sendiri meski banyak orang yang meremehkan. Terkadang kau perlu banya keberanian untuk memulai sesuatu yang baru dan bersiap untuk resiko yang diterima. Aku pun saat itu meminta untuk merilis lagu dipenuhi kecemasan, setelah beberapa hari dipikirkan matang-matang permintaanku pun diterima dan aku melanjutkan karir baruku.

Dalam lagu Crow, aku menceritakan sebuah burung gagak. Burung yang dianggap sebagai buruk rupa dan perusak. Diklasifikasikan sebagai sampah. Tak ada yang memperdulikannya. Padahal gagak pun seperti makhluk lainnya yang memiliki hati, berperasaan dan bisa bersedih. Tapi akhirnya, gagak bisa terbang bersinar seperti yang lain karena mendapatkan semangat dan dukungan. Dia pun membuktikan bahwa dia juga indah meski memiliki bulu hitam legam diantara kepakan sayap putih bersih.

The lack is grateful but I'm ashamed of myself because I'm not good as others

My heart is shattered, reality always teary, but I try to face it calmly

I'm not the scum, but got classified as one of them

I'm wandering alone on the street

Ignoring the eyes on me

All crows in the world are black, but he's not heartless

Love has no boundaries, for once, the crow is brave to fly for love too

Give ourselves a chance, let us prove that we are pretty too

 

Bait terakhir merupakan kata-kata dari Mama yang akan selalu kuingat. Terima kasih Ma,Pa, Yangyang, Mike, Daniel, Matthew, Joshua, Paman dan Bibi Jie, dan semua orang yang mendukungku yang aku tak bisa sebutkan satu-satu. Terima kasih telah memberiku kesempatan membuktikan bahwa aku bisa bersinar dengan cahaya sendiri.

Matahari berdamai dengan pikirannya bahwa bulan egois. Bulan bisa bersinar terang diantara gelapnya malam. Sedangkan matahari hadir di cerahnya pagi. Matahari pun sadar bahwa semuanya sudah memiliki peran masing-masing. Bulan tak mencoba lagi mencari cahaya lain. Terlalu melelahkan, sedangkan matahari sendiri hadir dihadapannya. Bulan pun meningkatkan rasa kepercayaan diri, mulai menerima dan mencintai diri sendiri, meski ia memiliki kekurangan. Kisah ini kembali pada kisah pasaran yang terkenal dan selalu diceritakan. Namun saling mengerti dan melengkapi merupakan kisah yang paling indah bukan?

Kurasa bulan masih memerlukan cahaya matahari untuk bersinar terang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun