Sesungguhnya yang halal telah jelas dan yang haram juga telah jelas, dan diantara keduanya ada hal-hal yang menyerupai (meragukan), tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Jadi siapa yang berhati-hati dari syubhat maka akan terjaga agama dan kehormatannya, dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat maka akan terjerumus ke dalam yang haram“.
Hadits ini dha’if, karena ada perawi yang bemama Abdullah bin Yazid, ia di-dha’if-kan oleh jumhur ulama hadits. Al Hafizh berkata (di dalam At-Taqrib) “la adalah orang yang lemah dalam periwayatan hadits”. Meskipun hadits ini dha’if tetapi maknanya mempunyai dasar yang menjiwai tentang wara’ (kesederhanaan) dan menjauhi syubhat, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ الْحَضْرَمِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَأَلَ سَلَمَةُ بْنُ يَزِيدَ الْجُعْفِيُّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ قَامَتْ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَسْأَلُونَا حَقَّهُمْ وَيَمْنَعُونَا حَقَّنَا، فَمَا تَأْمُرُنَا؟ فَأَعْرَضَ عَنْهُ، ثُمَّ سَأَلَهُ، فَأَعْرَضَ عَنْهُ، ثُمَّ سَأَلَهُ فِي الثَّانِيَةِ أَوْ فِي الثَّالِثَةِ، فَجَذَبَهُ الْأَشْعَثُ بْنُ قَيْسٍ، وَقَالَ: «اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا، فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا، وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ»،
Abu hunaidah (wa’il) bin hadjur r.a. Berkata : salamah bin jazid aldju’fy bertanya kepada rasulullah saw : ya rasulullah, bagaimana jika terangkat diatas kami kepala-kepala yang hanya pandai menuntut haknya dan menahan hak kami, maka bagaimanakah kau menyuruh kami berbuat? Pada mulanya rasulullah mengabaikan pertanyaan itu, hingga ditanya kedua kalinya, maka rasulullah saw bersabda : dengarlah dan ta’atlah maka sungguh bagi masing-masing kewajiban sendiri-sendiri atas mereka ada tanggung jawab dan atas kamu tanggung jawabmu. (HR. muslim)
Selain itu Islam tidak hanya mendorong kaum muslim untuk memanfaatkan hartanya dengan kompensasi atau peerolehan balik yang bersifat materi saja, akan tetapi juga mendorong umatnya untuk memperhatikan dan menolong pihak-pihak yang membutuhkan, serta untuk kepentingan ibadah, misalna zakat, nafkah anak dan istri, dorongan untuk memberi hadiah, hibah, sedekah pada fakir miskin dan orang yang memerlukan (terlibat hutang, keperluan pengobatan dan musibah), dan infaq untuk jihad fii sabilillah.
Diantara dorongan Islam dalam melakukan infaq harta tersebut ialah beberapa hal berikut :
- Zakat
Zakat merupakan komponen utama kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam. Konsep zakat secara mendasar tidak mengalami perubahan yang signifikan dari waktu ke waktu. Hal yang membedakan hanyalah masalah operasional penghimpunan dan pemberdayaan dana zakat, karena konsep fikih zakat menyebutkan bahwa sistem zakat berusaha untuk mempertemukan pihak surplus muslim dengan pihak defisit muslim. Hal ini dengan harapan terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara surplus dan defisit muslim atau bahkan menjadikan kelompok yang defisit (mustahik) menjadi surplus (muzakki).
- Infak