Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

6. Rusman: Raden Sekartanjung, Adipati Tuban yang Terbunuh

21 September 2018   23:20 Diperbarui: 1 Maret 2019   14:43 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun belum sempat ia berdiri, anak muda itu tertegun ketika di depan pintu kamar tiba-tiba saja telah muncul seorang kakek yang tersenyum hangat memandang ke arah mereka.

Eyang sunan diantar oleh Nyi Mas Permaisuri berdiri dimulut pintu bersama orang-orang lainnya.

Secerah kegembiraan nampak diwajah Raden Sekartanjung melihat kedatangan orang yang dia hormati. Namun sebaliknya, wajah Eyang Sunanlah yang kemudian menjadi muram melihat Raden Sekartanjung yang perkasa itu terbaring dengan wajah yang pucat dan tubuh yang nampaknya sangat lemah.

Bagaimanapun juga orang tua ini teringat sebab dari keadaan Raden Sekartanjung itu. Disaat terakhir Raden Sekartanjung bertempur di Muara sungai Kradenan di tepi pantai. Dengan demikian, maka Raden Sunan berkesimpulan bahwa cucunya ini mengalami keadaan yang gawat adalah karena membela kepentingan kadipaten.

Raden Sunan yang kemudian duduk disebuah kursi kayu disebelah pembaringan Raden Sekartanjung itupun menarik nafas dalam-dalam. Dengan suara yang dalam ia bertanya, "Bagaimana keadaan cucunda saat ini?"

Raden Sekartanjung masih tersenyum. Sebelum menjawab ia justru bertanya tentang keselamatan perjalanan Eyang Sunan.

"Alhamdulillah, perjalananku tidak menjumpai kesulitan apapun cucunda," jawab Raden Sunan.

Raden Sunan meraba tangan Raden Sekartanjung yang lemah itu. Terasa tangan itu sangat dingin dan lemah. Bahkan rasa-rasanya tubuh Raden Sekartanjung tinggal kulit yang membalut tulang.

Namun Raden Sekartanjung nampaknya benar-benar orang yang tabah. Meskipun keadaannya nampak sangat gawat, tetapi ia masih saja tersenyum. Seperti ketabahannya dimedan perang.

Untuk beberapa saat lamanya Raden Sunan masih berbincang dengan Raden Sekartanjung dan sekali-sekali orang tua itu juga memberikan dorongan dan harapan bagi yang sedang sakit. Tetapi setiap kali Raden Sekartanjung hanya tersenyum saja. Dan Raden Sunanpun memakluminya.

Tapi ketika kemudian Raden Sunan meminta kehadiran Nyi Mas Permaisuri dan Raden Ngangsar ke dalam bilik itu, nampak mereka berempat membicarakan hal yang sungguh penting selama berjam-jam. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas suasana menjadi cair saat Eyang Sunan keluar dari bilik dan mendapatkan kedua Pangeran yang masih belum dewasa. Kedua anak itu berangkulan menangis di pangkuan Eyang Sunan, di temani ibunya yang tidak kuasa pula membendung air matanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun