Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

6. Rusman: Raden Sekartanjung, Adipati Tuban yang Terbunuh

21 September 2018   23:20 Diperbarui: 1 Maret 2019   14:43 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak kanda, hanya para pengawal istana yang ada. Sedang kakanda Nyi Mas Ayu sedang menemani anak-anak."

Raden Sekartanjung berdesis lembut. Dan Raden Ngangsarpun melanjutkannya, "Tapi saat aku bertemu Eyang Sunan beliau menyatakan insyaAllah petang ini berkenan pula menjenguk kakanda."

"Eyang sunan? "Raden Sekartanjung mengulang dengan suaranya yang dalam.

"Ya, kakanda."

"Oh, bukankah aku sudah mencegah agar sakitku ini jangan diberitakan kemana-mana."

"Ma'af kanda, justru beliau yang menanyakan padaku bagaimana keadaan kakanda."

Sejenak Raden Sekartanjung terdiam. Terbayang olehnya seorang tua yang bijaksana. Semua yang dikatakan beliau selalu menjadi pedoman bagi orang lain. Aku harus bersiap menyambut kehadirannya, pikirnya.

Ternyata apa yang dikatakan Raden Ngangsar benar juga. Tidak lama setelah itu Nyi Mas Ayu Permaisuri mengabarkan kehadiran orang yang dihormati oleh keluarga kadipaten.

Raden Sekartanjung lantas tersenyum. Katanya: "Ya dinda Ayu, aku sudah bersiap datang ke pendapa untuk bertemu beliau," berkata Adipati Tuban itu, "Ayo dinda ayu, bimbinglah aku ke sana. Keadaanku cukup baik untuk menerima kehadiran eyang sekarang."

Raden Ngangsar termangu-mangu sejenak. Ia tahu benar, bahwa keadaan Raden Sekartanjung benar benar gawat. Wajahnya seakan-akan menjadi semakin pucat, sedangkan nafasnya rasa-rasanya menjadi semakin sendat.

Tetapi Raden Ngangsar tidak mengatakan sesuatu. Ia masih melihat wajah Raden Sekartanjung yang dihiasi dengan senyum sambil memandanginya. Sehingga karena itulah, maka iapun kemudian melangkah meninggalkan kakaknya sejenak untuk melihat ke pendapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun