Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

6. Rusman: Raden Sekartanjung, Adipati Tuban yang Terbunuh

21 September 2018   23:20 Diperbarui: 1 Maret 2019   14:43 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kang Mas.., "bisik permaisuri yang kini justru semakin terisak tangisnya.

"Aku yakin dinda, Eyang Sunan pasti tidak akan tega melepaskan anak-anak kita," berkata begitu tangan Raden Sekartanjung sambil membelai rambut dan kening istrinya, "kau harus tetap bersabar cah ayu."

Wanita yang cantik dan lembut itu semakin menjadi-jadi tangisnya. Wajahnya yang semakin nampak sayu segera ia tundukkan ke dada dan wajah suaminya.

"Istriku," berkata Raden Sekartanjung kemudian, "bukalah pintu bilik ini. Aku ingin melihat, apakah cahaya fajar hari ini cukup cerah."

Seolah-olah di luar sadar Nyi Mas Ayupun mengusap air matanya dan kemudian berdiri dan membuka pintu. Udara yang dingin memercik diwajahnya dan menyusup ke dalam bilik itu.

"Segarnya udara pagi," berkata Raden Sekartanjung.

Nyi Mas Ayu tidak menjawab. Tetapi untuk beberapa saat iapun tiba-tiba telah terpukau oleh warna-warna merah yang membayang di langit. Ketika ia melangkah kepinggir serambi, maka iapun melihat bintang-bintang yang menjadi semakin suram.

Wanita itupun kembali mendekati suaminya. Tetapi betapa terkejutnya ketika dia mendapatkan kenyataan yang berbeda. Kini Raden Sekartanjung tengah memejamkan mata dengan nafasnya yang tersenggal-senggal. Tentu saja hal ini sangat membuat gugup sang permaisuri.

"Kang Mas.., Kang Mas Adipati ..!" berkata wanita itu sambil meraba-raba wajah suaminya. Hatinya agak ringan saat suaminya membuka mata sambil tersenyum lemah.

"Istriku .., "bisik Raden Sekartanjung hampir tak terdengar.

"Kang Mas ...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun