"Ya Kang Mas."
"Dan umurku masih akan bertambah dengan sehari lagi."
"Ah," desis permaisuri, "Kang Mas masih akan melihat saat-saat matahari terbit dihari-hari berikutnya."
Raden Sekartanjung tertawa. Katanya, "Dinda, aku sama sekali tidak cemas melihat kenyataanku sekarang ini. Justru aku sadar, betapa kecilnya seseorang dihadapan Yang Maha Kuasa. Dan akupun pasrah, kapan aku harus menghadap-Nya."
Nyi Mas Ayu tertegun. Tetapi ketika ia akan berbicara suaminya mendahuluinya, "Mungkin orang lain perlu kata-kata penghibur, seolah-olah maut masih akan menjauhinya. Tetapi maut bagiku bukan sesuatu yang mencemaskan. Karena aku tahu, jika saatnya datang, tidak seorangpun akan dapat menghindar."
Nampak permaisuri itu semakin menunduk.
"Wong Ayu.., "bisik Raden Sekartanjung seraya memegang tangan istrinya.
"Ya Kang Mas, "jawab permaisuri sambil mencium tangan suaminya.
"Ingatlah betul apa yang diarahkan Eyang Sunan. Beliaulah sebenarnya pemilik negeri Tuban seisinya. Karena itu kita wajib mendengar petuah beliau."
"Ya Kang Mas."
"Jagalah anak-anakmu. Percayakan pada Dinda Ngangsar untuk membantu mengasuhnya, "berkata Raden Sekartanjung lagi, "Kalian harus tetap tinggal di lingkungan istana ini. Setidaknya di kaputren timur masih cukup luas untuk kalian tempati."