"Tidak kanda, hanya para pengawal istana yang ada. Sedang kakanda Nyi Mas Ayu sedang menemani anak-anak."
Raden Sekartanjung berdesis lembut. Dan Raden Ngangsarpun melanjutkannya, "Tapi saat aku bertemu Eyang Sunan beliau menyatakan insyaAllah petang ini berkenan pula menjenguk kakanda."
"Eyang sunan? "Raden Sekartanjung mengulang dengan suaranya yang dalam.
"Ya, kakanda."
"Oh, bukankah aku sudah mencegah agar sakitku ini jangan diberitakan kemana-mana."
"Ma'af kanda, justru beliau yang menanyakan padaku bagaimana keadaan kakanda."
Sejenak Raden Sekartanjung terdiam. Terbayang olehnya seorang tua yang bijaksana. Semua yang dikatakan beliau selalu menjadi pedoman bagi orang lain. Aku harus bersiap menyambut kehadirannya, pikirnya.
Ternyata apa yang dikatakan Raden Ngangsar benar juga. Tidak lama setelah itu Nyi Mas Ayu Permaisuri mengabarkan kehadiran orang yang dihormati oleh keluarga kadipaten.
Raden Sekartanjung lantas tersenyum. Katanya: "Ya dinda Ayu, aku sudah bersiap datang ke pendapa untuk bertemu beliau," berkata Adipati Tuban itu, "Ayo dinda ayu, bimbinglah aku ke sana. Keadaanku cukup baik untuk menerima kehadiran eyang sekarang."
Raden Ngangsar termangu-mangu sejenak. Ia tahu benar, bahwa keadaan Raden Sekartanjung benar benar gawat. Wajahnya seakan-akan menjadi semakin pucat, sedangkan nafasnya rasa-rasanya menjadi semakin sendat.
Tetapi Raden Ngangsar tidak mengatakan sesuatu. Ia masih melihat wajah Raden Sekartanjung yang dihiasi dengan senyum sambil memandanginya. Sehingga karena itulah, maka iapun kemudian melangkah meninggalkan kakaknya sejenak untuk melihat ke pendapa.